Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan pihaknya sempat mencari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dalam giat operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar Kamis, 25 Januari hingga Jumat, 26 Januari 2024.
Namun, dalam upaya pencarian selama dua hari itu, tim KPK tak juga dapat menemukan keberadaan Gus Muhdlor, sapaan Ahmad Muhdlor Ali.
"Secara teknis pada hari Kamis sampai Jumat itu kami sudah melakukan secara stimultan mencari yang bersangkutan, jadi tidak benar kalau kemudian jeda sampai 4 hari ini itu adalah kami menghindari, jadi tidak ada itu," ucap Ghufron dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2024).
Pernyataan Nurul Ghufron itu sekaligus menjawab soal mengapa KPK baru mengumumkan kasus dan tersangka setelah empat hari.
Karena biasanya KPK menggelar jumpa pers 1x24 jam setelah OTT.
"Biasanya 1 kali 24 jam, ini kok lebih. Tentunya karena itu juga, salah satunya kita sedang berusaha untuk melengkapi, bukan hanya buktinya, tapi juga melengkapi pihak yang semestinya turut dipertanggungjawabkan dalam kasus ini,” kata Ghufron.
Baca juga: KPK Tetapkan Kepala Sub Bagian BPPD Tersangka dari Hasil OTT Sidoarjo
Ghufron mengatakan, selama empat hari penyidik memperkuat alat bukti dalam kasus itu.
Selain itu, pihaknya sedang mengembangkan kasus tersebut untuk membuka potensi tersangka lain.
“Kami kemarin masih menunggu berharap menemukan pihak-pihak lain tersebut, itu dalam tempo tidak lebih 24 jam, sehingga harapannya saat ekspose seperti ini, pihak-pihaknya lebih lengkap. Tetapi karena belum, akhirnya kami update lebih dahulu kasus ini,” kata dia.
KPK memang akhirnya hanya menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan pungli di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, padahal saat OTT ada 11 orang yang diamankan.
Baca juga: Pimpinan KPK Perintahkan Panggil Bupati Sidoarjo dan Lakukan Pemeriksaan
Dia yang jadi tersangka ialah Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati.
Siska Wati dijerat Pasal 12 huruf f UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Konstruksi Perkara
BPPD Kabupaten Sidoarjo di antaranya memiliki fungsi dan tugas bidang pelayanan pajak daerah.
Khusus di tahun 2023, diperoleh besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo sebesar Rp1,3 triliun.
Atas perolehan tersebut, maka ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.
Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus Bendahara diduga secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut.
"Pemotongan dan penerimaan dari dana insentif dimaksud di antaranya untuk kebutuhan Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo," ungkap Ghufron.
Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh Siska Wati pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi di antaranya melalui percakapan WhatsApp (WA).
"Besaran potongan yaitu 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima," kata Ghufron.
Penyerahan uangnya dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara.
Di mana bendahara itu telah ditunjuk yang berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Khusus di tahun 2023, Siska Wati disinyalir mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.
"Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp69,9 juta yang diterima SW akan dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut," ujar Ghufron.