Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera menindaklanjuti putusan etik Dewan Pengawas (Dewas) terkait pelanggaran etik pungutan liar (pungli) di rutan KPK.
Adapun jumlah pegawai yang terlibat pungli dan disanksi permintaan maaf ada 78 orang.
"Berdasarkan putusan tersebut, Sekjen akan melaksanakan eksekusi permohonan maaf secara langsung dan terbuka dari para terperiksa dalam tujuh hari kerja sejak putusan dewas diterima," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (16/2/2024).
Permintaan maaf akan dilakukan dengan cara terperiksa merekam video, kemudian disiarkan melalui saluran media KPK.
Selain itu, kata Ali, sekjen juga akan membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari unsur Inspektorat, Biro SDM, Biro Umum, dan atasan para pegawai yang terperiksa.
Tim akan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh pegawai terperiksa untuk penerapan sanksi disiplinnya.
Baik kepada 78 pegawai yang telah dijatuhi hukuman etik, maupun 12 lainnya yang tidak bisa dijatuhi hukuman etik karena tempus peristiwanya sebelum terbentuknya Dewas KPK.
"Dari pemeriksaan tersebut akan diputuskan tingkatan sanksi disiplin kepada para terperiksa. Di samping itu, KPK juga akan mengkoordinasikan hasil pemeriksaan disiplin pegawai yang bersumber dari instansi lain yakni Pegawai Negeri yang Dipekerjakan (PNYD) pada instansi asalnya," kata Ali.
Baca juga: Terungkap Sosok yang Buat Pungli di Rutan KPK Terstruktur, Seorang PNS Kini Bekerja di Pemprov DKI
Secara paralel, lanjut Ali, KPK juga sedang menangani dugaan tindak pidana korupsinya melalui Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
"Perkara ini sudah disepakati dalam gelar perkara untuk naik ke proses penyidikan, namun masih pada tahap penyelesaian adminsitrasi penyidikannya terlebih dulu untuk kemudian KPK umumkan secara resmi," ujarnya
Sebagai upaya mitigasi, dijelaskan Ali,KPK juga telah melakukan rotasi kepada para pegawai tersebut ke unit kerja lainnya.
Hal ini sekaligus untuk memastikan para pegawai ini tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Insan KPK.
"KPK secara intensif juga melakukan berbagai perbaikan proses bisnis dan langkah-langkah antisipatif lainnya. KPK telah melakukan revisi proses bisnis di lingkungan Biro Umum, termasuk pengelolaan rutan KPK. Sehingga dapat memetakan potensi risiko pada setiap tahapan prosesnya," jelasnya.
Baca juga: Kasus Korupsi Tower BTS Kominfo, Eks Dirut Basis Investments Dituntut 4,5 Tahun Penjara
Selain itu, untuk memastikan terciptanya layanan kepada pengunjung rutan KPK dapat berlangsung dengan baik dan optimal, KPK juga rutin melakukan sidak ke rutan KPK dan menambah pemasangan CCTV agar tidak terdapat blind spot area.
KPK, sebut Ali, juga intens berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM sebagai instansi yang menaungi pengelolaan rutan, yaitu dalam penguatan dukungan personel dan pembinaan teknis operasional rutan.
"Tindak lanjut penanganan atas pelanggaran di internal lembaga melalui penegakan etik, penegakan disiplin, penanganan dugaan tindak pidana korupsinya, serta perbaikan tata kelola organisasi ini merupakan wujud komitmen KPK untuk terus berbenah dalam penguatan integritas kelembagaan," kata Ali.
Untuk diketahui, 90 pegawai KPK dinyatakan terbukti terlibat praktik pungli di lingkungan rutan KPK.
Sebanyak 78 orang di antaranya dijatuhkan sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka langsung. Sanksi itu lantaran para pegawai KPK telah berstatus ASN.
Sementara, 12 sisanya diserahkan kepada Sekretariat Jenderal KPK. Hal itu lantaran mereka melakukan perbuatan sebelum adanya Dewas KPK.
Baca juga: Kecipratan Suap Rp7,95 M, Eks Komisaris WIKA Dadan Tri Dituntut 11 Tahun 5 Bulan Penjara
Sebanyak 90 pegawai yang disidang etik pada Kamis (15/2/2024) kemarin diketahui memungut pungli dari tahanan KPK setiap bulannya selama 2018-2023.
Pungli yang ditarik itu guna meloloskan para tahanan membawa berbagai barang-barang yang dilarang di rutan, di antaranya telepon genggam atau handphone (hp).
Mereka disebut mematok biaya bagi para tahanan untuk memasukkan barang-barang "haram" ke dalam rutan sekitar Rp10 juta hingga Rp20 juta. Bahkan, ada yang mematok kisaran Rp20 juta hingga Rp25 juta.
Sementara itu, ada juga yang mematok biaya bulanan untuk penggunaan handphone di dalam rutan yakni Rp5 juta per bulan.
Total nominal uang bulanan yang bisa mencapai Rp70 juta itu lalu dikumpulkan melalui korting, atau tahanan yang "dituakan".
Kemudian, uang itu diserahkan ke sosok "lurah", atau pihak yang mempunyai tugas untuk mengambil uang bulanan dari korting.
Setiap bulannya, para terperiksa disebut menerima uang sekitar Rp3 juta per bulannya dari periode 2018-2023.
Bahkan, sosok Plt Kepala Rutan atau Karutan dan Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan ada yang menerima uang per bulan masing-masing Rp10 juta dan Rp6 juta per bulan selama periode 5 tahun tersebut.