TRIBUNNEWS.COM -- Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) akhirnya dijemput paksa oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sebuah apartemen di Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023).
Usai 'penjemputan' tersebut mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini akan menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan pemerasan terhadap bawahannya di Kementerian Pertanian.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menyebutkan, penahanan terhadap anggota Partai Nasdem tersebut bakal diputuskan usai pemeriksaan.
Baca juga: Ahmad Sahroni Nilai KPK Bertindak Sewenang-wenang karena Jemput Paksa SYL
"Kita lihat dulu karena masih diperiksa oleh penyidik, tim memeriksa setelahnya tentu nanti akan ada pendapat ditahan atau tidak,” kata Ali kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Ali memastikan, apa yang dikerjakan tim penyidik KPK mulai dari menjemput paksa, memeriksa dan nantinya akan menahan atau tidak terhadap Syahrul Yasin Limpo dilakukan berdasarkan prosedur hukum.
Penyidik KPK taat aturan sesuai humum acara pidana berlaku terhadap perlakuan tersangka.
“Prinsipinya prosedur yang KPK lakukan patuh terhadap aturan yang ada. Itu kunci utama kami dalam bertindak termasuk upaya penangkapan terhadap SYL,” Ali menandasi.
Berdasarkan informasi, Syahrul Yasin Limpo tiba di KPK pukul 19.17 WIB, ia mengenakan topi dan masker serta jaket hitam.
Setibanya di KPK, SYL langsung dikawal ketat.
Ali Fikri mengatakan, Syahrul Yasin Limpo diamankan di salah satu apartemen kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Betul teman-teman ya. Jadi hari ini tadi tim penyelidik KPK melakukan penangkapan terhadap salah satu tersangka atas nama SYL di sebuah apartemen di Kebayoran Baru, Jaksel," kata Ali Fikri.
Ali Fikri menerangkan, Syahrul Yasin Limpo langsung diboyong ke Gedung Merah-Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian RI.
Baca juga: KPK Tangkap Syahrul Yasin Limpo Karena Takut Melarikan Diri dan Hilangkan Barang Bukti
Dalam kasus ini, SYL telah menyandang status sebagai tersangka.
"Saat ini sudah tiba di Gedung Merah-Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK," ujar dia.
Menuju Jakarta
Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meninggalkan Makassar menuju Jakarta, Rabu (11/10/2023) sekitar Pukul 21.40 Wita.
Syahrul Yasin Limpo bertolak ke bandara dari kediaman ibunya di Jl Haji Bau, Makassar.
Dia sebelumnya mendampingi ibunya Nurhayati yang terbaring sakit di rumah Jl Haji Bau, Makassar, Rabu (11/10/2023) malam.
Diketahui kondisi Nurhayati yang belum stabil menjadi alasan Syahrul Yasin Limpo belum meninggalkan rumah keluarganya itu.
Saat Syahrul Yasin Limpo berada di Makassar, KPK mengumumkan penetapannya sebagai tersangka.
"Izinkan saya menyampaikan dua hal. Pertama, kondisi dari Ibu dari Nurhayati Yasin Limpo, Ibunda dari Syahrul Yasin Limpo," kata ponakan Syahrul Yasin Limpo mewakili keluarga, Devo Khadafi.
Kondisi Nurhayati yang belum stabil lanjut Devo, membuat Syahrul tidak tega meninggalkan ibunya yang dalam perawatan.
"Kondisinya di dalam belum stabil. Masih naik turun, maklum orangtua sudah 90 tahun," ujar Devo.
"Tadi sempat batuk, poso (sesak), dan sempat agak susah untuk bernapas. Sekarang masih terus dijaga," sambungnya.
Kedua, lanjut Devo, keluarga besar Yasin Limpo sedang berada di dalam rumah semua untuk mendoakan, kesembuhan Ibu Nurhayati Yasin Limpo.
"Alhamdulillah (Syahrul) masih ada di dalam. Beliau mendampingi terus disamping Ibu Nurhayati Yasin Limpo," ucapnya.
Ketika kondisi Nurhayati sudah dinyatakan normal, lanjut Devo, Syahrul akan segera bergegas ke Jakarta untuk menjalani proses hukum yang dihadapi.
"Beliau (Syahrul) menyampaikan kalau kondisi ibu sudah membaik, beliau akan langsung kembali ke Jakarta. Beliau sudah berkomitmen untuk mengikuti semua proses hukum ke depannya," tegas Devo.
"Jadi sama sekali tidak ada beliau menghindar atau apa. Beliau akan mengikuti. Murni ini beliau hanya ingin mengunjungi ibunya yang sedang sakit," tegasnya lagi.
Jadi Tersangka Saat di Makassar
Syahrul Yasin Limpo sedang berada di Makassar, Sulawesi Selatan saat KPK menetapkan tersangka pemerasan dalam jabatan di Kementerian Pertanian.
Sehingga mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo tidak dapat memenuhi panggilan KPK saat statusnya jadi tersangka bersama dua pejabat lainnya.
Alasan Syahrul Yasin Limpo ada di Makassar karena menjenguk ibunya yang sakit dan janji akan penuhi panggilan KPK saat kembali ke Jakarta.
KPK mengumumkan tiga orang sebagai tersangka dalam korupsi di Kementan pada Rabu (11/10/2023).
Selain Syahrul Yasin Limpo, dua tersangka lainnya ialah Sekjen Kementan Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
KPK mengatakan Syahrul Yasin Limpo diduga meminta adanya penarikan uang secara paksa pada jajaran eselon I dan II Kementan.
Kebijakan itu turut dibantu oleh tersangka Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono.
"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD 4.000 sampai dengan USD 10 ribu," jelas Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Hasil penyidikan KPK mengungkap besaran uang korupsi pemerasan dan gratifikasi yang diterima ketiga tersangka berjumlah Rp 13,9 miliar.
Jumlah itu bisa terus bertambah.
Modus Pemerasan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, mengungkapkan modus yang dilakukan Syahrul Yasin Limpo (SYL), terkait kebijakan pungutan di Kementerian Pertanian (Kementan).
Tanak mengatakan, Syahrul melakukan pemungutan terhadap aparatur sipil negara (ASN) di eselon I dan II lewat anggaran yang sudah di-mark up.
Tak hanya anggaran di Kementan, Syahrul juga memungut uang dari mark up anggaran vendor yang bekerjasama dengan Kementan terkait proyek yang tengah dijalankan.
"Sumber uang yang digunakan di antaranya dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-mark up termasuk permintaan uang pada vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian," katanya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dikutip dari YouTube KPK RI.
Tanak mengungkapkan, pungutan ini dilakukan oleh Sekretaris Kementan, Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian di Kementan, Muhammad Hatta.
Pungutan itu, sambungnya, disetor ke Kasdi dan Hatta lewat beberapa cara seperti uang tunai, transfer, hingga dalam bentuk barang dan jasa.
Setelah diinstruksikan oleh Syahrul, Tanak mengatakan, Kasdi dan Hatta lalu menyuruh anak buahnya untuk mengumpulkan uang pungutan tersebut dengan jumlah bervariasi.
"(Jumlah pungutan) Dengan besaran nilai yang telah ditentukan oleh SYL dari kisaran senilai 4 ribu dolar AS-10 ribu dolar AS," kata Tanak.
Adapun pemungutan tersebut, dilakukan secara rutin tiap bulannya dan disetorkan terlebih dahulu ke Kasdi dan Hatta.
Tanak mengungkapkan, pungutan tersebut dilakukan demi pemenuhan kepentingan pribadi Syahrul seperti cicilan kartu kredit hingga pembayaran cicilan pembelian mobil.
"Penggunaan uang oleh SYL yang diketahui oleh KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," katanya.
Secara keseluruhan, Syahrul, Kasdi, dan Hatta telah menikmati uang hasil pungutan tersebut sebesar Rp 13,9 miliar.
Kendati demikian, Tanak mengatakan, pihaknya masih terus mendalami terkait total uang hasil pungutan yang telah dinikmati oleh mereka.
"Dan penelusuran lebih mendalam masih dilakukan oleh tim penyidik," tuturnya. (Tim Tribunnews.com)