Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama memberi catatan terkait KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) dan BPJS Kesehatan.
KRIS diketahui menggantikan sistem kelas peserta BPJS Kesehatan terkait pelayanan.
Melalui penerapan KRIS diharapkan layanan terhadap pasien peserta BPJS jadi lebih baik.
Ada empat hal penting yang perlu dipahami masyarakat terkait implementasi KRIS yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 59 tahun 2024.
1. Aturan KRIS diatur oleh menteri kesehatan
Pasal 46A Peraturan Presiden No. 59 tahun 2024 di ayat 1 menjelaskaan tentang KRIS tetapi secara jelas di ayat 3 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan penetapan KRIS diatur dengan Peraturan Menteri.
"Artinya, kita masih harus menunggu Peraturan Menteri sebagai turunan dari Perpres yang baru keluar beberapa hari ini," ungkap dia di Jakarta, Jumat (17/5/2024)
Di sisi lain perlu disampaikan bahwa pasal 46 ayat 6 Peraturan Presiden No. 59 tahun 2024 ini menyebutkan tentang manfaat non medis yang di ayat 7 nya disebutkan tentang sarana dan prasarana, jumlah tempat tidur dan peralatan yang diberikan berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar.
2. Mengenai iuran dan manfaat
Dalam Peraturan Presiden yang diteken pada 8 Mei 2024 ini memang tidak disebutkan secara jelas tentang ada tidaknya penghapusan kelas perawatan diluar KRIS bagi peserta BPJS Kesehatan.
Tidak disebut juga secara eksplisit tentang apakah akan ada perubahan iuran bagi peserta BPJS atau tidak, dan apakah akan ada atau tidak perbedaan iuran kalau sekiranya perawatan diluar KRIS diperbolehkan, atau memang tidak diperbolehkan.
"Hanya saja, pada pasal 51 memang disebutkan bahwa peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan," ungkap Prof Tjandra
3. Target pelaksanan KRIS
Pasal 103b ayat 8 menyebutkan bahwa penetapan manfaat, tarif, dan iuran sebagaimana dimaksud akan ditetapkan paling lambat tanggal 1 Juli 2025.
Di sisi lain, dari berbagai berita yang beredar maka KRIS mulai saat ini sampai Juni 2025, RS memulai penyiapan KRIS di lebih 3000 RS di Indonesia.
"Jadi mendekati Juni 2025 tahun depan baru akan lebih jelas bagaimana kepastian ketersediaannya di lapangan, dan mungkin juga aturan pelaksanaan yang lebih jelas," kata dia.
Kini kalau ada peserta BPJS memerlukan rawat inap di rumah sakit maka nampaknya masih berlaku sistem yang selama ini berlangsung.
4. Fasilitas untuk peserta JKN Kelas 1
Mereka yang selama ini dirawat di kelas 3 RS tentu akan mendapat ruang rawat yang lebih baik dengan adanya KRIS ini.
Tentu menjadi pertanyaan tentang bagaimana peserta BPJS yang selama ini di rawat di kelas.
Dan juga ada pertanyaan tentang apa dampak penerapan KRIS bagi kesehatan anggaran BPJS Kesehatan.
"Kalau nantinya memang hanya ada KRIS untuk semua peserta BPJS maka mereka yang sebenarnya mampu membayar untuk iuran rawat inap kelas 1 misalnya maka mungkin jadi akan membayar lebih rendah, padahal kemampuannya mencukupi," ungkap dia.
Di sisi lain, kalau hanya akan ada satu tarif iuran seragam maka mungkin akan memberatkan bagi peserta BPJS yang sekarang membayar untuk perawatan kelas 3, kalau iurannya jadi lebih tinggi.
Serta muncul kekhawatiran jika ruang rawat di RS di konversi menjadi KRIS maka jumlah tempat tidur bagi peserta BPJS bisa jadi berkurang.
"Akhirnya, komunikasi publik yang lebih jelas memang amat diperlukan guna menghindari berita simpang siur di publik," ungkap Direktur Pascasarjana Universitas YARSI.