Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Balitbang Partai Demokrat, Syahrial Nasution meminta Mahkamah Konstitusi (MK) agar ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) diturunkan dari ketentuan 20 persen.
Hal ini menanggapi putusan MK yang menghapus ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen.
Syahrial berharap putusan MK menghapus ambang batas parlemen 4 persen bisa membuka peluang syarat pencalonan presiden presiden di Pilpres 2029 diturunkan dari 20 persen.
"Mudah-mudahan keputusan MK yang tidak lagi memberlakukan PT 4 persen untuk parlemen membuka peluang untuk semakin rendahnya PT pengajuan capres-cawapres 2029," kata Syahrial kepada wartawan, Jumat (1/3/2024).
Baca juga: Puji MK Hapus Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Pakar: Suara Partai Kecil Tak Lagi Dikonversi
Menurutnya, hal tersebut penting agar proses politik demokrasi semakin baik serta memberikan banyak pilihan untuk rakyat dalam Pemilu.
Syahrial mengaku memang banyak gugatan terhadap ketentuan ambang batas pencalonan presiden gugur.
"Mudah-mudahan terbuka peluang dalam pelaksanaan teknis nantinya semakin longgar," ucapnya.
"Setidaknya PT 20 persen untuk syarat pengajuan Pilpres 2029 bisa ditekan atau diturunkan," tuturnya menambahkan.
Dia menegaskan, dengan diturunkannya ketentuan 20 persen akan berdampak baik bagi demokrasi dan perpolitikan di tanah air.
"Kualitas calon yang akan ditampilkan dapat semakin kompetitif dan tekanan tirani mayoritas di parlemen bisa dihilangkan," imbuh Syahrial.
Dalam putusannya, MK menghapus ketentuan ambang batas parlemen 4 persen karena tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
Namun penghapusan ambang batas parlemen 4 persen tersebut tidak berlaku untuk Pemilu 2024.
MK memerintahkan agar ambang batas parlemen tersebut diubah sebelum pelaksanaan Pemilu 2029.
Putusan ini diambil MK atas gugatan pengujian Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati.