TRIBUNNEWS.COM - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD tak ingin terlalu mempermasalahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini telah disepakati DPR.
Menurutnya, hal tersebut sah secara kenegaraan.
Di sisi lain, kekhawatiran terkait adanya ancaman terhadap independensi hakim dalam memutus hasil Pilpres 2024 juga sudah berlalu.
Mahfud menilai revisi aturan tersebut dapat dimaknai secara positif maupun negatif.
"Kalau mau ambil positifnya misalnya, bisa saja UU nya disahkan lalu tiga hakim MK yang harus dimintakan konfirmasi, Saldi, dan Enny kepada Presiden lalu Suhartoyo kepada MA, lalu ketiganya dinyatakan supaya terus bertugas, kan bisa konfirmasi sampai selesainya masa berlakunya SK masing-masing."
"Tapi bisa juga langsung diganti. Ya nanti silakan saja, itu sekarang sudah terjadi, apalagi Pilpres sudah selesai," kata Mahfud pada Rabu (15/5/2024).
Menurut Mahfud, ketiga hakim MK tersebut tidak akan menjadi ancaman bagi pemerintah.
"(Mereka) Memang sudah tidak akan bertugas mengurusi Pilpres lagi, sehingga (revisi UU MK) diteruskan pun tidak apa-apa."
"(Mereka) tinggal menangani kasus biasa dan itu biasa menjadi politik etis bagi pemerintah untuk menunjukkan bahwa kami nggak akan pecat meskipun aturannya begitu. Biar terus. Itu kan politik etis, tapi saya tidak tahu perkembangan berikutnya," ujar Mahfud.
Mahfud mengaku khawatir potensi hakim bisa jadi proxy dari lembaga-lembaga jika revisi UU MK disahkan.
Namun, ia mengingatkan, keputusan tetap ada di Presiden dan DPR RI, karena bisa saja disahkan dengan alasan-alasan yang baik.
"Tetap keputusan kan mereka yang memutuskan, biar hakim tidak seenaknya, bisa juga alasannya begitu."
"Bisa benar, tinggal alasannya apa, bisa saja dan itu masuk akal, tapi menurut saya masalahnya bukan itu, masalahnya akan bisa dikendalikan, itulah yang saya katakan, (soal) independensi," kata Mahfud.
Mahfud Sempat Menolak
Saat menjabat sebagai (Menkopolhukam), Mahfud sempat menolak dilakukannya revisi UU MK.
Baca juga: Pengamat Sebut Revisi UU Kementerian Untuk Kepentingan Prabowo
Menurutnya, hal itu bisa menjadi presenden buruk di masa depan.
Revisi terhadap UU MK tersebut, kata Mahfud, berpotensi mengganggu independensi hakim.
Khususnya yang terkait dengan aturan peralihan pasal 87.
Oleh sebab itu, ia menolak dilakukannya revisi tersebut.
"Itu juga sebabnya saya (dulu) menolak, ini mengganggu independensi."
"Kenapa? Orang ini secara halus ditakut-takuti, kamu ini diganti loh, dikonfirmasi, tanggal sekian dijawab tidak, berhenti, habis kamu sebagai hakim, jadi, independensinya (hakim) sudah mulai disandera, menurut saya," kata Mahfud.
Diketahui dalam revisi UU MK pasal 87, diatur bahwa hakim MK yang sudah menjadi hakim lebih dari 5 tahun dan belum 10 tahun, harus dimintakan konfirmasi ke lembaga yang mengusulkannya
"Nah itu saya tidak setuju, waktu (jaman dulu) itu, karena itu bisa mengganggu independensi hakim MK."
"Pada waktu itu sedang menjelang Pilpres sehingga bisa saja hakim MK dibayang-bayangi oleh ancaman konfirmasi kepada institusi pengusul itu, maka saya waktu itu minta agar itu tidak diteruskan," sambung Mahfud.
Baca juga: Draf Revisi UU Kementerian Negara Berikan Keleluasaan Presiden Tentukan Jumlah Menteri
Terkait dengan perubahan sikap pemerintah yang kini telah menyepakati RUU MK untuk dibawa ke rapat pengambilan keputusan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI, Mahfud tidak ingin berkomentar banyak.
Mahfud mengatakan kini dirinya tidak bisa menghalangi siapa-siapa yang kini menginginkan revisi terhadap UU MK dilakukan.
"Sekarang sesudah saya pergi, tiba-tiba (revisi UU MK) disahkan, ya saya tidak bisa menghalangi siapa-siapa."
"Tapi itu ceritanya, saya pernah dead lock-kan UU itu, sekarang disahkan, isinya (point pengajuan perubahan) tetap, seperti yang saya tolak itu, tapi menurut saya ya sudah saya tidak bisa menghalangi," ujar Mahfud.
Mahfud menilai revisi UU MK itu hanya sebagai langkah memuluskan jalan politik pihak-pihak tertentu.
Apalagi, kata dia, beberapa waktu terakhir orang sudah banyak membahas tentang desentralisasi yang dilakukan secara diam-diam dan secara halus.
"Akhirnya semua ada di satu tangan, nanti ada re-calling, independensinya dibatasi."
"Salah satunya recall saja, minta konfirmasi saja, tapi yang lebih keras lagi, sebelum dibahas, ada di RUU, bahwa DPR bisa atau lembaga yang mengusulkan bisa menarik, itu re-calling yang asal, ini tidak, diminta konfirmasi bukan ditarik," kata Mahfud.
Dijelaskan Mahfud, mantan-mantan Ketua MK dan hakim MK juga sudah pernah bertemu untuk membahas hal ini.
Mahfud mengatakan, tokoh-tokoh seperti Jimly Asshiddiqie, dirinya, Hamdan Zoelva, Haryono dan lainnya sepakat independensi hakim tidak boleh diganggu.
Akhirnya, lanjut Mahfud, pengajuan revisi itu batal dilakukan.
Namun, kini dimunculkan lagi rencana yang dirasa bisa mengganggu independensi hakim.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Gita Irawan)