News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU MK

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Nilai Revisi UU MK Akan Intervensi Kebebasan Hakim

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. Bivitri Susanti menilai revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) berpotensi mengintervensi kebebasan hakim MK.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negata (HTN), Bivitri Susanti, menilai revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) berpotensi mengintervensi kebebasan hakim MK.

Padahal, BivitriSusanti mengatakan, kemandirian kekuasaan kehakiman dijamin melalui UUD 1945 dan UU Kekuasaan Kehakiman.

Ia menjelaskan, salah satu turunan konkret dari kekuasaan kehakiman, yaitu harus adanya kepastian masa jabatan hakim.

"Hakim untuk menjaga independensinya enggak boleh waktu dia mau memutus, enggak boleh dia dibuat untuk punya pikiran, 'kalau saya memutusnya kayak gini, saya bakalan enggak dapat jabatan saya lagi pada periode berikutnya, enggak ya?' Nah kira-kira dalam bahasa sehari-harinya kaya gitu tuh," ucap Bivitri, saat dihubungi, pada Rabu (15/5/2024) malam.

Namun demikian, melihat sejumlah aturan yang tercantum dalam naskah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 (RUU MK), Bivitri mengkhawatirkan, intervensi kekuasaan kehakiman akan terjadi.

Terutama pada Pasal 23A terkait aturan pemberhentian hakim.

"Nanti kita bisa bayangkan si hakim jadi akan mikir, 'aduh kalo saya ngebatalin kebanyakan undang-undang nih nanti saya enggak dikonfirmasi lagi untuk 5 tahun yang kedua'. Nah itu intervensi," kata Bivitri.

"Itu yang haram sekali hukumnya dalam konteks kekuasaan kehakiman," tutur akademisi Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu.

Baca juga: Catatan Mahfud MD untuk Pemerintahan setelah Mundur Jadi Menkopolhukam: BLBI hingga Revisi UU MK

Selain itu, Bivitri juga mengkritisi terkait aturan evaluasi hakim MK oleh lembaga pengusulnya.

"Dan yang harus kita kritik juga tuh hakim yang dipilih oleh presiden, DPR dan juga MA, itu bukan perwakilannya. DPR, makanya dia enggak boleh dievaluasi lagi oleh DPR. Dia dipilih sudah. Berhenti," ucapnya.

Menurutnya, begitu hakim MK dipilih oleh lembaga pengusulnya, hakim yang bersangkutan tidak serta merta mewakili suara lembaga pengusulnya tersebut. 

"Konsep jabatan, terutama jabatan hakim itu bukan perwakilan. Nah, jadi logika itu enggak bisa dipake tuh untuk menjustifikasi si masing-masing lembaga itu mengevaluasi hakim-hakim yang sudah mereka pilih. Konsepnya bukan perwakilan soalnya, gitu," tegas Bivitri.


DITOLAK MAHFUD MD

RUU ini sebelumnya sempat ditolak Mahfud MD selaku Menko Polhukam ketika itu karena dianggap mengakomodir kepentingan pihak-pihak tertentu.

"Banyak itu yang saya blok, tapi yang terakhir itu UU MK, tidak ada di Prolegnas, tidak ada di apa, masuk, dibahas," kata Mahfud dalam keterangannya, Selasa (14/5/2024).

Mahfud mengingatkan, RUU MK ditolak ketika dirinya mewakili pemerintah sebagai Menkopolhukam periode 2019-2023.

Ketika itu, Mahfud menyoalkan pembahasan terhadap RUU MK dilakukan secara tiba-tiba menjelang Pemilu 2024.

"Itu saya tolak ketika saya ditunjuk untuk menghadapi, mewakili pemerintah, saya bilang coret, dead lock, tidak ada perubahan UU menjelang begini," ujar Mahfud.


DISETUJUI HADI TJAHJANTO

Namun, Menko Polhukam saat ini, Hadi Tjahjanto sebagai perwakilan pemerintah menyetujui RUU MK dibawa ke rapat paripurna.

"Atas nama pemerintah, kami menerima hasil pembahasan RUU di tingkat Panitia Kerja yang menjadi dasar pembicaraan atau pengambilan keputusan tingkat I pada hari ini. Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU MK di Sidang Paripurna DPR RI," kata Hadi, Senin.

Baca juga: Soal Revisi UU MK oleh DPR, Hakim Enny Tegaskan Posisi Mahkamah Konstitusi Pasif

Menurut Hadi, ada berbagai poin penting dari perubahan atas UU MK yang telah dibahas bersama DPR tersebut.

Dia merasa, perubahan-perubahan itu akan semakin memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara, serta semakin meneguhkan peran MK sebagai penjaga konstitusi.

"Pemerintah berharap, kerja sama yang terjalin dengan baik antara DPR RI dan pemerintah dapat terus berlangsung, untuk terus mengawal tegaknya negara kesatuan yang kita cintai bersama," ujar Hadi.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini