TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menghadirkan Bendahara Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Ahmad Sahroni sebagai saksi di persidangan kasus dugaan korupsi yang menyeret eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai terdakwa.
Namun belum dipastikan tanggal pemanggilan Ahmad Sahroni sebagai saksi di persidangan SYL.
Pemanggilan Ahmad Sahroni di persidangan itu dimaksudkan untuk klarifikasi mengenai aliran uang dari SYL ke Nasdem yang sudah dikembalikan.
"Kami sangat yakin dengan alat bukti yang kami miliki, tapi ada itikad baik dari Partai Nasdem melalui Pak Ahmad Sahroni, itu Bendumnya kan telah mengembalikan, menyetor kepada kas KPK. Nanti perkembangannya untuk persesuaian kami mencoba untuk menghadirkan beliau," ujar jaksa KPK, Mayer Simanjuntak kepada awak media usai persidangan Senin (5/6/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Menurut bukti-bukti yang sudah diperoleh KPK, jumlah uang yang mengalir ke partai itu mencapai Rp 850 juta.
Katanya, uang tersebut dimaksudkan untuk pencalonan legislatif yang dialirkan pada tahun 2023.
Hal itulah yang nantinya akan dikonfirmasi kepada Sahroni sebagai Bendahara Umum Nasdem.
"Kalau dari saksi dan barang bukti uang Rp 850 juta itu terkait dengan pencalonan Bacaleg. Nah di situ disebut diterima dari SYL untuk keperluan Bacaleg di pertengahan 2023. Nah agar bisa menyimpulkan, alat bukti akan kita hadirkan," kata jaksa.
Baca juga: Terungkap di Sidang, Menteri SYL Disebut Sempat Minta Uang untuk Beli Senjata
Sebelumnya dalam dakwaan SYL, jaksa KPK memang menyatakan adanya aliran uang hasil gratifikasi ke Partai Politik Nasdem.
Namun dalam dakwaan, aliran uang ke Nasdem tak mencapai Rp 850 juta, melainkan Rp 40 juta.
Uang itu disebut-sebut bersumber dari Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementan.
"Penggunaan Uang: Partai Nasdem. Sumber Uang: Setjen. Jumlah: Rp 40.123.500," kata jaksa dalam dakwaan SYL.
Adapun dalam perkara ini, SYL dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.