Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Uang korupsi tunjangan kinerja (tukin) pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disebut-sebut mengalir hingga ruang kerja pucuk pimpinannya.
Aliran uang itu digunakan untuk keperluan operasional direktur jenderal (Dirjen) dan sekretarisnya.
Fakta tersebut terungkap dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (30/11/2023).
Dalam persidangan tersebut, Kepala Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Nur Hasanah membeberkan bahwa sebagian dari Rp 27 miliar yang dikorupsi sampai ke lantai 2 Gedung Ditjen Minerba ESDM yang merupakan ruang kerja Dirjen dan Sekretaris Dirjen.
"Keperluan kantor, saya sih pernah dapat informasi dari saudara Lernhard memang saudara Lernhard sempat membiayai untuk keperluan sehari-hari di lantai 2," ujar Nur Hasanah, Kepala Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM saat bersaksi dalam persidangan.
Baca juga: Fakta Persidangan: Auditor BPK Kecipratan Uang Korupsi Tukin Ditjen Minerba ESDM
"Maksudnya lantai 2 apa?" tanya jaksa penuntut umum KPK.
"Lantai 2 itu ada di situ kan ada ruangan Pak Dirjen dan Sesdirjen, pak," jawab Hasanah.
Fasilitas untuk operasional Dirjen dan Sesdirjen Minerba itu terus mengalir selama tiga periode, 2020 hingga 2022.
Hal itu diketahuinya dari pengakuan staf pejabat pembuat komitmen (PPK), Lernhard Febian Sirait yang merupakan salah satu terdakwa dalam perkara ini.
Secara administratif, pembiayaan untuk pimpinan Ditjen Minerba itu dimasukkan ke kategori anggaran operasional non-budgeting.
Baca juga: Kasus Korupsi Tukin Pegawai Kementerian ESDM, KPK Periksa Idris Froyoto Sihite
"Saya pernah dapat informasi dari saudara Lernhard seperti itu. Dan itu hanya di tahun 2022 pada saat saudara Lernhard menjadi PPK," katanya.
"Ada istilah yang berkembang di Kementerian ESDM itu anggaran operasional nonbudgeting?" tanya jaksa penuntut umum KPK.
"Saya pernah dengar, tapi saya tidak tahu," kata Hasanah.
Selain untuk pimpina Ditjen Minerba ESDM, hasil korupsi tukin Rp 27 miliar juga mengalir kepada auditor BPK.
Pemberian itu berupa hampers dan jam tangan mewah.
Sayangnya, tak diungkapkan identitas auditor yang menerima tersbut.
"Saudari Christa (terdakwa) menginfomasikan bahwa ada sebagian uang yang didapat itu diberikan ke BPK berupa hampers dan jam tangan. Jam tangannya juga bukan jam tangan yang murah-murah gitu," ujar Nur Hasanah.
Uang untuk membeli hampers dan jam tangan mewah itu disebut Hasanah berasal dari manipulasi tukin yang dilakukan 10 anak buahnya selama tiga tahun.
Namun katanya, dia tidak tahu-menahu soal manipulasi tukin tersebut, meski setiap hari berkomunikasi dengan anak buahnya.
"Itu adalah uang hasil dari manipulasi. Kami setiap hari berkomunikasi pak. Tapi kalau manipulasi kan tidak mungkin mereka mendiskusikan dengan saya," ujarnya.
Hasil dari pemberian itu, BPK tidak pernah melaporkan temuan manipulasi tukin yang dilakukan para pegawai Ditjen Minerba Kementerian ESDM selama tiga tahun, sejak 2020 hingga 2022.
Padahal, BPK selalu mengaudit keuangan Ditjen Minerba sebagai instansi pemerintahan.
"Saya melihat setiap tahun itu BPK melakukan audit dan tidak pernah ada temuan pak," kata Hasanah.
Sebagai informasi, keterangan Nur Hasanah ini diberikan dalam sidang lanjutan kasus korupsi tukin di Ditjen Minerba ESDM atas 10 terdakwa yang merupakan anak buahnya.
Para terdakwa itu ialah: pegawai Sub Bagian Perbendaharaan, Priyo Andi Gularso; pejabat pembuat komitmen (PPK), Novian Hari Subagio; staf PPK, Lernhard Febian Sirait; Bendahara Pengeluaran bernama Abdullah; Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo; PPK Haryat Prasetyo; Operator SPM, Beni Arianto; Penguji Tagihan, Hendi; PPABP, Rokhmat Annasikhah; serta Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi, Maria Febri Valentine.
Mereka telah didakwa mengorupsi tukin senilai Rp27,6 miliar.
“Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp27.616.428.154 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut,” sebagaimana tertera pada dakwaan jaksa penuntut umum KPK.
Menurut jaksa, para terdakwa telah mencairkan dana Ditjen Minerba Kementerian ESDM yang berasal dari tunjangan kinerja tahun anggran 2020-2022 yang tidak terserap.
“Dengan memanipulasi jumlah tunjangan kinerja bulanan yang diterima dengan cara menaikan jumlah tunjangan kinerja dari yang seharusnya diterima dan diberikan beberapa kali dalam setiap bulanya," katanya.
Atas perbuatanya, mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.