Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan melaporkan dugaan maladministrasi terkait penujukkan PT Teknologi Militer Indonesia (PT TMI) oleh Kementerian Pertahanan dalam hal ini Menteri Pertahanan Prabowo Subianto selaku terlapor kepada Ombudsman RI pada Senin (12/2/2024).
Terdapat tiga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai perwakilan koalisi yang melaporkan hal tersebut ke kantor Ombudsman RI Jakarta yakni Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Baca juga: Aktivis Antikorupsi Pertanyakan Hubungan Terakhir Menhan Prabowo dengan PT TMI Usai Muncul Polemik
Bukti-bukti yang dilampirkan dalam laporan tersebut di antaranya berupa dokumen surat dan dokumen terkait para pemegang saham di PT TMI.
"Jadi dalam agenda hari ini kami melaporkan Menteri Pertahanan atau Kementerian Pertahanan terkait dugaan maladministrasi terkait penunjukkan PT Teknologi Militer Indonesia (PT TMI) dalam pengadaan alutsista," kata Gina di kantor Ombudsman RI Jakarta pada Senin (12/2/2024).
"Kami menemukan surat yang terbit pada tahun 2020 yang ditujukan kepada Rusia yang ditandatangani langsung oleh Prabowo menunjuk PT TMI secara langsung untuk pengadaan alutsista," sambung dia.
Baca juga: Kritisi Anggaran Alutsista Naik, PDIP Ungkit PT TMI Diisi Kroni-kroni Prabowo
Menurut koalisi, kata Gina, dalam proses tersebut terjadi maladministrasi karena proses pengadaan alutsista menurut Undang-Undang nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan seharusnya dilakukan kepada perusahaan dalam negeri.
Kalaupun harus melakukan pembelian alutsista dari luar negeri, kata dia, maka Undang-Undang memandatkan proses tersebut harus melalui pembahasan dengan lembaga Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
Setelah dibahas dengan KKIP yang di anggotanya merupakan 11 kementerian atau lembaga diketuai Presiden, ketua harian Menteri Pertahanan, dan wakilnya adalah Menteri BUMN maka proses pembelian harus dilakukan oleh perusahaan BUMN yang bergerak di sektor pertahanan.
"Tetapi kemudian ini tidak terjadi. Di situlah yang menjadi substansi muatan laporan kami karena memang ada dugaan pelanggaran administrasi terhadap tindakan yang dilakukan oleh Prabowo Subianto dengan langsung menunjuk PT TMI dalam hal ini sebagai pihak ketiga dalam pengadaan alutsista," kata dia.
Koalisi mengatakan pelaporan tersebut dilakukan untuk mendorong tata kelola pemerintahan yang baik bagi Kementerian Pertahanan.
Koordinator ICW Agus Sunaryanto memgatakan pada prinsipnya pelaporan tersebut merupakan bagian dari proses Koalisi Masyarakar Sipil untuk meminta kejelasan baik dari prosedur administrasi maupun dari proses pelaksanaan terkait pengadaan alutsista oleh Kementerian Pertahanan.
Menurutnya, adanya dugaan konflik kepentingan karena para pimpinan di PT TMI disinyalir merupakan kolega Prabowo baik di partai maupun pertemanan harus menjadi pintu masuk Ombudsman untuk menelusuri dan membongkar secara lebih transparan apa sebenarnya yang terjadi dalam pengadaan alutsista.
Ia mengatakan saat ini Indonesia sedang menjalani modernisasi alutsista.
Pengguna alutsista tersebut, kata dia, nantinya adalah para prajurit.
"Kalau kemudian pada akhirnya kemudian mereka yang terdampak karena alutsista yang dibeli juga adalah alutsista bekas kemudian dalam proses juga bermasalah, tentu ini akan menjadi persoalan ke depan," kata dia.
Koalisi juga membantah pelaporan tersebut memiliki motif politik mengingat dilakukan pada masa tenang Pemilu 2024 dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga selaku kandidat calon presiden dalam kontestasi tersebut.
Koordinator Reformasi Sektor Keamanan Imparsial Hussein Ahmad menegaskan koalisi bukanlah gerakan yang baru kemarin sore terbentuk.
Apa yang dilakukan oleh koalisi, kata dia, merupakan bagian dari rangkaian pengawasan terhadap Kementerian Pertahanan.
Ia mengatakan berbagai isu publik terkait kebijakan kementerian pertahanan telah diadvokasi oleh koalisi.
"Artinya ini buka bagian daripada gerakan politik tertentu. Tapi ini merupakan rangkaian, kita sudah melakukan ini dari jauh-jauh hari. Dan kebetulan saja dokumen-dokumen hari ini lengkap dan kita sampaikan ke ombudsman pasa hari ini. Jadi tidak ada kaitannya, besok pilpres atau tidak pilpres kami akan tetap melakukan ini," kata dia.
Koalisi juga menanggapi bantahan terkait kewenangan PT TMI dan kedekatan Prabowo dengan unsur pimpinan di PT TMI yang muncul pada medio 2021 baik yang disampaikan oleh Dirjen Strahan Kementerian Pertahanan pada medio 2021, Mayjen TNI Rodon Pedrason, dan hasil proses klarifikasi rapat Komisi I DPR dengan Prabowo selaku Menhan yang kemudian disampaikan anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon.
Baca juga: Wisuda 573 Mahasiswa Universitas Pertahanan, Menhan: Masa Depan akan Ditentukan oleh Revolusi STEM
Menurut koalisi, bantahan yang disampaikan Rodon tidak membatalkan terkait adanya surat penunjukkan PT TMI tersebut.
"Justru itu yang kami laporkan ke Ombudsman agar supaya kita tahu dan terang benderang ini sebetulnya PT TMI dalam konteks tata kelola alutsista ini posisinya di mana. Kan selama ini karena tidak ada satu 'putusan yang jelas' terhadap polemik ini, maka publik mengira-ngira," kata dia.
"Kalau memang PT TMI tidak melakukan pembelian, maka dibuktikan saja. Diklarifikasi saja di Ombudsman tempatnya. Oleh karena itu Ombudsman itu posisinya sangat penting untuk membongkar ini," kata dia.
Penjelasan Kemhan
Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang menjabat saat itu yakni Mayjen TNI Rodon Pedrason pernah memberikan penjelasan terkait polemik PT TMI.
Pada pertengahan tahun 2021, ia menegaskan PT TMI bukanlah perusahaan yang diberi wewenang untuk mengajukan tender Alutsista.
Ia menyampaikan hal itu untuk menjawab rumor yang menyebut PT TMI sebagai pemborong dalam proses pengadaan alat peralatan pertahanan keamanan (alpalhankam) dalam rencana modernisasi Alutsista 25 tahun ke depan.
Dia juga membantah PT tersebut dibuat oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Dirinya menjelaskan PT tersebut dibentuk oleh sebuah yayasan di bawah Kemhan dan dilibatkan dalam rencana modernisasi alutsista tersebut.
Namun demikian, dia tak membantah Prabowo menunjuk sejumlah kenalannya untuk mengawaki perusahaan tersebut.
Menurut Rodon, hal tersebut wajar karena Prabowo sebagai pimpinan menunjuk orang-orang yang ia yakini integritasnya untuk mengawaki perusahaan itu.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi daring bertajuk Investasi Alutsista Demi Proteksi Kedaulatan Nasional di Masa Depan di kanal Youtube Tempodotco pada Senin (7/6/2021).
"Bukan PT yang diberi wewenang untuk ikut tender, PT yang ikut membelikan barang-barang, tidak," kata Rodon.
Ia menjelaskan perusahaan itu merupakan instansi yang fungsinya memberikan saran dan pertimbangan terkait rencana modernisasi alutsista 25 tahun ke depan yang saat ini tengah digodok pemerintah.
Perusahaan itu, kata Rodon, diawaki oleh insinyur-insinyur dan mantan jenderal TNI.
Mereka, menurut Rodon, adalah orang-orang yang memahami soal teknologi, kebutuhan pertahanan, maupun strategi pertahanan.
"Yang diminta di situ adalah orang-orang yang dimintai pertimbangannya, sarannya, terkait jenis senjata, negara yang bisa memberikan pinjaman, terkait negara mana yang bisa secara politis mampu mendukung figur Indonesia di dunia internasional," kata Rodon.
Baca juga: Aktivis Antikorupsi Pertanyakan Hubungan Terakhir Menhan Prabowo dengan PT TMI Usai Muncul Polemik
Penjelasan Prabowo Ke Komisi I
Diberitakan Wartakotalive.com sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subiato menjelaskan alasan dijadikannya kader Partai Gerindra menduduki jabatan tinggi di PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) kepada Komisi I DPR dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR pada Rabu (2/6/2021).
Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon mengatakan pada rapat tersebut Prabowo menjelaskan keberadaan koleganya di Gerindra yang menjabat komisaris di PT TMI hanya kebetulan.
Prabowo, kata Effendi, mengatakan para kader Gerindra menjabat sebagai petinggi PT TMI karena latar belakang pensiunan militer dan pakar.
Effendi mengatakan Prabowo dalam rapat tersebut juga menjelaskan peran PT TMI bukanlah sebagai broker (makelar) dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI senilai Rp1.760 triliun.
"Beliau menjelaskan terkait PT TMI, disebutkannya dibentuk hanya untuk membantu Kemhan melakukan studi. Namun informasi yang berkembang PT TMI bertindak sebagai broker namun Menhan menjamin tidak akan terjadi," kata dia di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (2/6/2021).