News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Hakim MK Tolak Komentari Revisi UU Mahkamah Konstitusi, Ini Alasannya

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Juru Bicara MK Fajar Laksono, kepada wartawan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada Kamis (16/5/2024).

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memilih untuk tidak mengomentari soal revisi undang-undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) oleh DPR.

"Enggak ada tanggapan," ucap Juru Bicara MK Fajar Laksono, kepada wartawan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada Kamis (16/5/2024).

Baca juga: Ahli Hukum Tata Negara Menilai Revisi UU MK Dilakukan untuk Melumpuhkan Peradilan Konstitusi

Fajar menjelaskan, hal itu dikarenakan adanya potensi perubahan keempat UU MK itu nantinya diujikan ke Mahkamah Konstitusi, setelah disahkan DPR.

"Jadi semua ini, nanti kalau jadi (UU disahkan) itu potensial diuji ke MK," jelasnya.

Baca juga: Sempat Menolak, Mahfud MD Kini Enggan Permasalahkan Revisi UU MK, Khawatir Hakim Bisa Dikendalikan

Adapun Fajar kemudian menuturkan, para hakim MK baru dapat menyampaikan pendapatnya melalui putusan pengujian UU tersebut.

"Jadi kalau mau apa (mengomentari), ya nanti hakim-hakim itu komentarnya di putusan, kalau nanti diuji. Kita kan namanya potensial kan, semua undang-undang itu kan potensial (untuk diuji di MK)," ungkapnya.

Sebelumnya, Juru Bicara MK Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, peradilan konstitusi itu tidak boleh berpendapat apapun terkait hal tersebut.

"Maaf MK tidak boleh berpendapat terhadap UU yang sedang dibuat DPR," kata Enny, saat dihubungi Tribunnews, pada Rabu (15/5/2024).

Enny menjelaskan, MK baru bisa berpendapat jika diminta memberi masukan secara kelembagaan.

"Kecuali jika MK secara kelembagaan diminta memberi masukan, pasti akan menyampaikan beberapa hal yang dinilai penting untuk penguatan isu konstitusionalisme, misalnya terkait dengan constitutional complaint, dan lain-lain," jelasnya.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Nilai Revisi UU MK Akan Intervensi Kebebasan Hakim


Ditolak Mahfud MD

RUU ini sebelumnya sempat ditolak Mahfud MD selaku Menko Polhukam ketika itu karena dianggap mengakomodir kepentingan pihak-pihak tertentu.

"Banyak itu yang saya blok, tapi yang terakhir itu UU MK, tidak ada di Prolegnas, tidak ada di apa, masuk, dibahas," kata Mahfud dalam keterangannya, Selasa (14/5/2024).

Mahfud mengingatkan, RUU MK ditolak ketika dirinya mewakili pemerintah sebagai Menkopolhukam periode 2019-2023.

Ketika itu, Mahfud menyoalkan pembahasan terhadap RUU MK dilakukan secara tiba-tiba menjelang Pemilu 2024.

"Itu saya tolak ketika saya ditunjuk untuk menghadapi, mewakili pemerintah, saya bilang coret, dead lock, tidak ada perubahan UU menjelang begini," ujar Mahfud.

Baca juga: Sebut Revisi UU MK Berpotensi Ganggu Independensi Hakim, Mahfud MD Kaget Ketika Pertama Kali Dengar


Disetujui Hadi Tjahjanto

Namun, Menko Polhukam saat ini, Hadi Tjahjanto sebagai perwakilan pemerintah menyetujui RUU MK dibawa ke rapat paripurna.

"Atas nama pemerintah, kami menerima hasil pembahasan RUU di tingkat Panitia Kerja yang menjadi dasar pembicaraan atau pengambilan keputusan tingkat I pada hari ini. Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU MK di Sidang Paripurna DPR RI," kata Hadi, Senin.

Menurut Hadi, ada berbagai poin penting dari perubahan atas UU MK yang telah dibahas bersama DPR tersebut.

Dia merasa, perubahan-perubahan itu akan semakin memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara, serta semakin meneguhkan peran MK sebagai penjaga konstitusi.

"Pemerintah berharap, kerja sama yang terjalin dengan baik antara DPR RI dan pemerintah dapat terus berlangsung, untuk terus mengawal tegaknya negara kesatuan yang kita cintai bersama," ujar Hadi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini