"Dari hasil studi yang dilakukan menunjukkan bahwa makna Pancasila tersimpul dalam nilai-nilai Pancasila yang merupakan titik temu seluruh hakikat kehidupan masyarakat Indonesia," tuturnya.
Sudirta menegaskan perumusan nilai-nilai dalam Pancasila berkembang seiring dengan perumusan Pancasila itu oleh para pendiri bangsa. Namun, tetap mengakar pada konsepsi Soekarno bahwa Pancasila sebagai Philosofische Grondslag dan sebagai Weltanschauung.
"Pancasila sejatinya memberikan landasan visi transformasi sosial bagi ketatanegaraan Indonesia secara holisitik dan antisipatif," tegas Wayan Sudirta.
Menurut Sudirta, di dalam nilai-nilai Pancasila terdapat nilai-nilai yang mengandung nilai kultural (sila pertama, sila kedua, dan sila ketiga), nilai politik dan gotong royong (sila keempat), dan nilai materiil serta keadilan (sila kelima).
“Seluruh nilai tersebut saat ini belum benar-benar menjadi landasan ideologi kerja dan penyusunan platform kebijakan di semua lini dan ketatanegaraan Indonesia. Pancasila belum menjadi panduan dan haluan yang memudahkan perumusan prioritas pembangunan, pencanangan program kerja, serta pilihan kebijakan yang diperlukan,” ujar Anggota DPD RI periode 2004-2009 dan 2009-2014 ini.
Penafsiran Nilai Pancasila
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, Sudirta merekomendasikan bahwa penafsiran terhadap nilai-nilai Pancasila pada dasarnya membuka kebebasan untuk melakukan penafsiran sesuai dengan perkembangan peradaban bangsa Indonesia.
Dengan konsep tersebut, bukan saja revitalisasi dan reaktualisasi pemahaman nilai-nilai Pancasila yang harus dihadirkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, tetapi juga menjadikan Pancasila sebagai rujukan dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca juga: Megawati Beri Pembinaan Ideologi Pancasila kepada Para Menteri dan Pemangku Kebijakan
Untuk itu, Sudirta mendorong BPIP berperan sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam membangun kesadaran bangsa Indonesia untuk kembali memedomani Pancasila dengan mengonstruksikannya dalam tiga dimensi, yakni ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Pada masa kini, menurut Sudirta nilai-nilai Pancasila memerlukan pengembangan yang ampuh dengan mendekatkan kesenjangan antara ide-ide konseptual Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dengan perkembangan masa kini.
“Diperlukan pemahaman secara mendasar akan konsep-konsep pokok Pancasila dan kemampuan menjadikan Pancasila sebagai sandaran kritik atas ideologi-ideologi lain serta atas praktik penyelenggaraan negara, diakhiri dengan pedoman implementatif dalam usaha pemaknaan Pancasila,” tegas Sudirta.
Untuk itu, menurut Sudirta, perlu haluan negara yang mampu menderivasi konsep Pancasila menjadi lebih aktual dan implementatif. Oleh karena itu, MPR menjadi garda terdepan dan wajib diikuti oleh semua lembaga negara agar menjadi panduan dan program masing-masing lembaga.
Konsep Tri Hita Karana
Pada kesempatan itu, sebelum mengakhiri pandangannya, Sudirta menegaskan kembali secara prinsip aktuliasasi dari nilai-nilai Pancasila dalam bernegara harus kembalikan ide-ide Soekarno.
Dia menyebutkan masyarakat Bali nantinya akan memiliki peran yang signifikan dalam hal ini. Sebab, masyarakat Bali adalah masyarakat yang memegang teguh budaya dan nilai-nilai Hindu.
“Bentuk dan aktulisasi nilai-nilai yang dianut masyarakat Bali akan menjadi contoh dalam mengaktualisasikan Pancasila,” ujar politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem ini.