Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap fakta terkait charter atau sewa pesawat menggunakan uang negara untuk Eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Fakta itu dibeberkan Kasubbag Tata Usaha dan Rumga Kementan, Lukman Irwanto yang bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Sebagai Kasubbag Tata Usaha, Lukman mendapat perintah dari Biro Umum Kementan pada tahun 2020.
"Dijelaskan Bendahara tadi ternyata hanya ada di tahun 2020. Di tahun sebelumnya, 2021 maupun ke atas tidak ada mata anggaran itu. Bisa dijelaskan saksi sebagai PPK waktu melihat DIPA itu seperti apa?" tanya jaksa penuntut umum kepada Lukman.
"Memang tadi penjelasan dari Pak Puguh (Bendahara Ditjen Prasarana Pertanian Kementan) ada permintaan dari Biro terkait sewa pesawat," jawab Lukman.
Harga sewa pesawat yang ditagihkan ke Lukman sebagai Kasubbag TU mencapai Rp 1,5 miliar.
Berdasarkan invoice yang diterima Lukman, pesawat itu kemudian ditumpangi SYL dan beberapa pejabat Eselon I Kementan, di antaranya Dirjen Tanaman Pangan.
"Sewa pesawat Pak menteri dan Eselon I sebesar Rp 1,5 miliar. Kalau saya di manifest, Eselon I, Ditjen Tanaman Pangan. Saya lupa pak," ujar Lukman.
Menurut Lukman, invoice sewa pesawat Rp 1,5 miliar itu masuk ke mejanya setelah kegiatan selesai.
Setelahnya, dia terpaksa merevisi anggaran untuk memasukkan tagihan sewa pesawat itu.
"Ijin pak. Memang ditagihnya setelah ada invoice-nya, setelah kegiatan. Dan kalau enggak salah hari libur ya. Nah ditagihnya hari Senin sebesar Rp 1,5 miliar. Barulah kita merevisi anggaran untuk sewa pesawat," katanya.
Revisi anggaran untuk memasukkan tagihan sewa pesawat itu dilakukan Lukman atas perintah atasannya saat itu.
Akhirnya biaya charter pesawat dimaksukkan ke Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
"Perintah siapa merevisi anggaran itu?" tanya jaksa KPK.
"Pimpinan pak, Pak Gunawan," jawab Lukmam.
"Waktu itu saksi bagaimana menyampaikan ke Pak Gunawan?" tanya jaksa lagi.
"Saya koordinasi dengan Pak Gunawan untuk merevisi dianggarkan di DIPA atau di POK untuk sewa pesawat," kata Lukman.
Uang untuk membayar sewa pesawat pun kemudian berhasil menggunakan anggaran negara.
Namun kemudian Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) menilai hal itu sebagai sebuah kejanggalan.
Akibatnya, BPK meminta agar uang charter pesawat Rp 1,5 miliar itu dikembalikan.
Dalam hasil auditnya, BPK meminta agar Kementan mengembalikan Rp 140 juta yang dianggap sebagai kelebihan bayar.
Temuan BPK itu kemudian disampaikan Lukman kepada Biro Umum Kementan.
"Sampai saya proses utk administrasinya dan menjadi temuan di BPK," ujar Lukman.
"Kemudian temuan BPK nya itu saksi sampaikan gak ke Biro Umum yang nagih-nagih itu, sampai ada disuruh mengembalikan selisih 140 juta?" tanya jaksa.
"Saya sampaikan pak."
Uang Rp 140 juta itu menurut Lukman sudah dikembalikan secara berangsur.
Namun bukan oleh Kementan, pengembalian Rp 140 juta itu dikembalikan oleh pihak vendor.
"Yang mencicil siapa?" kata jaksa.
"Dari pihak keduanya. Jadi memang dibebankan di pihak kedua bahwa hasil temuannya dia terlalu besar keuntungannya," ujar Lukman.
Sebagai informasi, keterangan ini diberikan atas tiga terdakwa: Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo; eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono.
Dalam perkara ini SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.
Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.
"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.
Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
Baca juga: Siap-siap Ahmad Sahroni dan Febri Diansyah Cs Dibidik Jaksa KPK Bersaksi di Sidang SYL
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.