Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 6 korban pelanggaran HAM berat masa lalu peristiwa 1965-1966 yang berada di luar negeri menunjukkan minatnya untuk mengunjungi Indonesia setelah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berdialog dan menemui mereka di Belanda dan Ceko pada 27 dan 28 Agustus 2023.
Keenam orang mantan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang dicabut paspornya oleh pemerintah pada saat peristiwa 1965-1966 tersebut di antaranya adalah Sri Budiarti Tunruang (pemegang paspor Jerman) dan eks Mahid di Praha yakni Siswartono Sarodjo, Wahyuni Kansilova, Mihardja Ari, dan Tjokorda Agung.
Selain itu, kata Mahfud, ada seorang lagi eks Mahid di Den Haag Belanda yang juga menunjukkan minatnya untuk berkunjung ke Indonesia.
Keenam orang tersebut menyatakan ingin menggunakan fasilitas pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang disediakan pemerintah di antaranya berupa visa multiple entry untuk ke Indonesia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, tiga di antaranya visanya sudah terbit, sementara itu tiga lainnya sedang dalam proses pemenuhan administrasi.
Baca juga: Korban Pelanggaran HAM Berat 1965-1966 di Ceko: Kalau Jokowi Sudah Tidak Ada, Apa Ini Bisa Langgeng?
Selain ingin mengunjungi Indonesia, kata Mahfud, satu di antaranya yakni Tjokorda Agung juga menyatakan ingin dimakamkan di tanah kelahiranya di Bali.
Hal tersebut disampaikannya dalam Press Update Menko Polhukam Terkait Kunjungan Kerja di Turki, Belanda, Ceko, dan Korsel (2/9/2023) di kanal Youtube Kemenko Polhukam RI.
"Bapak Tjokorda Agung ini juga menitip pesan ingin mendapat visa tinggal di Indonesia bahkan juga mengajukan permohonan untuk bisa meninggal nanti di tanah kelahirannya di Bali," kata Mahfud dikutip Minggu (3/9/2023).
Baca juga: 2 Menteri Yakinkan Eks Mahid, Pemulihan Korban Pelanggaran HAM di Luar Negeri Tetap Jalan
"Kita proses ini sebagai sebuah permohonan tetapi segi-segi administratifnya masih akan dilanjutkan," sambung dia.
Mahfud mengatakan berdasarkan catatan Komnas HAM RI saat ini setidaknya ada 139 korban pelanggaran HAM berat peristiwa 1965-1966 mantan Mahid yang berada di luar negeri.
Mereka, kata dia, saat ini rata-rata berusia 80 tahun.
Pada saat peristiwa 1965-1966 terjadi, kata Mahfud, paspor mereka dicabut sehingga tak bisa pulang ke Indonesia.
Mereka, lanjut Mahfud, kemudian menjadi stateless (tanpa kewarganegaraan).
"Kemudian kawin mawin dengan penduduk setempat sehingga mendapat kewarganegaraan di negara asing. Ada yang memang minta kewarganegaraan melalui suaka politik, kemudian melalui naturalisasi, dan sebagainya mereka sudah punya kewarganegaraan di sana," kata Mahfud.
"Tetapi pemerintah sudah memutuskan berdasar Inpres nomor 2 tahun 2023, pemerintah memutuskan akan memberikan hak-hak konstitusional tentang hak kewarganegaraan mereka," sambung dia.
Sementara itu, Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan Kemenkumham baru saja menerbitkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No M.HH-05.GR.01.01 Tahun 2023 tentang Layanan Keimigrasian Bagi Korban Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat pada 11 Agustus 2023 lalu.
Berdasarkan beleid yang ada, kata Yasonna, para korban yang telah diverifikasi dapat repatriasi atau berkunjung ke Indonesia dengan lebih mudah dalam mendapatkan layanan keimigrasian untuk berkunjung ke Indonesia.
Artinya, lanjut dia, dengan aturan yang sudah ada maka eks MAHID dan para korban pelanggaran pelanggaran HAM berat di masa lalu yang berada di luar negeri bisa mendapatkan layanan pengurusan visa, izin tinggal, dan izin masuk kembali secara gratis.
"Bahwa berdasarkan aturan yang ada, para korban pelanggaran HAM berat yang berada di luar negeri bisa mendapatkan layanan gratis untuk mengurus visa, izin tinggal dan izin masuk kembali," kata Yasonna dilansir dari laman resmi Kemenmumham, kemenkumham.go.id pada Minggu (3/9/2023).
"Dikenakan tarif 0 (nol) Rupiah," kata Yasonna.
Untuk mendapatkan itu, eks MAHID harus mengajukan permohonan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ditempat eks MAHID menetap.
KBRI kemudian akan memproses dengan meneruskan permohonan ke Pemerintah Pusat.
Permohonan visa bagi eks MAHID diberikan oleh Menkumham atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk setelah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Yasonna juga menjelaskan jika mereka ingin kembali menjadi warga negara Indonesia, maka proses pengajuan pewarganegaraannya dapat dilakukan saat mereka berada di Indonesia.
"Untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia kembali, saudara dapat memprosesnya saat berada di Indonesia," kata Yasonna.