TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejarah Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52 KORPRI tahun 2023.
HUT ke-52 KORPRI yang diperingati setiap tanggal 29 November, yang tahun ini jatuh Rabu, (29/11/2023).
Peringatan HUT ke-52 KORPRI 2023 bertepatan dengan berdirinya Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) pada 29 November 1971.
KORPRI dibentuk sebagai organisasi non partai yang netral dan tidak berpihak terhadap partai politik tertentu.
Penetapan berdirinya KORPRI ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971, yang merupakan wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia.
Melalui Keppres tersebutlah tanggal 29 November ditetapkan sebagai HUT KORPRI dan dirayakan setiap tahunnya.
Baca juga: Link Download Logo HUT ke-52 KORPRI 2023: JPEG, PNG, PDF, dan Vektor
Lantas bagaimana sejarah hari lahirnya organisasi KORPRI?
Sejarah HUT ke-52 KORPRI 2023
Mengutip laman BKPPD Pasuruan, berdirinya KORPRI bermula dengan sejarah panjang yang diawali pada masa pemerintah Hindia Belanda.
Pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda, yang berasal dari kaum bumi putera.
Kedudukan pegawai merupakan pegawai kasar atau kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajahan.
Saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Pada saat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pada 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, Pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1. Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI;
2. Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator);
3. Pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator).
Baca juga: Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad Hadiri Pencanangan HUT KORPRI di Gorontalo
Seluruh pegawai RI, pegawai RI non Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat, setelah pengakuan kedaulatan RI pada 27 Desember 1949.
Era RIS atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet.
Sistem ketatanegaraan menganut sistem multi-partai.
Para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri.
Sehingga departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu.
Dominasi partai dalam pemerintahan terbukti mengganggu pelayanan publik.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang seharusnya berfungsi melayani masyarakat (publik) dan negara malah menjadi alat politik partai.
Prinsip penilaian prestasi atau karier pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan.
Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental dengan partai darimana ia berasal.
Kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dengan Dekrit Presiden ini sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945.
Baca juga: TASPEN Kolaborasi dengan Korpri Tingkatkan Kesejahteraan ASN
Namun, dalam praktek kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah besar.
Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI dengan G-30S.
Pegawai pemerintah banyak yang terjebak dan mendukung Partai Komunis.
Pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor : 82 Tahun 1971 tentang KORPRI.
Berdasarkan Kepres pada 29 November 1971, KORPRI merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan.
Baca juga: Jokowi: Partai Boleh Banyak Tapi yang Melaksanakan dan Menentukan KORPRI
Tujuan pembentukannya Korps Pegawai ini adalah agar “Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI”.
Akan tetapi KORPRI kembali menjadi alat politik.
Memasuki Era reformasi muncul keberanian mempertanyakan konsep monoloyalitas KORPRI, sehinga sempat terjadi perdebatan tentang peran pegawai negeri dalam pembahasan RUU Politik di DPR.
Pada akhirnya dihasilkannya konsep dan disepakati KORPRI harus netral secara politik.
Setelah Reformasi, KORPRI bertekad untuk netral dan tidak lagi menjadi alat politik.
Para Kepala Negara setelah era Reformasi mendorong tekad KORPRI untuk senantiasa netral dengan berorientasi pada tugas, pelayanan, dan senantiasa berpegang teguh terhadap profesionalisme;
Serta berpegang teguh pada Panca Prasetya KORPRI PP Nomor 12 tentang Perubahan atas PP Nomor 5 Tahun 1999 muncul untuk mengatur keberadaan PNS yang ingin jadi anggota Parpol.
Maka dengan adanya ketentuan di dalam PP ini membuat anggota KORPRI tidak terlibat dalam partai politik apapun.
Oleh karena itu KORPRI hanya bertekad berjuang untuk mensukseskan tugas negara, terutama dalam melaksanakan pengabdian bagi masyarakat dan negara.
(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)