Hasil pendalaman KPK, kata Rudi, kasus suap dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum ini ketika melakukan penyelidikan dugaan korupsi proyek pengadaan peningkatan produksi dan nilai tambah holtikultura di Kabupaten Bondowoso.
Jadi bisa disimpulkan dua oknum kejari itu menerima suap saat menyelidiki dugaan korupsi.
Tidak disebutkan tahun berapa tender itu dimenangkan.
"Kebetulan tender dimenangkan dan dikerjakan oleh perusahaan milik tersangka YSS dan AIW," jelas Rudi.
Modusnya, kata Rudi, kasipidsus AKDS atas perintah kajari PT melaksanakan penyelidikan terkaut dugaan tindak pidana korupsi dalam peningkatan produksi holtikultura waktu.
"Selama proses penyelidikan berlangsung, YSS dan AIW melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan AKDS dan meminta agar proses penyelidikannya dapat dihentikan," ungkapnya.
Mendapat tawaran tersebut, kata Rudi, AKDS melaporkannya kepada PT dan ternyata permintaan dua pengusaha itu dikabulkan melalui kesepakatan.
"Ketika proses permintaan keterangan untuk kepentingan penyelidikan sedang berjalan, terjadi komitmen disertai kesepakatan antara YSS dan AIW dengan AKDS, sebagai orang kepercayaan PT untuk menyiapkan sejumlah uang sebagai tanda jadi," bebernya.
Berdasarkan hasil penyidikan, kata Rudi, dua pemenang tender tersebut menyerahkan uang kepada dua petinggi Kejari Bondowoso itu sebesar Rp 475 juta.
"Telah terjadi penyerahan uang pada AKDS dan PT sejumlah total Rp 475 juta dan hal ini merupakan bukti permulaan awal (uang panjar) untuk segera didalami serta dikembangkan," tegasnya.
Karena itu, Rudi menegaskan para tersangka ini akan ditahan selama 20 hari, terhitung mulai 16 November 2023 sampai 5 Desember 2023 di Rutan KPK untuk kepentingan penyidikan.
"Tersangka YSS dan AIW sebagai pemberi disangkakan dengan pasal 5 ayat 1 huruf A dan b Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," ulasnya.
Sedangkan Tersangka PJ dan AKDS sebagai Penerima, kata Rudi, mereka dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
"Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," tambahnya.