Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan perkara dugaan korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo dengan terdakwa mantan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) III Achsanul Qosasi akan kembali bergulir pada Senin (22/4/2024) pekan depan.
Berdasarkan situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikutip Senin (15/4/2024), sidang dijadwalkan pemeriksaan saksi.
"Terdakwa: Achsanul Qosasi. Senin, 22 April 2024. 10:00:00 sampai dengan selesai. Pemeriksaan Saksi. Ruang Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali," tulis laman SIPP PN Jakpus.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Achsanul Qosasi didakwa menerima Rp40 miliar di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat pada 19 Juli 2022.
Baca juga: Kurir Saweran Uang Korupsi BTS Kominfo Divonis 3 Tahun Penjara, Terbukti Lakukan Pencucian Uang
"Terdakwa Achsanul Qosasi selaku Anggota III BPK Republik Indonesia periode 2019 sampai dengan 2024 dengan maksud menguntungkan diri sendiri sebesar 2.640.000 dolar Amerika Serikat atau sebesar Rp40.000.000.000 secara melawan hukum, atau dengan menyalah gunakan kekuasaannya," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan Kamis (7/3/2024).
Menurut jaksa, uang Rp40 miliar itu dimaksudkan untuk pengkondisian audit proyek pengadaan tower BTS 4G Bakti Kominfo oleh BPK.
Baca juga: Anggota BPK Achsanul Qosasi Didakwa Terima Rp 40 Miliar untuk Kondisikan Audit Proyek BTS Kominfo
Hasilnya, BPK menerbitkan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo yang di dalamnya tidak ditemukan kerugian negara.
Laporan BPK tersebut kemudian digunakan untuk merekomendasikan penghentian penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, mengingat tak ditemukan kerugian negara.
"Bahwa Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada Bakti Kemenkominfo bertujuan supaya Penyelidikan di Kejaksaan Agung dihentikan berdasarkan temuan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu tahun 2022 yang tidak menemukan adanya kerugian negara."
Akibat perbuatannya, dalam dakwaan pertama dia dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan kedua: Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dakwaan ketiga: Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan keempat: Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Sadikin Rusli dijerat Pasal 12 huruf e subsidair Pasal 5 Ayat (2) subsidair Pasal 11 subsidair Pasal 12 B juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 butir ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.