Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Iwan Satriawan menilai sistem pemilihan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus diubah.
Adapun hal itu menurut Iwan agar adanya independensi yang dimiliki oleh hakim MK.
"Saat ini 3 hakim MK dipilih presiden, 3 hakim oleh DPR dan 3 hakim oleh MA," kata Iwan kepada awak media di kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (22/2/2024).
Dikatakan Iwan jika tidak partai oposisi yang kuat di Parlemen. Maka berpotensi ketidaknetralan dari 6 hakim MK.
"Dengan asumsi 3 hakim MK netral karena dipilih MA dan telah minitih karier sejak lama. Tapi kenyataannya tidak, karena ada Paman Usman di sana, jadi 7 hakim MK (Berpotensi tidak netral)," tegasnya.
Menurutnya penunjukan hakim MK tak perlu pakai metode yang lama. Tapi bisa diserahkan sepenuhnya ke DPR.
"Syaratnya komposisi ruling party dan oposisi di parlemen bagus, sehingga hasilnya enggak mutlak. seperti di Jerman," jelas Iwan.
Dikatakan Iwan saat ini Indonesia mengikuti Korea. Tetapi tradisi politiknya tidak sama.
"Karena di korea diajukan 3 dari presiden, 3 dari DPR, dan 3 dari MA, semua calon harus melalui proses confirmation hearing di parlemen terbuka. Indonesia enggak," kata Iwan.
"Presiden terserah presiden, DPR terserah DPR, MA terserah MA. Tidak ada confirmation hearing sehingga publik tidak tahu siapa yang jadi hakim MK. Tiba-tiba ini jadi. Itu yang kita harus ubah," tutup Iwan.
Keterangan foto: Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Iwan Satriawan di Jakarta Selatan.