Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) didesak untuk mengakomodir kaum milenial dan generasi Z terkait dengan gugatan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Wakil Dekan FH Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Erfandi mengatakan, jumlah pemilih saat ini didominasi oleh kelompok milenial dan gen Z yang jumlahnya 56 persen dalam Pemilu serentak tahun 2024.
"Jadi dari aspek ketatanegaraan jumlah yang di dominasi oleh kaum milenial perlu di akomodir oleh konstitusi untuk dapat mendudukkan wakilnya baik sebagai capres atau cawapres termasuk anggota DPR RI dan kepala daerah. Karena itu hal yang lumrah dan konstitusional," kata Erfandi kepada wartawan, Rabu (30/8/2023).
Menurut Erfandi, MK perlu mempertimbangkan hal tersebut terkait dengan keputusan permohonan uji materi itu.
"Tidak mungkin pembuat kebijakan menegasikan jumlah pemilih milenial dengan membatasi capres dan cawapres atau kepala daerah yang masih muda," jelas Erfandi.
Pasalnya, kata Erfandi, asas Pemilu harus langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Baca juga: 3 Capres Maraton Isi Kuliah Kebangsaan di UI, Anies Sudah Datang, Ganjar-Prabowo Diundang September
Yakni, bagaimana bisa mewujudkan keadilan sebagai azas Pemilu apabila batas usia pemilih 17 tahun, namun hak dipilih 40 tahun.
"Ini kan enggak proporsional karena ada disparitas usia yang sanga jauh antara 17 tahun dengan 40 tahun," ucap Erfandi.
Lebih dalam, Erfandi berpandangan, kalau alasan MK tidak bisa memutuskan batas usia Capres dan Cawapres karena mau Open Legal Policy, perlu dipertimbangkan pula bahwa lembaga konstitusi tersebut pernah memutus perkara Open Legal Policy dengan dikeluarkan putusan MK Nomor 86/PUU/X/2012.
"Apalagi open legal policy itu juga ada batasannya misalnya UU yang dibuat DPR tidak boleh bertentangan dengan UUD dan mengikuti perkembangan zaman. Kalau dalam perkembangan pemilu 2024 di dominasi oleh pemilih milenial apa tidak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan milenial tersebut," kata Erfandi.
Baca juga: Nama Gibran Rakabuming Ternyata Turut Diusulkan jadi Cawapres Prabowo Subianto
Karenanya, Erfandi menekanakan, wajar apabila ada pihak yang tidak sepakat terhadap batasan usia 40 tahun dengan melakukan Judicial Review ke MK.
Menurutnya, itu adalah hak konstitusional setiap warga negara yang juga harus di hormati secara hukum.
"Memang secara prinsip di dalam Pasal 28 D ayat 3 UUD 1945 menjamin setiap warga negara untuk ikut dalam pemerintahan termasuk dalam hal menjadi Capres ataupun Cawapres. Sehingga dalam beberapa UU kemudian diturunkan mengenai syarat menjadi capres dan atau cawapres seperti pengaturan mengenai usia 35 tahun di dalam pasal 6 UU nomor 23 tahun 2003 dan pasal 5 UU 42 tahun 2008. Namun demikian perkembangan mengenai usia capres berubah menjadi 40 tahun di Pasal 169 UU 7 tahun 2017," tutupnya.