Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Stefanus Roy Rening divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Bekas penasihat hukum eks Gubernur Papua Lukas Enembe itu terbukti menghalangi penyidikan kasus kliennya.
Baca juga: Pihak Keluarga: Kepergian Lukas Enembe Jadi Pukulan Berat, Kami Diperlakukan Tidak Adil
Roy dianggap terbukti melanggar Pasal 21 UU Tipikor sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana merintangi penyidikan," ucap Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).
"Menjatuhkan pidana selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp150 juta dengan ketentuan subsider 3 bulan," imbuhnya.
Dalam menjatuhkan vonisnya, majelis hakim memiliki sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.
Baca juga: Momen Pemakaman Lukas Enembe, Dihadiri Ribuan Orang, Diiringi Isak Tangis
Untuk hal memberatkan, Stefanus dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan dan birokrasi negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Selain itu, Roy Rening juga dinilai tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit di persidangan.
"Sedangkan keadaan yang meringankan, Stefanus Roy Rening tidak pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, dan berlaku sopan selama persidangan," tutur hakim.
Vonis bagi Stefanus Roy Rening ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 5 tahun penjara.
Dalam perkaranya, Stefanus didakwa merintangi penyidikan kasus Lukas Enembe.
Hal tersebut dilakukan dengan empat perbuatan.
Mulai dari mengerahkan massa hingga mempengaruhi saksi.
Berikut empat perbuatan Stefanus Roy Rening yang didakwakan oleh jaksa KPK:
1. Mengupayakan Lukas Enembe Pergi ke Filipina
Perbuatan Roy ini terjadi pada 11 September 2022.
Saat itu, di rumah Enembe di Jayapura, Roy bersama Aloysius Renwarin dan Yustinus Butu selaku kuasa hukum Enembe menghadirkan Rijatono Lakka, Muhammad Ridwan Rumasukun, Gerius One Yoman, Muhammad Riffai Darus, Elpius Hugi, dan Anton Tony Mote.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Srefanus untuk membahas keterangan yang telah diberikan Rijatono kepada penyidik KPK pada 12 September 2022.
Srefanus meminta agar Rijatono mengakui keterangannya mentransfer Rp1 miliar kepada Enembe sebagai keterangan yang tidak sesuai fakta. Sehingga menguntungkan Enembe.
Stefanus juga meminta Rijatono Lakka mempertahankan keterangan tersebut.
Kemudian Srefanus juga menyarankan Lukas Enembe tak memenuhi panggilan KPK.
Skenario pun dibuat, Anton Tony selaku dokter pribadi Enembe membuat surat sakit, yang kemudian diserahkan kepada penyidik KPK yang tengah berada di Mako Brimob Jayapura.
Kemudian, dalam pertemuan itu juga, Stefanus menyampaikan butuh massa untuk didatangkan ke Mako Brimob Jayapura pada hari pemanggilan Lukas Enembe dengan tujuan memberikan KPK tekanan publik karena telah melakukan kriminalisasi. Enembe menyetujuinya.
Atas hal tersebut, penyidik KPK tidak berhasil memeriksa Lukas Enembe dan banyaknya orang yang melakukan demonstrasi atau unjuk rasa di Mako Brimob Jayapura.
Sehingga yang menyebabkan proses pemeriksaan di Mako Brimob menjadi terganggu.
Kemudian, Lukas Enembe berupaya untuk pergi ke luar negeri berdasarkan surat rujukan dari RSUD Jayapura. Dia dirujuk ke Asian Hospital and Medical Centre di Manila, Filipina.
Rencana tersebut disiapkan dengan mendatangkan pesawat sewa private jet di Sentani Jayapura.
Keberangkatan Lukas diatur bertepatan dengan pemanggilannya oleh KPK. Namun penerbangan itu tidak berhasil.
2. Mengarahkan Saksi Buat Video Bantah Suap Lukas Enembe
Perbuatan kedua Srefanus Roy Rening adalah meminta Rijatono Lakka membuat video klarifikasi pemberian uang Rp1 miliar ke Lukas Enembe.
Stefanus saat itu bersama Aloysius menyampaikan bahwa dengan video klarifikasi tersebut, Rijatono tak perlu lagi memenuhi panggilan KPK.
Kemudian meminta Rijatono memerintahkan saksi lain ikuti arahan darinya, tak menghadiri pemanggilan KPK.
Dalam video itu, Rijatono menyebut uang Rp1 miliar itu bukan suap, melainkan uang milik Enembe.
Video dibuat di Gereja GPDI Eben Haezer Kotaraja Jayapura yang diyakini tempat suci, bertujuan agar Rijatono dipercaya publik. Video itu diunggah di media sosial.
3. Meminta Saksi Tak Penuhi Panggilan KPK
Stefanus dalam tindakannya, mengarahkan saksi bernama Willicius selaku staf bagian lelang PT Tabi Bangun Papua untuk tak menghadiri panggilan KPK.
Arahan tersebut senada seperti yang diberikan kepada Rijatono Lakka.
4. Minta Saksi Tak Serahkan Rp10 M ke KPK
Srefanus juga meminta kepada Muhammad Ridwan Rumasukin selaku Sekda Pemprov Papua agar dana operasional gubernur sebesar Rp10 miliar yang digunakan Enembe untuk acara ulang tahun anaknya tidak diserahkan kepada penyidik KPK. Sehingga uang itu tidak disita.
Menurut jaksa KPK, uang Rp10 miliar itu merupakan pencairan dana operasional Lukas Enembe selaku gubernur untuk kebutuhan makan, minum, rapat, jamuan yang dicairkan pada 18 Agustus 2022, tetapi digunakan Enembe untuk ultah anaknya.
Uang itu kemudian dikembalikan oleh Lukas Enembe ke rekening kas daerah setelah perkara korupsinya disidik KPK.