News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPG dan Total Politik Selenggarakan Peluncuran dan Diskusi Buku Karya Fadjroel Rachman

Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan Total Politik menyelenggarakan peluncuran dan diskusi dua buku karya M. Fadjroel Rachman, yakni Indonesia Memilih Presiden dan Catatan Bawah Tanah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan Total Politik menyelenggarakan peluncuran dan diskusi dua buku karya M. Fadjroel Rachman.

Kedua buku tersebut ialah Indonesia Memilih Presiden (disertasi doktoral di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia) dan Catatan Bawah Tanah (kumpulan sajak).

Dalam Indonesia Memilih Presiden, Fadjroel tidak hanya berhasil mengklasifikasikan empat kelas sosial utama di Indonesia.

Ia juga memaparkan faktor kepemilikan kapital yang turut memengaruhi serta membentuk habitus masing-masing kelas.

Perbedaan signifikan tiap-tiap kelas sosial memberikan wawasan mendalam dalam proses demokratisasi Indonesia yang terus berkembang.

Dengan memadukan pendekatan komunikasi politik dan teori kelas sosial Pierre Bourdieu, buku ini menganalisis perilaku pemilih di tiap-tiap kelas sosial dalam hal pemrosesan informasi untuk memproduksi opini politik dan menentukan pilihan politik.

Bagaimana Fadjroel melihat kelas menengah profesional yang berpendidikan tinggi, memiliki jumlah dan komposisi kapital yang cukup besar, dan habitus untuk mengakumulasi kapital secara kompetitif dan fair, dapat mengubah kuasa ortodoksi menjadi heterodoksi?

Lebih jauh lagi, apakah studi yang dilakukan pada 2018-2019 tersebut masih relevan untuk memahami demokrasi hari ini?

Adapun Catatan Bawah Tanah adalah kumpulan sajaknya ketika ia ditahan di empat penjara oleh rezim Orde Baru.

Buku puisi ini sebelumnya pernah diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada 1993.

Untuk edisi kali ini, ada dua puisi baru yang luput dari penerbitan yang pertama.

Beberapa bulan setelah penerbitan pertama, buku ini diulas oleh Goenawan Mohamad dalam “Catatan Pinggir” di majalah Tempo (“Bui”, 20 November 1993).

“Kenapa justru menulis puisi?”

“Sutan Sjahrir, dari pulau buangan, melahirkan catatan-catatan permenungan tidak dalam sajak. Tan Malaka menuliskan teori perjuangan. Pramoedya Ananta Toer antara lain novel-novel tebal. M. Fadjroel Rahman mungkin memilih puisi karena puisi lebih cocok untuk dirinya, dan bisa seperti secarik kertas yang mudah disembunyikan,” tulis Goenawan.

Goenawan menyoroti sajak-sajak dalam Catatan Bawah Tanah yang disusun melalui kata-kata abstrak dan ditulis dengan huruf kapital cukup menonjol.

Bagi Goenawan, hal itu merupakan dunia konkret yang dialami penulisnya telah tenggelam dalam kegelisahan untuk bertindak.

“Puisi dari penjara ini sekaligus juga puisi aktivis: grafiti kemarahan di tembok sel, gema kegeraman sendiri di ruang tertutup, pernyataan hasil renungan yang tidak ingin bimbang,” ujar Goenawan.

Lantas bagaimana puisi-puisi dalam Catatan Bawah Tanah dilihat melalui konteks hari ini?

Dua buku ini akan diulas oleh Fachry Ali dan Dhianita Kusuma Pertiwi.

Fachry Ali adalah intelektual publik yang puluhan tahun telah berkutat dengan isu sosial dan demokrasi.

Tahun lalu ia menerima penghargaan Ahmad Bakrie Award untuk bidang pemikiran sosial.

Sementera Dhianita Kusuma Pertiwi adalah intelektual muda perempuan yang minat fokusnya adalah kesusasteraan dan sejarah.

Acara peluncuran dua buku ini hendak merayakan ilmu, kebudayaan, dan kesusasteraan di tengah masa politik yang mungkin menjenuhkan kita akhir-akhir ini. Acara ini terlaksana atas kolaborasi KPG dengan Total Politik.

Biografi Singkat Pembahas

M. Fadjroel Rachman

Lahir di Banjarmasin, 17 Januari 1964. Dia pernah kuliah di Jurusan Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB).

Terlibat Peristiwa 5 Agustus 1989 ITB, yakni demonstrasi menolak kehadiran Menteri Dalam Negeri Jenderal (Purn.) Rudini serta menuntut Presiden Soeharto mundur, dia divonis 3 tahun pidana dan ditahan di Penjara Militer Bakorstanasda, Bandung; Rutan Kebonwaru, Bandung; Lapas Batu, Nusakambangan; dan Lapas Sukamiskin, Bandung.

Selama di ITB, Fadjroel aktif sebagai Presiden Grup Apresiasi Sastra (1985–1986), Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan (PSIK), Badan Koordinasi Unit Aktivitas (BKUA; sebagai pendiri), Badan Koordinasi Mahasiswa Bandung (BKMB), Komite Pembelaan Mahasiswa (KPM), serta majalah Ganesha (sebagai pemimpin redaksi).

Dia juga pernah aktif di klub diskusi kebudayaan Kelompok Sepuluh Bandung, Yayasan Tunas Indonesia (1992), dan Lingkar Muda Indonesia.

Atas rekomendasi Mochtar Lubis, pada 1992 Fadjroel melanjutkan pendidikan S-1 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Jurusan Manajemen Keuangan).

Setelah itu, dia menempuh S-2 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan meraih magister hukum dengan kekhususan hukum ekonomi.

Dia menuntaskan S-3 Ilmu Komunikasi dengan kekhususan komunikasi politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada 2021.

Pada 1998, sebagai eksponen gerakan Reformasi, dia menjabat Presidium Forum Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia atau Forum Wacana UI, kini bernama Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (HMPI).

Sejak mahasiswa, Fadjroel aktif menulis opini di harian Pikiran Rakyat (Bandung), Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, dan lain-lain.

Kini, dia aktif sebagai anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB), anggota Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), anggota Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), mengelola Pedoman Research and Communication (PRC), dan anggota Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI).

Selain itu, Fadjroel pernah bergabung dengan South East Asia Forum for Development Alternatives (SEAFDA), juga menjadi anggota Asia Pacific Youth Forum (Tokyo) dan presenter gelar wicara di Indosiar, TVRI, SunTV (grup RCTI), JakTV, serta radio JakNews FM.

Dalam kesusastraan, karyanya diterbitkan dalam Antologi Puisi Pesta Sastra Indonesia (Pikiran Rakyat dan Kelompok Sepuluh Bandung, 1985), Catatan Bawah Tanah (YOI, 1993), Sejarah Lari Tergesa (Gramedia, 2005. Nominee Khatulistiwa Literary Award 2005), Bulan Jingga Dalam Kepala (novel, Gramedia, 2007), Dongeng Untuk Poppy (Bentang Pustaka,
2007. Nominee Khatulistiwa Literary Award 2007), dan Labirin Cinta (sebagian sudah dibacakan dalam Temu Penyair Akhir Tahun 2022 Bandung, Menyapa Kata Menyapa Kita).

Sajak-sajaknya dimuat dalam majalah sastra dan kebudayaan Horison, harian Kompas, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Banjarmasin Post, dan lain-lain.

Fadjroel menjadi Presiden Komisaris PT Adhi Karya (Persero) Tbk (2015–2019) dan Juru Bicara Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (2019–2021).

Sejak 2021–sekarang, dia menjabat Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Republik Kazakhstan dan Republik Tajikistan.

Fachry Ali

Fachry Ali adalah penulis dan intelektual publik di bidang budaya dan politik.

Ia menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan gelar Master of Arts dalam Sejarah Asia Tenggara, Monash University, Clayton, Melbourne, Australia, 1994.

Hingga hari ini tulisantulisannya tersebar di Prisma, Indonesian Quarterly, Tempo, Gatra, Kompas, The Jakarta Post, Bisnis Indonesia, dan Republika.

Sejumlah bukunya yang telah terbit antara lain Islam, Pancasila dan Dinamika Politik (1984), Agama, dan Etika Kekuasaan (1996), dan Antara Pasar dan Politik, BUMN di Bawah Dahlan Iskan (2013, Ditulis bersama R. J. Lino).

Ia pernah mendapat penghargaan Penulis Terbaik tentang Ekonomi Pedesaan dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) pada 1981; Perintis Penerapan Ilmu-ilmu Sosial dalam Studi Agama dari Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2007; dan yang terkini Ahmad Bakrie Award untuk bidang pemikiran sosial pada 2023.

Dianita Kusuma Pertiwi

Dianita Kusuma Pertiwi merupakan penulis, penerjemah, dan editor yang berdomisili di Jakarta.

Pada 2020 ia menjadi co-founder Footnote Press dan menjadi redaktur penerbit tersebut.

Karya-karya fiksi dan non-fiksi yang ditulisnya berfokus pada peristiwa pelanggaran HAM 1965-66. Karya terbarunya meliputi Rumah Dukkha (2023), kumpulan cerpen tentang trauma yang dialami oleh mantan tahanan politik Orde Baru dan orangorang di sekitarnya, serta Mengenal Orde Baru (2021), ensiklopedia berisi 167 entri esai pendek tentang istilah istilah yang kerap digunakan pada era Orde Baru.

Setiap akhir pekan ia menerbitkan artikel di laman Medium. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini