TRIBUNNEWS.com - Polusi yang membuat kualitas udara di Jakarta semakin memburuk salah satunya disebabkan oleh keberadaan industri dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang ada di sekitar ibu kota.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Divisi Pengendali Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah.
"Kualitas udara di suatu daerah itu selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar udara, juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologis dan geografis," ungkap Fajri kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).
"Apalagi sumber pencemar tidak bergerak, seperti industri dan pembangkit listrik yang biasanya menggunakan cerobong tinggi untuk buang emisi," imbuh dia.
Diketahui, setidaknya ada 16 PLTU batu bara yang berlokasi di sekitar ibu kota, yaitu di Provinsi Banten dan Jawa Barat.
Baca juga: Pengamat Nilai Pemprov DKI Tak Sungguh-sungguh dalam Mengatasi Masalah Polusi Udara di Jakarta
Ke-16 PLTU itu adalah PLTU Banten Suralaya, PLTU Cemindo Gemilang, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Merak, PLTU Cilegon PTIp, PLTU Jawa-7, PLTU Banten Labuan, dan PLTU DSS Serang.
Lalu, ada PLTU Banten Lontar, PLTU Cikarang Babelan, PLTU Fajar, PLTU Pindo-Deli-II, PLTU Indo Bharat Rayon, PLTU Purwakarta Indorama, PLTU Banten Serang, dan PLTU Banten Indosuntec.
PLTU batu bara yang dianggap menjadi salah satu penyebab polusi udara di Jakarta, turut menjadi perhatian istri Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sekaligus Ketua Srikandi Demokrat, Annisa Pohan.
Lewat akun Instagramnya, @annisayudhoyono, Annisa mengunggah tangkapan layar artikel dari sebuah media online berjudul "Polusi udara Jakarta: PLTU berbasis batu bara di sekitar ibu kota 'berkontribusi besar' mengotori udara - Mengapa pemerintah dinilai 'tidak berani perketat aturan'?".
Ia menggarisbawahi tulisan artikel tersebut yang mengatakan pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta, dan sejumlah pemda di sekitar ibu kota dinilai nyaris tak pernah menyentuh persoalan pencemaran udara dari sektor industri energi dan manufaktur.
Terkait hal itu, Annisa berharap pemangku kebijakan bisa segera mengambil solusi jangka pendek untuk mengatasi polusi udara di Jakarta.
"Saya hanya dalam kebingungan dan ingin bantu mengangkat berita, bukan mengkritisi, tapi berharap yang pembuat kebijakan dapat mencari solusi yang signifikan," tulisnya, Selasa, dikutip Tribunnews.com.
Menanggapi unggahan Annisa, seorang warganet menilai seharusnya istri AHY itu lebih dulu melakukan riset sebelum memberikan kritik.
Akun bernama @ebass_ menyebut salah satu PLTU, yaitu PLTU Banten Lontar, dulunya diresmikan oleh ayah mertua Annisa, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat masih menjabat sebagai Presiden RI.
"Coba googling Mbak, PLTU Lontar itu yang meresmikan mertua sampean, Bapaknya AHY, Pak SBY," sahut @ebass_.
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, SBY diketahui meresmikan Unit 1 PLTU Lontar pada Desember 2011 silam.
Hingga saat ini, PLTU Lontar memiliki sampai Unit 4 dengan kapasitas 945 MW.
Baca juga: Selain Kendaraan, WALHI Sebut PLTU dan Kebiasaan Bakar Sampah Sumbang Polusi Udara di Jakarta
Selain PLTU Lontar, SBY juga meresmikan PLTU Banten Suralaya pada 28 Desember 2011 dan PLTU Labuan Banten pada Januari 2010.
Dikutip dari situs Perusahaan Listrik Negara (PLN), PLTU Pelabuhan Ratu diketahui juga diresmikan pada Oktober 2014, saat masih pemerintahan SBY.
Sebagai informasi, PLTU Banten Suralaya berkapasitas 625 MW, PLTU Labuan Banten berkapasitas 600 MW, dan PLTU Pelabuhan Ratu berkapasitas 1.050 MW.
Pemprov DKI Jakarta akan Terapkan Sistem WFH
Untuk mengurangi polusi udara menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean pada 5-7 September 2023, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal menerapkan sistem work from home (WFH) 75 persen.
Aturan itu diberlakukan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN).
Rencananya, aturan itu mulai diterapkan pada 4-8 September 2023.
“Khusus tanggal 4 September sampai dengan 8 September 2023, WFH-WFO ASN itu 75-25,” ucap Sekretaris Daerah (Sekda) DKI, Joko Agus Setyono, di kawasan Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (17/8/2023), dikutip dari TribunJakarta.com.
Meski demikian, sejatinya kebijkan WFH untuk ASN Pemprov DKI ini bakal dimulai pada 21 Agustus 2023.
Menurut rencana, WFH akan berlangsung selama dua bulan, tepatnya hingga 21 Oktober 2023.
Selain periode 4-8 September 2023, sistem WFH menerapkan pola 50:50.
15,4 Persen Warga Jakarta Meninggal karena Polusi
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, mengungkapkan setidaknya 15,4 persen warga Jakarta meninggal karena polusi udara.
Berdasarkan riset KPBB tahun 2019, kata Ahmad, polusi udara membuat banyak warga ibu kota mengidap penyakit pernapasan.
Baca juga: Beredar Gambar Citra Satelit Sebut PLTU Sumber Polusi Jakarta, KLHK Pastikan Hoaks
"Rinciannya yakni 1,4 juta kasus asma, 200 ribu kasus bronkitis, 172 ribu kasus penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), 2,7 juta kasus ISPA, dan 1,3 juta kasus jantung koroner," ujar Ahmad, Kamis.
Ahmad berharap pemerintah menjadikan polusi udara sebagai prioritas yang harus diselesaikan secepatnya.
Mengingat, banyak warga mengidap penyakit akibat polusi udara yang menyebabkan nilai rupiah untuk pengobatan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional.
"Masalah pencemaran udara harus menjadi prioritas utama komitmen pemerintah mengingat dampaknya terhadap kesehatan masyarakat yang valuasi ekonominya melebihi pertumbuhan ekonomi nasional," sambungnya.
Sebelumnya, pada Rabu (16/8/2023), Ahmad dan sejumlah elemen yang tergabung dalam Koalisi Ibu Kota beraudiensi dengan DPRD DKI Jakarta membahas penanganan polusi udara.
Sebelum pertemuan, mereka menggelar aksi damai di depan Balai Kota DKI Jakarta untuk mengungkapkan kekecewaanya terhadap Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, yang dinilai tak becus menangani soal masalah polusi di Jakarta.
Apalagi, Heru Budi sempat menganggap remeh polusi udara dengan leluconnya yang akan meniup polusi udara.
Safrudin menyebut salah satu langkah yang harus diambil pemerintah dalam penanggulangan polusi udara yakni melakukan razia emisi tak hanya kepada kendaraan namun juga pabrik industri.
Sebab, selama ini dia menilai aturan uji emisi hanya sebatas formalitas belaka.
"Berdasarkan kajian sumber pencemaran udara KPBB 2019 menunjukkan bahwa transportasi merupakan pencemar terbesar di Jakarta dan sekitarnya," katanya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci/Elga Hikari Putra, Kompas.com/Larissa Huda/Alinda Hardiantoro)