Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G77 dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam rangkaian World Climate Action Summit (WCAS) COP28 di Dubai, Persatuan Emirat Arab (PEA), Sabtu (2/12/2023).
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa COP28 merupakan salah satu wadah untuk memperkuat implementasi dalam melakukan aksi nyata dalam penanganan perubahan iklim.
“COP28 harus menjadi ajang untuk perkuat implementasi bukan ajang untuk pertunjukan ambisi. Prinsip Paris agreement harus jadi pedoman bahwa tanggung jawab harus dibagi sesuai kemampuan nasional,” kata Jokowi dikutip dari Sekretariat Presiden.
Untuk itu, Presiden Jokowi menyatakan Indonesia mendukung G77 dan RRT, serta turut mengajak semua pihak untuk melakukan aksi bersama.
Kepala Negara pun menyampaikan tiga poin yang dapat dilakukan.
Baca juga: Jokowi Paparkan Langkah Indonesia Capai Net Carbon Sink Hutan dan Lahan
Pertama, Presiden Jokowi mengundang seluruh pihak melakukan penguatan kerja sama selatan-selatan dengan menghidupkan kembali semangat Bandung.
Hal tersebut dikarenakan solidaritas kesetaraan dan kolaborasi sangat diperlukan dalam penanganan perubahan iklim global.
“Melalui kerangka kerja sama Selatan-Selatan, Indonesia telah memberikan pelatihan penanganan iklim untuk kawasan Afrika, Asia Selatan, Amerika Latin, Karibia, dan Pasifik,” lanjutnya.
Baca juga: Jokowi Paparkan Langkah Indonesia Capai Net Carbon Sink Hutan dan Lahan
Poin kedua yang disampaikan yaitu menjadikan negara berkembang sebagai bagian dari solusi.
Presiden menjelaskan bahwa keketuaan Indonesia pada konferensi internasional telah menghasilkan sejumlah aksi dan pandangan menghadapi perubahan iklim global.
“Keketuaan Indonesia di ASEAN telah wujudkan taksonomi ASEAN. Presidensi G20 Indonesia membentuk skema pembiayaan campuran dan platform negara. Bursa karbon Indonesia juga sudah beroperasi sejak September lalu,” sambung Presiden Jokowi.
Pada pidatonya, Presiden juga menekankan pentingnya kohesivitas dan inklusivitas dalam pemenuhan agenda global.
Presiden mendorong inventarisasi global atau global stocktake dapat merefleksikan kebutuhan pendanaan negara berkembang serta komitmen negara dari negara maju yang belum terpenuhi.
“Struktur pendanaan loss and damage jangan berbentuk hutang yang membebani dan harus mudah diakses,” imbuhnya.
Selain itu, transparansi dan kepastian dalam target pendanaan baru secara kolektif harus dilakukan dengan didukung sumber daya dan teknologi yang memadai.
“Melalui upaya kita bersama, G77 and China dapat menjadi motor penggerak agenda iklim dunia,” ujar Presiden.