Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyampaikan pihaknya menangkap Syahrul Yasin Limpo karena takut politikus Partai NasDem itu melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
"Tentu ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka ada alasan sesuai dengan hukum acara pidana, misalnya kekhawatiran melarikan diri."
"Kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti bukti yaitu yang kemudian menjadi dasar tim penyidik KPK kemudian melakukan penangkapan dan membawanya di Gedung Merah Putih KPK," ujar Ali Fikri di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis.
Di sisi lain, meskipun Syahrul sudah mengonfirmasi akan datang ke KPK pada Jumat ini, KPK tetap melakukan penangkapan karena mengetahui SYL sudah di Jakarta.
Pasalnya, Syahrul sempat bertolak ke Makassar pada Rabu (11/10/2023) untuk menjenguk ibunya yang sakit.
Pada hari itu pula, KPK memanggil Syahrul sebagai tersangka ke Gedung Merah Putih KPK.
"Iya betul ada panggilan itu. Tapi ini masih dalam rangkaian yang kemarin tentunya bahwa kami mendapatkan informasi yang bersangkutan kan sudah di Jakarta dari tadi malam, dan saya pikir sesuai dengan komitmennya yang kemarin kami sampaikan bahwa dia akan kooperatif semestinya datang hari ini ke KPK untuk menemui tim penyidik KPK," terang Ali Fikri.
Baca juga: Langkah KPK Jemput Paksa Syahrul Yasin Limpo Dinilai Pengamat Sudah Tepat, Ini Alasannya
Sebelumnya, KPK menangkap Syahrul Yasin Limpo bersama satu orang lain pada Kamis (12/10/2023) malam.
Rombongan penyidik yang membawa mantan Mentan itu berjumlah tiga unit.
Syahrul dibawa petugas dengan tangan diborgol.
Syahrul mengenakan kemeja putih dibalut jaket kulit hitam dan topi hitam bertuliskan ADC.
Saat itu, dirinya irit bicara ketika ditanyai sejumlah pertanyaan oleh awak media.
Ia pun langsung digiring menuju ke ruang pemeriksaan dengan pengawalan penuh petugas.
Baca juga: NasDem Pastikan Tak Bentuk Tim Pendampingan Hukum untuk Syahrul Yasin Limpo
Sebagai informasi, perkara ini juga menyeret mantan dua anak buah Syahrul, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Muhammad Hatta, yang juga menjadi tersangka.