Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorantas) Polri Irjen Pol (Purn) Djoko Susilo kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dalam kasus korupsi proyek simulator surat izin mengemudi (SIM) yang menjeratnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango memberikan respons.
Baca juga: ICW Desak MA Tolak PK Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo
"Kita serahkan saja kepada majelis hakim PK-nya. Kita paham bahwa dengan Putusan MK No. 34 Tahun 2013, seakan dimungkinkan PK lebih dari sekali dalam perkara pidana," kata Nawawi kepada wartawan, Kamis (23/5/2024).
Meski menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim PK, Nawawi menyinggung ihwal adagium litis finiri oportet.
Baca juga: MA Periksa PK yang Diajukan Terpidana Kasus Korupsi Simulator SIM Djoko Susilo
Asas hukum itu bermakna "setiap perkara harus ada akhirnya". Asas ini berkaitan dengan kepastian hukum.
"Jika tak ada akhirnya, maka tak akan ada kepastian hukumnya, dan pada akhirnya dapat memunculkan sinisme, lain hakim lain putusan," kata Nawawi.
Adapun perkara PK pensiunan jenderal polisi itu teregister dengan Nomor Perkara 756 PK/Pid.Sus/2024 yang masuk pada Selasa 30 April 2024.
Dalam situs Mahkamah Agung, perkara itu sedang diperiksa majelis hakim.
“Status dalam proses pemeriksaan Majelis,” sebagaimana dikutip dari situs tersebut.
Perkara ini akan diadili oleh majelis hakim yang diketuai Suharto, serta beranggotakan H. Ansori, Sinintha Yuliansih Sibarani, Jupriyadi, dan Prim Haryadi.
Menurut kuasa hukum Djoko, Juniver Girsang, kliennya telah mengantongi novum atau bukti baru yang menjadi syarat mengajukan PK.
Namun, ia enggan mengungkap apa bukti baru yang dibawa ke hadapan Hakim Agung MA tersebut.
“Sementara kita belum comment,” kata Juniver.
Baca juga: Ada Pihak Tertentu Sengaja Tutupi Plang Sita KPK Di Rumah Eks Mentan SYL Kota Parepare
Djoko sebelumnya telah menempuh upaya hukum dari pengadilan tingkat pertama hingga upaya hukum luar biasa atau PK.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mulanya menghukum Djoko 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan pada September 2013.
Djoko juga dianggap terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk periode 2003-2010 dan 2010-2012.
Tidak terima, Djoko mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, tetapi hukumannya justru diperberat menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Ia juga diperintahkan membayar uang pengganti Rp32 miliar subsider lima tahun penjara.
Belum menyerah, ia mengajukan kasasi ke MA pada 2014 lalu. Namun, permohonan itu ditolak.
MA menguatkan hukuman yang dijatuhkan PT DKI Jakarta.
Djoko kemudian mengajukan PK. Kali ini, MA mengabulkan sebagian permohonannya.
Baca juga: KPK Periksa Istri Sekjen DPR Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Furnitur Rumah Jabatan
Dalam putusan PK, hakim menyatakan kelebihan hasil lelang dan barang bukti yang belum dilelang harus dikembalikan kepada Djoko.
MA mengirim surat Nomor 34/WK.MA.Y/VI/2019 kepada pimpinan KPK pada 19 Juni 2019 perihal pembahasan permohonan fatwa atas uang pengganti perkara Djoko.
Dalam surat itu, MA menyebut harta benda yang Djoko yang telah disita dan dilelang dirampas untuk negara.
Namun, setelah dilelang nilainya melebihi uang pengganti Rp32 miliar.