News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mayor Dedi Bebas dari Pidana, Koalisi Masyarakat Sipil: Bukti Penegakan Hukum TNI Harus Direformasi

Penulis: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sosok Mayor Dedi Hasibuan, menjadi sorotan usai mendatangi gedung Satreskrim Polrestabes Medan bersama sejumlah anggota TNI, videonya viral di medsos. Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik keputusan TNI yang menyatakan tidak ada tindak pidana yang dilakukan Mayor Dedi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad) menyatakan anggota Kodam I Bukit Barisan, Sumatera Utara, Mayor Dedi Hasibuan tidak melakukan tindak pidana dalam peristiwa penggerudukan Mapolrestabes Medan.

Mayor Dedi pun dikembalikan ke satuannya untuk diproses dugaan melakukan tindak disiplin.

Keputusan itu ditetapkan setelahh Puspomad mengklarifikasi Mayor Dedi yang sempat menuntut agar kerabatnya ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Polrestabes Medan.

Seperti diberitakan sebelumnya, ARH dijadikan tersangka karena diduga terlibat mafia tanah.

"Setelah melalui pendalaman di Puspom TNI dan Puspom AD, tidak ditemukan unsur pelanggaran pidananya sehingga diserahkan lagi ke Kodam I/BB," ungkap Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Hamim Tohari.

Menyikapi hal itu, Gufron Mabruri, Direktur Imparsial, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil bersama Imparsial, PBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Forum de Facto, hingga Setara Institute, angkat suara.

"Kami memandang, hasil proses penyelidikan Puspom TNI dan Puspomad TNI yang tidak memproses pidana Mayor Dedi semakin menegaskan bahwa mekanisme penegakan hukum oleh internal TNI sudah seharusnya direformasi," katanya Selasa (15/8/2023).

"Sudah saatnya Aparat TNI sebagai alat pertahanan negara diposisikan setara di mata hukum tanpa ada pengistimewaan dalam hal pelanggaran pidana umum sebagaimana warga negara Indonesia lainnya."

Menurutnya, pengistimewaan bagi aparat TNI yang melanggar hukum dengan diproses oleh sesama aparat TNI lainnya terbukti melanggar Pasal 27 ayat 1 : "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Apalagi, menurutnya, dalam beberapa kasus terbukti tidak memberikan keadilan dan justru malah menjadi sarana impunitas untuk melindungi sesama anggota TNI.

Ia mengingatkan, tindakan Mayor Dedi yang datang beramai-ramai dan menggeruduk Mapolrestabes Medan untuk mempengaruhi jalannya proses hukum tidak hanya jelas-jelas telah menyalahi kewenangannya tetapi juga merupakan bentuk nyata intimidasi terhadap penyidik dan karenanya merupakan sebuah tindakan obstruction of justice.

"Pertama, tindakan Mayor Dedi diluar dari kewenangannya sebagai aparat TNI dan tidak memiliki dasar hukum. Dalam konferensi pers Mabes TNI tanggal 10 Agustus 2023, Kababinkum menyebutkan, kewenangan pemberian bantuan hukum oleh TNI didasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1971," katanya.

Ia menyatakan, pernyataan tersebut justru keliru karena SEMA No. 2 Tahun 1971 justru sebenarnya melarang prajurit TNI menjadi penasihat hukum di Pengadilan Umum, kecuali atas izin khusus dari atasannya dan memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 tahun 1952 yang sejatinya telah berulang kali dicabut.

"PP No. 12 tahun 1952 telah dicabut melalui PP No. 6 tahun 74, yang juga telah dicabut melaui PP No. 53 tahun 2010, yang juga telah dicabut melalui PP No. 94 tahun 2021. Dimana dalam PP No. 94 tahun 2021 tidak ada lagi pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam SEMA No. 2 tahun 1971. Atas dasar itu, sesungguhnya argumentasi Kababinkum yang bersandar pada pada SEMA No. 2 tahun 1971 sudah kehilangan pijakan hukumnya."

Kedua, sambungnya, aturan hukum tentang pemberian bantuan hukum, yang salah satunya diatur melalui SEMA No. 2 tahun 1971 sudah disempurnakan melalui berbagai aturan perundang-undangan salah satunya adalah UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan pemberi bantuan hukum/ pendamping hukum atau advokat tidak boleh berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.

"Sementara dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 92 ayat (3), “semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat”. Oleh karena itu merujuk pada UU Advokat sebenarnya prajurit TNI aktif tidak dapat menjadi pendamping hukum atau advokat."

Ketiga, tindakan Mayor Dedi datang beramai-ramai beserta anggotanya menggeruduk Polrestabes TNI merupakan bentuk intimidasi dan mengarah pada pelanggaran pidana.

"Berdasarkan pasal Pasal 335 Ayat (1) KUHP jo Putusan MK MK No. 1/PUU-XI/2013 menyatakan “Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”

"Berdasarkan pasal tersebut sudah seharusnya perbuatan yang dilakukan oleh Mayor Dedi patut diduga sebagai perbuatan pidana. Oleh karena itu penalaran hukum yang wajar kasus Mayor Dedi bukannya dihentikan prosesnya, akan tetapi justru seharusnya naik ketingkat penyidikan untuk menemukan tersangka dan alat buktinya."

Ia menilai, lebih jauh keputusan Puspom TNI dan Puspomad yang tidak memproses pidana Mayor Dedi akan dianggap sebagai pembenaran atas aksi intimidasi oleh oknum prajurit TNI terhadap proses hukum di masa datang yang seharusnya dicegah keberulangannya oleh institusi TNI.

Gufron Mabruri, terkait hal tersebut, pihaknya mendesak dilakukannya tiga hal:

  1. Presiden sebagai otoritas tertinggi memerintahkan Panglima TNI untuk mengevaluasi proses hukum yang dilakukan oleh Puspom TNI dan Puspomad.
  2. Presiden segera melakukan reformasi hukum di lingkungan TNI guna memastikan keadilan dan mencegah impunitas dengan merevisi UU No. 31 tahun 1997 tentang peradilan militer yang telah mengacaukan criminal justice system Indonesia.
  3. Panglima TNI memiliki ketegasan dalam melarang anggota TNI untuk bertindak sebagai advokat di peradilan umum dan jika terjadi pelanggaran atau penyimpangan peran TNI harus ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku.
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini