TRIBUNNEWS.COM - Usia senja dan kematian, dua kata kunci ini mengikat pertunjukan perdana “The Smiling Old Women”, hasil kolaborasi Lab Teater Ciputat Indonesia dan Theatre Company shelf Jepang, pada 12 - 14 Oktober 2023 di Bentara Budaya Jakarta.
Kedua kata kunci ini ditarik dari dua naskah sumber yang menjadi inspirasi pertunjukan ini: cerpen Rintrik karya Danarto dan naskah Sotoba Komachi karya Yukio Mishima.
Usia senja dan kematian menjadi bahan diskusi utama dalam proses kreatif penciptaan pertunjukan ini.
Dua hal yang akan terus menjadi misteri bagi manusia.
Setelah dunia mengalami Pandemi Covid-19, pembicaraan tentang menua dan mati menjadi bagian dari diskusi keseharian.
Apa artinya menua dan mati? Dua hal yang tak dapat dijangkau oleh rasionalitas manusia dan memunculkan jalan mistik-spiritual yang berlandaskan pada keyakinan seseorang akan kehidupan.
Baca juga: Serunya Nonton Animasi Hidup di Digital Puppet World, Teater Imersif Pertama di Indonesia
Seperti apakah kehidupan setelah kematian? Adakah kehidupan yang abadi? Pertanyaan yang bermuasal dari hal-hal di luar pengalaman keseharian kita yang terus berusaha hidup.
Pertunjukan “The Smiling Old Women” mengeksplorasi pengalaman-pengalaman manusia terkait proses menua dan kematian.
Pengalaman manusia terkait kedua hal tersebut diwariskan turun-temurun melalui cerita, kata-kata bijak, gambar, musik, tarian, dan artefak.
Menua dan mati merupakan kejadian yang harus dilalui manusia untuk menyempurnakan hidupnya.
“The Smiling Old Women” berpijak dari pengalaman berhadapan dengan kematian yang digambarkan oleh Danarto dan Yukio Mishima melalui kedua tokoh utama perempuan tua, Rintrik dan Komachi.
Dari kedua tokoh utama ini dapat ditarik bagaimana arti menua, yang berarti akan melihat kematian itu berulang kali, hingga menjadi terbiasa.
Pada akhirnya, manusia akan mati.
Rintrik menghadapi saat kematiannya dengan penerimaan dan kesadaran penuh akan kematian yang akan ia hadapi.
Sementara Komachi menjadi jemu berhadapan dengan saat kematian karena ia mendapatkan hukuman karma yang berat untuk hidup abadi dan berulang kali menyaksikan orang-orang yang mencintainya mati.
Keduanya menampilkan paradoks dari sikap manusia menghadapi kematian.
Pijakan gagasan “The Smiling Old Women” dari Rintrik dan Komachi menumbuhkan gagasan kreatif untuk memosisikan sutradara dan aktor, serta tim artistik dalam posisi yang sama dengan kedua tokoh utama.
Semua manusia yang hidup memiliki persepsi terhadap proses menua dan mati.
Dari reservoir pengalaman dan ingatan inilah, ide dan gagasan tentang kedua hal itu terlahir.
Pengalaman berhadapan dengan kematian bukan hanya berarti mengalami kematian, namun juga merasakan kematian.
Melihat kematian, membau kematian, mendengar kematian, meraba kematian.
Kematian dapat menjadi pengalaman inderawi. Kematian tak harus juga menjadi sesuatu yang tragis dan menyeramkan, karena ternyata kematian dapat juga menjadi ajaib dan parodikal.
Pengalaman inilah yang akan dihadirkan oleh pertunjukan “The Smiling Old Women” kepada penonton.
Pertunjukan perdana “The Smiling Old Women” merupakan karya hasil kolaborasi yang telah berlangsung sejak 2020 dengan metode Crossing Text.
Yasuhito Yano dan Bambang Prihadi, kedua sutradara pertunjukan ini, membangun pendekatan crossing text dalam setiap tahapan proses pra produksi.
Sejak dimulai dengan pemilihan naskah, pembahasan dan pementasan karya, pelatihan keaktoran, dan pembahasan artistik dipayungi oleh pendekatan ini.
Dalam proyek kolaborasi yang telah berlangsung selama 4 tahun (2020 – 2023), komunikasi lintas budaya antara kedua grup ini dapat dirasakan dengan intens.
Bagi sebagian orang, pendekatan yang menitikberatkan pada proses dan hasil ini, tidak dapat dikatakan mudah, dengan dinamika dan konflik yang terus menerus diurai dan dipilin kembali.
Sebagaimana dirasakan oleh sutradara dan para aktor, pendekatan ini memungkinkan proses yang sangat terbuka dengan berbagai strategi dan metode, juga menghasilkan karya artistik yang sarat komunikasi lintas bahasa dan budaya.
Sutradara Theatre Company shelf, Yasuhito Yano, menjelaskan kesannya tentang kolaborasi ini, “Kami berbicara dalam bahasa yang berbeda, memiliki agama yang berbeda, dan latar belakang budaya yang berbeda. Terkadang, bahkan sesama orang Jepang pun, kami perlu berbicara secara hati-hati satu per satu untuk memastikan kita saling mengerti. Namun, itulah yang membuat kerja sama ini menarik. Terutama, kerja sama antara individu yang berbeda dalam bahasa, agama, dan budaya. Dan yang lebih penting, hidup bersama adalah tentang mengakui bahwa kita berbeda secara mendasar, memahami perbedaan itu, dan akhirnya menerima perbedaan tersebut.”
Linimasa Kolaborasi Crossing Text
2019-2020: Membangun kolaborasi berbasis crossing text
Juli 2020, menjadi titimangsa awal kerja kolaborasi yang dilakukan Laboratorium Teater Ciputat (LTC) dan Theatre Company shelf, Jepang (TCs).
Keduanya berkomitmen untuk menciptakan karya kolaborasi berdasarkan dua naskah utama yang dipilih sebagai dasar penciptaan, yaitu Rintrik karya Danarto (dari Indonesia) dan Sotoba Komachi karya Yukio Mishima (dari Jepang).
Oktober 2020, TCs pentas perdana “Rintrik” karya Danarto di Tokyo.
Selanjutnya, LTC dan TCs menyelenggarakan International Symposium #1 Crossing Text secara daring, untuk memperdalam dan memperkaya kajian atas kedua teks, Rintrik dan Sotoba Komachi.
November 2020, LTC menyadur bebas naskah Sotoba Komachi dan mementaskannya di Studio Hanafi, Indonesia.
Keduanya mengunggah hasil pertunjukan masing-masing di kanal Youtube. Setelah itu, LTC dan TCs mempresentasikan dokumentasi video pertunjukan masing-masing dan melakukan pembacaan kritis
2021: Membangun pelatihan keaktoran secara daring melalui crossing text method
Januari – Agustus 2021, pelatihan bersama dalam moda daring disusun oleh kedua sutradara, Bambang Prihadi dan Yasuhito Yano, dengan frekuensi satu kali dalam dua minggu.
Materi pelatihan disusun dalam semangat partisipasi. Pelatihan daring ini berpijak pada tema Mystery and Mystical.
Dari sini kedua sutradara menurunkan beberapa kata kunci antara lain perempuan tua, kematian, cinta, rasionalitas, kesepian, spiritualitas, kehilangan, keberjarakan, penyesalan dan kegagalan.
Kata kunci kegagalan kemudian disepakati menjadi kata kunci utama. Menimbang kedua tokoh perempuan mengalami kegagalan dalam aspek sosial yang dapat dilihat dari biografi keduanya, menunjukkan adanya permasalahan interaksi, komunikasi maupun kegagalan moralitas yang dihadapi oleh masyarakatnya.
2022: Presentasi konsep pertunjukan dan pertunjukan work in progress#1 dengan pendekatan crossing text and media
Maret 2022, International Symposium #2 diadakan secara daring dalam rangka presentasi konsep pertunjukan kepada publik terbatas yang mewakili berbagai profesi di dunia seni dan disiplin lainnya.
Hasil simposium ini akan digodok kembali untuk pengembangan dan penyempurnaan konsep pertunjukan.
Desember 2022, TCs dan sutradara menampilkan kembali pertunjukan “Rintrik”, merefleksikan hasil dari proyek Crossing Text sebelumnya.
“Rintrik” dipentaskan di Festival Teater Jakarta dan gelar wicara yang menarik dilakukan antara penonton dan anggota TCs.
Setelah itu, latihan bersama dan pertunjukan bertumbuh berjudul “Smiling Old Women” yang merupakan hasil persilangan kedua naskah ditampilkan di Gripa Studio, Jakarta.
2023: pertunjukan work in progress#2 dan produksi pertunjukan debut bersemangat crossing culture
15 – 28 Juni 2023, latihan bersama dan pertunjukan work in progress kedua untuk “The Smiling Old Women” di Morishita Studio-The Saison Foundation, Tokyo.
1 – 14 Oktober 2023, latihan bersama dan debut pertunjukan “The Smiling Old Women” yang merupakan presentasi keseluruhan hasil kolaborasi kepada publik di Bentara Budaya Jakarta. (*)