TRIBUNNEWS.COM - Simak inilah sejarah Persatuan Guru Republik Indonesia atau yang disingkat PGRI.
Guru-guru di Indonesia bernaung pada sebuah organisasi bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
PGRI didirikan pada tanggal 25 November 1945 dan tanggal itu ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional.
Baca juga: Jelang Hari Guru Nasional, PGRI Pastikan Tetap Solid
Diketahui, sebelum bernama PGRI, awalnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang berdiri pada tahun 1912.
Lantas, bagaimana sejarah singkat berdirinya PGRI 25 November 1945?
Sejarah PGRI
Melansir pgrimagelang.com, berdirinya PGRI berawal dari adanya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda.
Organisasi tersebut dikenal dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang berdiri pada tahun 1912.
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri atas para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah.
Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda, mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua yang menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah ditambah bahasa Melayu.
Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda.
Sejalan dengan itu, di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB).
Kemudian, organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.
Perjuangan guru bukan lagi berfokus pada perbaikan nasib serta kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, melainkan telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak "merdeka".
Pada tahun 1932, dengan penuh kesadaran, 32 organisasi guru yang berbeda-beda latar belakang, paham dan golongan sepakat bersatu mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Hal itu pun mengejutkan pemerintah Belanda karena penggunaan kata "Indonesia" yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disukai oleh Belanda.
Baca juga: Sejarah Hari Guru yang Diperingati pada 25 November, Ini Tema dan Pedoman Pelaksanaannya Tahun 2023
Namun, sebaliknya kata "Indonesia" ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Perjuangan PGI bukan lagi sekadar nasib guru, melainkan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan.
Pada zaman pendudukan Jepang, segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, dan Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, tepatnya tanggal 23-25 November 1945 berlangsung Kongres Guru Indonesia di Surakarta.
Kongres berlangsung di Gedung Somaharsana (Pasar Pon), Van Deventer School, Sekolah Guru Puteri (sekarang SMP Negeri 3 Surakarta).
Melalui kongres Guru Indonesia, segala perbedaan antara organisasi guru yang didasarkan perbedaan tamatan di lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, aliran politik, agama, dan suku sepakat dihapuskan.
Para pendiri merupakan guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk.
Mereka meniadakan perbedaan latar belakang dan sebagainya demi bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejak kongres Guru Indonesia (kongres ke-1 PGRI), semua guru Indonesia menyatakan bersatu dalam satu wadah PGRI.
Sejak lahirnya, PGRI bersifat unitaristik, independen, dan nonpartisan.
Keanggotaanya tanpa memandang ijazah, status, tempat bekerja, jenis kelamin, latar belakang agama, dan lain sebagainya.
Kelahiran PGRI sebagai wadah pemersatu guru yang sedang mengalami revolusi kemerdekaan merupakan manifestasi rasa tanggung jawab dan kesadaran kaum guru Indonesia dalam memenuhi kewajiban akan pengabdiannya serta partisipasinya kepada perjuangan menegakkan dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Para guru yang mengadakan kongres, serentak bersatu mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan:
1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan; dan
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, PGRI tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi profesi yang bersifat unitaristik, independen, dan nonpartisan.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan selalu diperingati setiap tahunnya.
(Tribunnews.com/Latifah)