TRIBUNNEWS.COM - Tersangka kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Firli Bahuri, kembali menyampaikan surat pengunduran dirinya sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Firli Bahuri telah mengajukan surat pengunduran dirinya sebagai Ketua KPK, tetapi ditolak oleh Istana karena tak sesuai dengan Undang-Undang (UU) KPK.
Istana menolak surat Firli Bahuri karena tak sesuai dengan Pasal 32 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Pada hari Jumat kemarin (22/12/2023) pukul 15.56 WIB saya mendapat informasi bahwa surat saya tersebut tidak dapat diproses," kata Firli Bahuri dalam keterangan tertulis, Senin (25/12/2023).
Baca juga: Usai Ditolak Istana, Firli Bahuri Kembali Kirim Surat Pengunduran Diri Sebagai Ketua KPK
Firli lantas menjelaskan surat pengunduran diri itu telah ia revisi dan kembali dikirimkan ke Istana melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno.
"Adapun surat pengunduran diri saya dari pimpinan KPK (yakni sebagai) ketua merangkap anggota telah saya sampaikan kepada Mensesneg pada hari Sabtu tanggal 23 Desember 2023."
"Selanjutnya saya menunggu arahan dan keputusan Presiden," ujarnya.
Sebelumnya, Firli Bahuri telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai Ketua KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Sekretariat Negara pada Senin (18/12/2023).
Namun, ternyata pengunduran diri tersebut belum bisa diproses karena dalam suratnya itu, Firli menuliskan 'berhenti', bukan 'mengundurkan diri'.
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, Jumat (22/12/2023).
"Keppres pemberhentian Bapak Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK belum bisa diproses lebih lanjut karena dalam surat tersebut, Bapak Firli Bahuri tidak menyebutkan mengundurkan diri, tetapi menyatakan berhenti," terangnya.
Penjelasan Ketua Sementara KPK
Sementara itu, surat penolakan dari pihak Istana Negara juga sudah diketahui oleh KPK.
Surat tembusan dari Istana Negara itu diterima Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, Jumat.
"Surat tembusan. Bahwa pernyataan berhenti dari Pak Firli belum bisa ditindaklanjuti Setneg," kata Nawawi Pomolango dalam keterangannya, Minggu (24/11/2023).
Nawari menjelaskan, pihak Setneg belum bisa menindaklanjuti surat tersebut karena Firli dalam suratnya menyampaikan permintaan untuk diberhentikan dan tidak diperpanjang masa jabatannya, bukan meminta pengunduran diri.
Permintaan berhenti atau tidak diperpanjang seperti itu ternyata tidak masuk ke dalam syarat-syarat pemberhentian Ketua KPK.
Untuk memberhentikan seorang Ketua KPK, terdapat mekanisme yang diatur dalam Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang KPK, yakni:
Pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana, berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari tiga bulan, mengundurkan diri, dan dikenai sanksi berdasarkan undang-undang ini.
"Surat kemarin dari beliau itu bukan surat pengunduran diri, tapi pernyataan berhenti."
"Nah, pernyataan berhenti ini tidak termasuk dalam klasifikasi pemberhentian dalam Undang-undang sehingga tidak dapat ditindaklanjuti," jelas Nawawi.
(Tribunnews.com/Deni/Abdi Ryanda Shakti/Abdul Qodir)