TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SSR) mendatangi DPR pada Selasa (24/10/2023).
Kedatangan mereka untuk mendesak DPR RI agar menggunakan hak angket terkait dugaan suplai senjata dan amunisi kepada junta militer Myanmar yang dilakukan BUMN Indonesia.
Koalisi memandang Kementerian pertahanan dan Kementerian BUMN juga tidak bisa lepas tanggung jawab dari persoalan tersebut dan perlu dipanggil untuk dimintai keterangan.
"Hal ini penting dilakukan mengingat dampak dari dugaan suplai senjata dan amunisi tersebut yang mengakibatkan krisis kemanusiaan di Myanmar yang semakin berlarut dan tidak kunjung usai," kata Al Araf Ketua Centra Initiative dalam keterangan pers yang terkonfirmasi pada Rabu (25/10/2023).
Pada 3 Oktober 2023 lalu, Marzuki Darusman, Feri Amsari, Myanmar Accountability Project (MAP), dan Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization yakni Za Uk Ling menyampaikan laporan kepada Komnas HAM.
Laporan tersebut perihal dugaan keterlibatan PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia dalam kegiatan jual beli dan pengadaan senjata dan peralatan ke militer junta melalui broker miliknya, True North Ltd.
Akan tetapi, tiga BUMN tersebut serta perusahaan induknya yakni DEFEND ID mengklaim tidak pernah terlibat dalam menyediakan alat pertahanan dan keamanan kepada militer junta.
DEFEND ID juga menegaskan patuh pada Resolusi PBB 75/287 yang melarang pengadaan senjata untuk junta.
Koalisi menilai, klaim tersebut jelas berbanding terbalik laporan yang disampaikan oleh empat tokoh di atas.
"Bahkan, PT Pindad melalui situs webnya menyatakan bahwa pada 24 Juli 2023 saat adanya kunjungan Presiden Joko Widodo, perusahaan alutsista ini mengonfirmasi amunisi yang dikirimkan ke Amerika Serikat dan beberapa negara Asia, salah satunya Myanmar," kata Al Araf.
Melihat urgensi untuk menginvestigasi dugaan lebih lanjut, Koalisi, kata Al Araf, memandang DPR memiliki peran penting untuk menindaklanjuti dugaan-dugaan yang tertera pada laporan tersebut.
Sebab, kata Koalisi, berdasarkan Pasal 79 Ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2014, DPR memiliki beberapa hak istimewa dimana salah satunya adalah Hak Angket.
Pada pasal tersebut, kata Al Araf, dijelaskan bahwa Hak Angket merupakan “Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.”
Baca juga: Marzuki Darusman Audiensi dengan Pimpinan Komnas HAM Soal Dugaan Bisnis Senjata BUMN dengan Myanmar
Al Araf menegaskan Komisi I dan VI DPR yang memiliki peran sentral dalam penggunaan hak angket.
Sebab, Komisi I membawahi Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri yang saling bersangkutan.
Kementerian Pertahanan, ujarnya, mengeluarkan lisensi memberikan lisensi ekspor senjata dimana Kementerian Pertahanan berperan dalam memberikan End User Certificate (EUC) sebagai transparansi penerima atau pemesan barang.
Sedangkan Kementerian Luar Negeri, kata Koalisi, yang memberikan pertimbangan konvensi atau peraturan internasional terkait embargo senjata kepada Myanmar.
Sementara Komisi VI membawahi kementerian BUMN memiliki peran penting untuk mengawasi 3 perusahaan komersil produk militer ini yang sepenuhnya milik negara atau merupakan state-owned enterprise dimana sudah sepatutnya ada kepatuhan yang harus dijalankan.
"Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SSR) mendesak Komisi I dan VI DPR RI mengimplementasikan Hak Angketnya untuk melakukan penyelidikan terhadap Kementerian Pertahanan dalam perizinan produksi dan pengiriman senjata ke militer junta melalui True North Ltd yang semakin memperburuk situasi krisis kemanusiaan di Myanmar," kata Al Araf.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SSR) tersebut terdiri dari (Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Centra Initiative, Imparsial, ELSAM, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), SETARA Institute, Forum De Facto, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Selain itu juga Amnesty International Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Corruption Watch (ICW), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Kemudian, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Human Rights Working Group (HRWG), Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat (LBHAP PP) Muhammadiyah).
Komnas HAM Diminta Selidiki
Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar sejak 2017 sekaligus mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman mendorong Komnas HAM menyelidiki dugaan keterlibatan tiga BUMN pertahanan Indonesia dalam tindakan-tindakan Junta Militer Myanmar yang menurutnya berkualifikasi pelanggaran HAM berat.
Marzuki mengatakan, selaku pelapor, ia telah menyampaikan dugaan keterlibatan PT PAL, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia dalam bisnis senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Menurutnya, dugaan yang didasarkan pada sumber-sumber terbuka dan sumber lainnya tersebut perlu penyelidikan lebih lanjut.
Marzuki mengatakan karena tindakan ketiga BUMN pertahana tersebut diduga bertentangan dengan Resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Hal tersebut disampaikannya usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan dan Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (23/10/2023).
"Ini tentu sesuatu yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut karena bersangkutan dengan satuan usaha Indonesia dalam transaksi persenjataan dan berlawanan dengan resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer di Myanmar," kata Marzuki.
"Tetapi yang lebih mendalam adalah bahwa Undang-Undang Hak Asasi Manusia Indonesia memungkinkan dan mengharuskan bahwa dugaan atau keterlibatan dari pihak Indonesia dalam pelanggaran-pelanggaran di Myanmar yang sudah berkualifikasi pelanggaran HAM berat perlu diselidiki duduk perkaranya," sambung dia.
Marzuki menduga pelanggaran HAM berat yang dilakukan Junta Militer Myanmar telah berlangsung sejak tahun 2017.
Selain itu, ia meyakini perdagangan senjata antara BUMN pertahanan Indonesia dengan Junta Militer Myanmar masih berlangsung setelah PBB menerbitkan resolusi tentang pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
"Pelanggaran HAM berat (junta militer Myanmar) itu sudah berlaku, sudah mulai sejak 2017. Jadi perdagangan senjata itu setelah keluarnya resolusi PBB dan setelah kudeta masih berlangsung. Karena itu pameran yang dilakukan oleh Pindad itu bulan Juli 2023. Dengan demikian ini sudah lama berlangsung dan tidak diketahui," kata dia.
"Dan dengan demikian Pindad baik langsung maupun tidak langsung, terlibat di dalam penindasan rakyat Myanmar," sambung dia.
Marzuki mengatakan holding BUMN pertahanan DEFEND ID berhak membantah dugaan tersebut.
Namun demikian menurutnya, DEFEND ID perlu mengklarifikasi perihal hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar.
"Ini semua didasarkan kepada adanya informasi yang terbuka yang dikeluarkan oleh PT yang bersangkutan bahwa mereka ada hubungan-hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar. Itu yang memerlukan klarifikasi," kata dia.
Untuk itu, ia juga mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.
"Selama tidak ada bantahan yang bersifat tertulis, tidak ada sesuatu yang sifatnya menyatakan bahwa itu tidak terjadi dan dibuktikan bahwa itu tidak terjadi, sulit bagi kita untuk mempercayai kalau tidak ada kesimpulan dari Komnas HAM," kata dia.
Marzuki mengaku patriotismenya kerap dipertanyakan karena mengadukan tiga BUMN tersebut.
Namun demikian, ia menegaskan kedatangannya ke Komnas HAM adalah untuk menyelamatkan harga diri politik luar negeri Indonesia.
"Jadi upaya kita di sini, kalau ditanya apakah ini patriotik atau tidak seorang Indonesia mengadukan kororasi pertahanannya sendiri? Kami datang ke sini untuk menyelamatkan harga diri politik luar negeri Indonesia," kata dia.
"Jadi nggak usah dipertanyakan patriotisme atau tidak, itu sering kali diajukan. Pada akhirnya kita tahu bahwa ini tidak akan ada penyelesaian kecuali bahwa ada kesimpulan sementara," sambung dia.
Komnas HAM Duga Ada Mal Administrasi
Komisioner Komnas HAM RI Hari Kurniawan mengatakan aduan yang disampaikan Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar sejak 2017 sekaligus mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dan sejumlah pelapor lainnya telah didistribusikan ke bagian pemantauan dan penyelidikan.
Ia mengatakan berdasarkan hasil analisa di tingkat pengaduan, terdapat dugaan mal administrasi dalam bisnis senjata yang diadukan dalam laporan tersebut.
Namun demikian, ia menyatakan dugaan tersebut masih harus didalami oleh bidang pemantauan dan penyelidikan.
"Sudah kami distribusikan ke Pemantauan dan penyelidikan. Ada dugaan mal administrasi dalam jual beli senjata, itu hasil analisa dari (bidang) pengaduan tapi masih harus didalami oleh bidang pemantauan dan penyelidikan," kata Hari ketika dihubungi Tribunnews.com pada Senin (23/10/2023).
Baca juga: Ombudsman Akan Mendalami Dugaan Suplai Senjata dari Indonesia ke Myanmar
Ketika ditanya lebih lanjut apakah sudah ada rencana pertemuan atau audiensi selanjutnya denga para pelapor, Hari mengatakan hal tersebut belum diputuskan.
Ia mengatakan hal tersebut harus dibicarakan lagi dengan semua Komisioner Komnas HAM.
"Belum diputuskan, harus dibicarakan lagi dengan semua komisioner," kata dia.
Dibantah DEFEND ID
Terkait dugaan tersebut, Tribunnews.com masih berupaya mengkonfirmasi lebih jauh DEFEND ID.
Namun demikian, DEFEND ID sebelumnya telah menegaskan tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca 1 Februari 2021.
Direktur Utama DEFEND ID, Bobby Rasyidin, mengatakan hal tersebut sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar.
DEFEND ID lewat PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding serta beranggotakan PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia, kata dia, mendukung penuh resolusi PBB dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar.
Sebagai perusahaan yang memiliki kemampuan produksi untuk mendukung sistem pertahanan yang dimiliki negara, kata Bobby, DEFEND ID selalu selaras dengan sikap Pemerintah Indonesia.
DEFEND ID, kata dia, juga selalu patuh dan berpegang teguh pada regulasi yang berlaku termasuk kebijakan politik luar negeri Indonesia.
DEFEND ID, lanjut dia, menegaskan bahwa PT Pindad tidak pernah melakukan ekspor ke Myanmar setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021.
"Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam ke Myanmar terutama setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar," kata Bobby dalam siaran pers yang terkonfirmasi pada Rabu (4/10/2023).
"Adapun kegiatan ekspor ke Myanmar dilakukan pada tahun 2016 berupa produk amunisi spesifikasi sport untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016," lanjut dia.
Baca juga: PP Muhammadiyah Minta Komnas HAM Investigasi Dugaan BUMN Pasok Senjata ke Junta Militer Myanmar
Demikian juga halnya dengan PTDI dan PT PAL, kata dia, dipastikan tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar.
"Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar," kata Bobby.