TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengadakan pertemuan secara daring menjelang bulan Ramadan 2024.
Pertemuan ini diikuti oleh 5.000 orang yang berasal dari seluruh jaringan pengurus NU di tingkat provinsi, kabupaten kota hingga luar negeri.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengungkapkan KH Miftachul Akhyar memberikan sejumlah arahan dalam konsolidasi kali ini.
"Dari laporan para pengurus wilayah dan cabang, masyarakat relatif dalam keadaan kondusif. Walaupun ada masalah ini itu tapi tidak ada yang terlalu meresahkan bagi masyarakat. Semuanya berjalan dengan baik dan suasana juga tenang dan kondusif," kata Gus Yahya saat konferensi pers di Kantor PBNU, Jln Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (9/3).
Dalam arahannya, KH Miftachul Akhyar membahas tentang langkah yang mesti dilakukan warga Nahdliyin dalam menyambut bulan Ramadan.
"Di dalam arahan-arahan Rais Aam, tadi banyak disinggung tentang bagaimana kita menyongsong Ramadan yang sebentar lagi datang," ungkap Gus Yahya.
Menurut Gus Yahya, momentum Ramadan adalah kesempatan berkonsolidasi secara menyeluruh.
Dia meminta seluruh jaringan NU, seperti GP Ansor, Muslimat, Fatayat, dan badan otonom lainnya untuk melakukan konsolidasi.
"Ini adalah kesempatan untuk bersama-sama menggerakan satu gerakan mengambil barokah dari Ramadan ini sebesar-benarnya," tutur Gus Yahya.
PBNU juga menginstruksikan kepada jaringan NU melalui pengurus di semua tingkatan untuk mengamalkan sejumlah doa-doa yang diajarkan oleh para kiai NU.
Baca juga: Awal Ramadan Berpotensi Berbeda, PBNU: Sudah Biasa, Seperti Makan Nasi Tiap Hari
Dalam rapat ini, KH Miftachul Akhyar juga secara khusus mendoakan Indonesia agar tetap terpelihara kemaslahatannya. Para pengurus PBNU juga diimbau mendoakan warga Palestina yang mengalami serangan Israel.
"Juga mendapatkan pertolongan untuk terus maju meningkatkan kapasitasnya sebagai negara yang sungguh-sungguh lebih kuat, lebih maju, dan lebih kuat dan kemaslahatan secara umum. Kami juga secara khusus doa untuk saudara-saudara kita di Palestina," ucapnya.
Bulan Ramadan, menurut Gus Yahya, adalah momentum untuk memperbanyak pahala melalui ibadah-ibadah.
Sementara itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyarankan agar Kementerian Agama RI tak lagi menggelar sidang isbat penentuan awal Ramadhan 1445 Hijriyah.
Baca juga: Sidang Isbat Penetapan Awal Ramadan 2024 Besok 10 Maret 2024, Ini Link Live Streamingnya
Menanggapi hal ini, Gus Yahya mengatakan perubahan aturan mengenai penetapan Ramadan membutuhkan proses yang panjang.
"Ya pertama sidang isbat itu sudah menjadi aturan, jadi ketentuan pemerintah. Sehingga untuk menghapus itu membutuhkan proses panjang. Tidak bisa tiba-tiba, lalu misalnya menteri agama tiba-tiba bilang tahun ini nggak ada sidang isbat. Tentu kami juga akan protes juga karena ini sudah menjadi aturan," ujar Gus Yahya.
Menurut Gus Yahya, sidang isbat sedianya diselenggarakan untuk tujuan agar harmoni masyarakat bisa terpelihara dalam Ramadan dan Idul Fitri nanti.
Dia bilang, dulu yang mengusulkan sidang isbat adalah Muhammadiyah.
"Saya enggak tahu apa karena yang mengusul sidang isbat itu Muhammadiyah, supaya ada sidang isbat, lalu sekarang mengusulkan untuk tidak ada," tutur Gus Yahya.
"Ya itu usul saja tapi bagi Nahdlatul Ulama, kami tetap saja berbeda pada pandangan bahwa awal ramadhan dan idul Fitri itu ditentukan berdasarkan hasil rukyah hilal," tambah Gus Yahya.
Dia menegaskan terdapat aturan yang menyebut bahwa pemerintah melakukan sidang isbat sehingga PBNU menyandarkan diri pada hasil sidang isbat itu sendiri dari pemerintah.
"Para kiai NU itu bahkan mengatakan tidak boleh mengumumkan pandangan yang berbeda dari pemerintah kalau sudah ada penetapan sidang isbat dari pemerintah. Maka karena ada aturan sidang isbat itu, kami akan menunggu dan mengikuti hasil sidang isbat itu dari pemerintah," pungkasnya.
Lebih lanjut, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Pemerintah Israel untuk membuka akses bagi warga Palestina untuk beribadah di Masjid Al Aqsa selama bulan suci Ramadan.
Gus Yahya mengungkapkan selama ini Pemerintah Israel masih menutup akses peribadatan di Masjid Al Aqsa.
"Kami juga meminta, meminta dengan sungguh-sungguh pada penguasa Israel untuk membuka akses kepada Masjidil Aqsa untuk beribadah selama Ramadan ini. Karena sudah beberapa waktu ini Masjidil Aqsa ditutup aksesnya dari umat Islam yang ingin beribadah di sana. Nah kami minta sungguh-suguh supaya ini dibuka," ujar Gus Yahya.
Dia meminta agar para pemimpin dunia untuk menghentikan serangan Israel ke Palestina.
Menurut Gus Yahya, serangan tanpa henti Israel kepada warga sipil di Palestiba membahayakan stabilitas dunia.
"Keadaan ini bisa memicu terjadi dinamika yang sangat berbahaya untuk stabilitas dan keamanan global, karena segala prinsip-prinsip hukum internasional sudah dilanggar dan dengan ngotot dilindungi dibiarkan untuk terus berlangsung," kata Gus Yahya.
Menurutnya, kondisi ini telah membuat masyarakat internasional putus asa. Aturan internasional telah dilanggar oleh Israel.
"Kami juga menuntut kepada aktor-aktor global untuk segera menghentikan atrocities, menghentikan malapetaka yang sekarang sedang berlangsung di Gaza dan Palestina. Kembali kepada hukum dan konsensus-konsensus internasional yang sudah ada. Karena konsensus itu sudah ada, tapi pihak-pihak justru mengotot untuk mengabaikannya," pungkas Gus Yahya.
Data yang dihimpun United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), selama 7 Oktober 202-7 Maret 2024, warga Jalur Gaza yang tewas akibat serangan Israel mencapai 30.800 jiwa, dan korban luka 72.298 orang.
Dalam sehari terakhir terdapat 83 warga Palestina yang tewas, dan 142 warga Palestina terluka. (Tribun Network/ Yuda).