Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim persidangan Johnny G Plate dkk mempertanyakan keberadaan perantara saweran proyek tower BTS Kominfo ke Komisi I DPR dan BPK.
Untuk uang ke Komisi I DPR diduga melalui perantara Nistra Yohan, sedangkan BPK melalui Sadikin.
Keberadaan para perantara itu pertama kali dipertanyakan Hakim Anggota, Rianto Adam Pontoh yang kemudian ditegaskan Hakim Ketua, Fahzal Hendri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2023).
"Kalau Sadikin?" kata Hakim Rianto Adam Pontoh dengan suara samar-samar, sebab tak menggunakan mikrofon.
Baca juga: Sidang Korupsi BTS Kominfo Ungkap Pengambilan Rp 60 Miliar di Kantor Don Adam untuk Amankan Kasus
"Sadikin ada orangnya?" ujar Hakim Fahzal Hendri menegaskan.
Jaksa penuntut umum kemudian menjelaskan bahwa sosok Sadikin masih misterius keberadaannya.
"Sementara (Sadikin) kami belum menemukan, Yang Mulia," ujar jaksa penuntut umum.
Pun dengan Nistra Yohan, jaksa mengungkapkan masih belum terdeteksi hingga kini.
Meski demikian, kedua perantara itu sudah berkali-kali dipanggil tim penyidik Kejaksaan Agung.
Baca juga: Eks Menkominfo Johnny G Plate Bersaksi untuk Tiga Terdakwa Kasus Korupsi Proyek BTS Kominfo
"Belum kita deteksi keberadaannya. Nistra sudah kita panggil, Yang Mulia," kata jaksa penuntut umum.
Adapun fakta mengenai aliran dana ke Komisi I DPR disampaikan oleh terdakwa Irwan Hermawan yang merupakan teman eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif pada persidangan Selasa (26/9/2023).
Total yang diserahkan kepada Komisi I DPR melalui Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar sebanyak dua kali.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada Irwan Hermawan dalam persidangan.
"Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan.
Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya.
Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan.
Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra.
Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal.
"Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama.
Sementara untuk oknum BPK, diduga ada Rp 40 miliar mengalir ke sana.
Sama seperti ke Komisi I DPR, uang ke BPK juga diantar oleh Windi Purnama.
Windi saat itu bertemu langsung dengan perantara pihak BPK, Sadikin atas arahan Anang Achmad Latif.
"Nomor dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal. Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," ujar Windi Purnama.
Total uang yang diserahkan Windi untuk oknum BPK mencapai Rp 40 miliar.
Uang itu diserahkannya dalam satu tahap dalam bentuk mata uang asing tunai.
"40 miliar. Uang asing pak. Saya lupa detailnya. Mungkin gabungan Dolar AS dan Dolar Singapura," kata Windi.
Namun eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif membantah keterangan dua kawannya tersebut mengenai aliran dana ke Komisi I DPR dan BPK.
Di persidangan, Anang Latif mengaku tak mengenal Nistra dan Sadikin, serta tak pernah memberi perintah penyerahan uang ke mereka.
"Untuk Windi dan saudara Irwan, saya tidak kenal dengan saudara Sadikin dan saudara Nistra Yohan. Dan tidak pernah memerintahkan, baik kepada saudara saksi keduanya untuk memberikan uang kepada Sadikin dan Nistra Yohan," ujar Anang Latif.