Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR telah mengesahkan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang salah satu substansinya terkait dengan zat adiktif berupa Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) terpisah.
Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita menyampaikan bahwa saat ini Kementerian Kesehatan tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan dalam bentuk Omnibus yang juga akan mengatur mengenai Pengamanan Zat Adiktif di dalamnya.
Menurutnya, hal ini tentunya tidak sesuai dengan mandat yang diberikan oleh UU.
Lebih jauh Garindra menilai pasal-pasal terkait Pengamanan Zat Adiktif, yakni pasal 435 hingga pasal 460, di RPP Kesehatan bukan lagi bersifat mengatur, melainkan berupa pelarangan yang sangat restriktif terhadap berbagai aktivitas industri dari hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan.
"Perlu dipahami bahwa industri hasil tembakau merupakan industri yang legal, dan ini telah dibuktikan berkali-kali melalui keputusan MK. Industri ini telah memberi banyak manfaat dari sisi penerimaan negara, lapangan pekerjaan, pertanian, investasi dan banyak hal lainnya," ungkap Garindra melalui keterangan tertulis, Rabu (27/8/2023).
"Membuat aturan yang restriktif kepada sebuah industri yang legal dan bermanfaat hanya akan menimbulkan banyak kerugian," tambahnya.
Garindra menyebut, ketentuan pengamanan zat adiktif dalam RPP Kesehatan akan merugikan industri rokok elektronik.
Dari mulai aturan kemasan, bahan tambahan, pelarangan iklan, pelarangan penjualan melalui e-commerce dan website, pelarangan pemajangan produk dan aturan-aturan lainnya akan merugikan Industri Hasil Tembakau (IHT), khususnya rokok elektronik.
Sebagai jalan tengah agar tidak berdampak negatif terhadap ekosistem industri rokok elektrik, Garindra mengusulkan RPP pengamanan zat adiktif dibuat terpisah dengan RPP Kesehatan.
"Kami mengusulkan ekosistem IHT, khususnya rokok elektronik, sebagai zat adiktif harus diatur terpisah dengan RPP untuk kesehatan. Hal ini agar tidak berdampak negatif terhadap ekosistem industri rokok elektronik," katanya.
Lanjut dia, industri hasil tembakau merupakan industri yang sangat luas, dan memiliki dampak yang sangat besar bagi perekonomian negara, sehingga perlu diatur dengan lebih fokus dan komprehensif.
"Sikap kami (APVI) menolak diaturnya zat adiktif di dalam RPP Kesehatan tersebut. Kami mendukung PP khusus untuk hasil tembakau dan rokok elektronik," ujarnya.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menegaskan, tak semestinya Kementerian Kesehatan diberikan kewenangan penuh terkait pengaturan zat adiktif. Seperti dalam RPP Kesehatan yang tengah digodok saat ini.
"Harusnya terkait ini (zat adiktif) tidak dimonopoli Kementerian Kesehatan sendiri, tapi juga melibatkan kementerian yang lain. Kan ada Kementerian Perdagangan atau Kementerian Pertanian," kata Trubus.
Ia menilai, peraturan terkait zat adiktif sangat berdampak besar pada sektor hulu seperti pertembakauan. Sehingga, sangat merugikan masyarakat khususnya para petani tembakau.