Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tertawa mendengar pernyataan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK).
Adapun hal itu dikarenakan JK mengaku bingung karena bekas Dirut Pertamina bisa jadi terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2021.
Baca juga: JK Sebut Petinggi BUMN Tak Boleh Dihukum Hanya karena Merugi: Kalau Rugi Harus Dihukum, Ini Bahaya
"Sebabnya terdakwa duduk di sini tahu saudara kenapa," tanya hakim kepada JK di persidangan, PN Tipikor, Kamis (16/5/2024).
"Saya juga bingung kenapa (Karen) menjadi terdakwa," jawab JK.
Lalu terdengar suara hakim tertawa mendengar pernyataan JK tersebut.
Baca juga: Jadi Saksi Meringankan Karen Agustiawan, JK Singgung soal Ketahanan Energi
"Bingung karena terdakwa menjalankan tugasnya," lanjut JK.
"Ini kan berdasarkan instruksi kata keterangan bapak tadi," kata hakim.
"Iya instruksi," jawab JK.
"Instruksi dari presiden nomor 1 ditunjukkan kepada Pertamina. Itu yang saya kejar apa instruksinya," tanya hakim.
"Instruksi itu harus di atas 30 persen. Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan masih di pemerintahan waktu itu," jawab JK.
"Jadi bapak tidak tahu bahwa Pertamina itu merugi atau untung tidak tahu," tanya hakim.
"Tidak," jawab JK.
Sebagai informasi, Karen dalam perkara ini telah didakwa jaksa penuntut umum KPK melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2021.
Jaksa mendakwa perbuatan Karen itu merugikan keuangan negara sebesar 113,8 juta dolar AS atau Rp1,77 triliun.
Katanya, tindak pidana itu memperkaya Karen bersama SVP Gas and Power PT Pertamina periode 2013-2014, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014, Hari Karyuliarto sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS. Perbuatan itu juga memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar 113,83 juta dolar AS.
Baca juga: Hadir di Persidangan, Jusuf Kalla Jadi Saksi Meringankan Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan
Menurut jaksa, PT Pertamina melakukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada periode 2011-2021.
Namun Karen tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Meski tanpa tanggapan dewan komisaris dan persetujuan RUPS, Yenni mewakili Pertamina menandatangani LNG sales and purchase agreement dengan Corpus Christu Liquefaction.
Kemudian, Hari Karyuliarto menandatangani pengadaan LNG tersebut untuk tahap dua, yang juga tidak didukung persetujuan Direksi di PT Pertamina dan tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS PT Pertamina.
Selain itu, pengadaan itu dilakukan tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat dengan perjanjian.
Dalam perkara ini Karen didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.