News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rabu Wekasan 2023 Jatuh pada Tanggal Berapa? Ini Jadwal dan Hukum Menurut Pandangan Islam

Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Suci BangunDS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rebo Wekasan. Berikut jadwal Rabu Wekasan 2023 dan hukumnya menurut pandangan Islam.

TRIBUNNEWS.COM - Berikut jadwal Rabu Wekasan 2023 dan hukumnya menurut pandangan Islam.

Mengutip dari laman budaya.jogjaprov.go.id, Rabu Wekasan berasal dari 2 kata bahasa Jawa yaitu Rebo dan Wekas.

Kata Rebo dalam Rabu Wekasan memiliki arti hari Rabu dan kata Wekas memiliki arti akhir sementara akhiran 'an' merupakan kata benda.

Sehingga Rabu Wekasan adalah hari Rabu terakhir dari bulan Safar, dikutip dari desasuci.gresikkab.go.id.

Jadwal Rabu Wekasan 2023

Baca juga: Kapan Shalat Hajat Tolak Bala Rabu Wekasan Dilakukan? Berikut Jadwal dan Tata Caranya

Rabu Wekasan merupakan upacara yang diadakan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, yaitu bulan ke-2 dari 12 bulan penanggalan Hijriyah.

Pada tahun 2023, Rabu Wekasan jatuh pada hari Rabu, 13 September 2023.

Sementara tradisi Rabu Wekasan adalah hari yang tidak tergantung pada hari pasaran dan neptu untuk melakukan suatu upacara adat di Jawa.

Sebagai informasi, tradisi Rabu Wekasan memiliki tujuan menolak bencana (Tolak Balak) dan wujud rasa syukur.

Biasanya kegiatan yang dilakukan adalah berdo'a, Sholat Sunnah dan bersedekah.

Tradisi Rebo Wekasan di Desa Jepang Kudus, Jawa Tengah (Tribun Jateng)

Hukum Rabu Wekasan Menurut Pandangan Islam

Terdapat hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang menjelaskan mengenai hukum meyakini datangnya malapetaka dalam Islam, dikutip dari tebuireng.online.

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Salah satu ulama yaitu al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali mengatakan, hadist tersebut adalah respons Nabi Muhammad SAW terhadap tradisi yang berkembang di masa Jahiliyah.

Ibnu Rajab menulis: “Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Shafar. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.” (Lathaif al-Ma’arif, hal. 148).

Hadits tersebut, menegaskan, tidak ada yang membedakan Bulan Shafar dengan bulan-bulan lainnya.

Sehingga bagi umat Islam, tidak boleh meyakini malapetaka yang terjadi di bulan Shafar.

Menurut pandangan Islam, meyakini malapetaka adalah salah satu jenis thiyarah (Pertanda buruk)

Sementara itu, Allah melarang umatnya untuk meyakini pertanda buruk.

(Tribunnews.com/Farrah Putri)

Artikel Lain Terkait Rabu Wekasan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini