Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan laporan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) tahun 2015, menyebutkan bahwa Indonesia bukan kekurangan jumlah lulusan sekolah, namun kekurangan angkatan kerja dengan keahlian yang tepat.
Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka usia produktif Indonesia mencapai 20,46 persen pada tahun 2020.
Melihat kedua data tersebut bukan tidak mungkin angka persentase pengangguran akan terus meningkat sehingga diperlukan persiapan khusus dalam mencetak generasi muda yang cerdas dan produktif untuk mendorong capaian Indonesia Emas 2045.
Baca juga: Update Kasus Advent Pratama, Siswa SPN Kemiling yang Meninggal saat 3 Bulan Pendidikan Bintara
Chairman Mensa Indonesia, Satriadi Gunawan mengatakan, untuk mencetak generasi emas ini, Indonesia bisa belajar konsep pembelajaran yang digunakan Finlandia sebagai salah satu negara dengan model sekolah terbaik di dunia.
Finlandia menjadi negara dengan pendidikan terbaik karena bentuk pengajaran yang dipersonalisasi.
"Di negara tersebut, tidak ada ujian atau tes yang terstandarisasi namun menyesuaikan dengan kebutuhan dan kompetensi masing-masing individu bahkan murid di Finlandia akan memiliki satu orang guru yang sama selama enam tahun masa pendidikan mereka," kata Satriadi Gunawan saat peluncuran komitmen barunya yakni keragaman dalam kecerdasan di Jakarta belum lama ini.
Mensa Indonesia adalah sebuah komunitas intelektual global yang melibatkan individu-individu dari latar belakang yang beragam. Para anggota komunitas ini menunjukkan kemampuan intelektual yang luar biasa, seperti yang terbukti dengan mencapai skor dalam dua persen teratas dari tes IQ yang diawasi secara profesional.
Baca juga: Taman Pendidikan Al-Quran, Lembaga Pendidikan Nonformal di Masyarakat yang Miliki Peran Penting
Hal ini, kata dia dilandasi oleh kebutuhan yang berbeda dan gaya belajar bervariasi berdasarkan individu dan guru-guru di Finlandia dapat memperhitungkan hal ini karena mereka telah menemukan kebutuhan khas siswa sendiri.
Satriadi menambahkan di era yang terus berkembang ini, tidak dapat lagi mengukur kecerdasan hanya dengan parameter konvensional seperti dengan kecerdasan matematika.
"Mensa hadir dengan semangat menghapus batasan-batasan tersebut dan menyambut individu dari berbagai lapisan masyarakat, tak hanya yang mahir dalam matematika atau ilmu pengetahuan, namun juga mereka yang memiliki bentuk kecerdasan unik lainnya dan tujuan kami adalah membentuk mozaik kecerdasan yang beragam dan melintasi berbagai bidang pengetahuan," katanya.
Sebagai bagian dari inisiatif ini, Mensa Indonesia berkomitmen untuk memberikan wadah bagi semua individu yang ingin mengembangkan potensi intelektual dan mengorganisir forum-forum ilmiah yang mendorong diskusi yang merangsang pemikiran dan pertukaran ide.
"Kami juga menunjuk Mischka dan Devon, anak berprestasi pemenang lebih dari 100 medali Olimpiade Matematika dan Sains Internasional, sebagai Friends of Mensa untuk meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai yang diusung oleh Mensa agar dapat tersampaikan kepada masyarakat luas," katanya.
Mischka mengatakan, dirinya bersama Devon ingin membagikan semangat kami dalam mendorong anak muda Indonesia agar dapat berkompetisi di kancah internasional.
"Kami yakin, jika diiringi dengan persiapan akademik dan sosial yang kuat, generasi muda Indonesia dapat memiliki peran yang sentral dalam kancah internasional," kata Mischka.
Komitmen Mensa untuk mengembangkan potensi intelektual manusia khususnya di Indonesia juga mencakup upaya untuk mematahkan stereotip kelas sosial yang memperkuat ketidaksetaraan yang ditunjukkan salah satunya oleh Nurul Qomariyah sebagai anggota Mensa yang memiliki keterbatasan karena mengidap Asperger's Syndrome.
Akibat kondisi tersebut, Nurul mengalami keterbatasan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi secara efektif saat bersekolah.
Baca juga: Menimbang Dari Karier dan Pendidikan, Andika Perkasa Mengaku Cocok Jadi Menhan atau Mensesneg
Namun kondisi tersebut tidak menghentikan langkahnya untuk mengembangkan potensi intelektual. Dengan dukungan yang penuh dari orang tuanya, Nurul Qomariyah berhasil mengatasi hambatan tersebut dan memaksimalkan potensinya di bidang sosial dan humaniora.
Saat ini, ia telah berhasil menjadi seorang dosen paruh waktu di salah satu universitas swasta di Indonesia.
"Orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan spesial bahwasanya hal tersebut bukanlah akhir dari segalanya. Orangtua harus menerima terlebih dahulu kondisi keterbatasan anaknya, sehingga tidak bersifat denial dan dapat menentukan metode penanganan yang tepat," kata Nurul.
Dikatakannya dengan tekad dan dorongan yang sesuai, maka setiap individu dapat meraih impian dan mengembangkan potensi mereka dan perjuangannya dapat menginspirasi orang lain yang menghadapi rintangan serupa.
Mensa Indonesia secara konsisten melakukan advokasi terhadap kementerian dan lembaga pemerintahan terkait agar dapat mengakomodir anak dengan kebutuhan khusus.
Salah satu inisiatif penting yang saat ini masih dalam tahap eksplorasi adalah Pengayaan Modul Program Guru Penggerak oleh Mensa Indonesia, khususnya di bagian pengembangan intelegensi murid.
Tujuan dari program ini adalah memberikan informasi dan panduan kepada guru tentang cara menghadapi anak dengan kebutuhan khusus dengan pendekatan yang tepat dan memperhatikan aspek moral mereka.
"Melalui program Pengayaan Modul Program Guru Penggerak, Mensa Indonesia berupaya memberikan dukungan kepada para pendidik untuk mengoptimalkan potensi intelektual semua murid, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Dengan pendekatan yang inklusif, kami berharap upaya ini dapat menjadi bagian integral dari pencapaian Visi Indonesia Emas 2045 mendatang,” kata Director of Strategic Partnership Mensa Indonesia, Budi Handoko.