TRIBUNNEWS.COM - Berikut alasan mengapa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri tak menghadiri pemanggilan penyidik Polda Metro Jaya.
Seyogianya, Firli dijadwalkan menghadapi pemeriksaan soal dugaan kasus pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Jumat (20/10/2023) hari ini.
Namun, ada dua alasan yang menyebabkan Firli Bahuri tak bisa menghadiri pemeriksaan.
Baca juga: Selain Alasan Ada Kegiatan Kedinasan, Firli Bahuri Mengaku Ingin Dalami Materi Pemeriksaan
Alasan pertama, Ketua KPK itu disebut sudah memiliki agenda kedinasan lain yang bertepatan dengan jadwal pemanggilannya hari ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak.
"Pertimbangan bahwa di hari ini, hari yang sama untuk dijadwalkan pemeriksaan atau pengambilan keterangan terhadap saudara FB selaku ketua KPK RI bersamaan dengan kegiatan kedinasan yang telah terjadwal sebelumnya," kata Kombes Ade, Jumat (20/10/2023).
Permintaan penundaan pemeriksaan terhadap Firli sebelumnya disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
"Mengingat pada waktu dan tanggal tersebut terdapat kegiatan yang telah teragenda sebelumnya, maka Ketua KPK belum dapat menghadiri panggilan dimaksud," kata Ghufron dalam keterangannya, Jumat (20/10/2023).
Namun, Ghufron tidak menjelaskan detail agenda yang dimaksud.
Kemudian, alasan kedua ialah Firli masih belum menguasai materi penyidikan dari Polda Metro Jaya.
Ia disebut masih memerlukan waktu untuk mendalami materi pemeriksaan.
"Pertimbangan yang kedua, diperlukan waktu untuk saudara FB atau Ketua KPK RI untuk mendalami materi pemeriksaan yang akan dilakukan penyidik Polda Metro aja," terang Kombes Ade.
Adapun, pemeriksaan Firli Bahuri telah dijadwalkan ulang. Ia akan dipanggil pada pekan depan.
"Jadwalnya adalah minggu depan dan hari ini kita akan kirimkan surat panggilan ulang," ucap Kombes Ade.
Sejauh ini, penyidik Polda Metro Jaya secara maraton melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Telah ada 52 saksi yang diperiksa dalam kasus ini.
Puluhan saksi tersebut terdiri dari SYL, Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, ajudan Ketua KPK, pejabat eselon I Kementerian Pertanian beserta pejabatnya dan lain-lain.
Lalu, dua eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan M. Jasin dengan kapasitas sebagai saksi ahli.
Kemudian, pihak kepolisian juga memeriksa pegawai KPK, yakni Direktur Pelayanan, Pelaporan, dan Pengaduan Masyarakat KPK Tomi Murtomo.
Naik Penyidikan
Sebagaimana diketahui, nama eks Mentan SYL terseret kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK saat pengusutan di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2021 lalu.
Kasus ini berawal dari adanya pengaduan masyarakat (dumas) ke Polda Metro Jaya soal dugaan pemerasan pada 12 Agustus 2023.
"Untuk pendumas atau yang melayangkan dumas yang diterima 12 agustus 2023 kami menjaga kerahasiaan pelapor untuk efektifitas penyelidikan," kata Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Kamis (5/10/2023) malam.
Selanjutnya, Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan langkah-langkah untuk memverifikasi dumas tersebut.
Setelahnya, pada 15 Agustus 2023 polisi menerbitkan surat perintah pulbaket sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan atas dumas itu.
"Dan selanjutnya pada tanggal 21 Agustus 2023 telah diterbitkan surat perintah penyelidikan sehingga kemudian tim penyelidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan serangkaian penyelidikan untuk menemukan apakah ada peristiwa pidana yang terjadi dari dugaan tindak pidana yang dilaporkan yang dimaksud," ungkapnya.
Kemudian, Ade mengatakan pihaknya mulai melakukan serangkaian klarifikasi kepada sejumlah pihak mulai 24 Agustus 2023.
Setelah itu, penyidik akhirnya menaikan status kasus pemerasan tersebut ke penyidikan dari hasil gelar perkara pada Jumat (6/10/2023).
Artinya ada tindak pidana yang dilakukan dalam kasus tersebut. Namun, hingga kini polisi masih merahasiakan sosok pelapor maupun pimpinan KPK yang dimaksud.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
(Tribunnews.com/Deni/Abdi Ryanda Shakti)