TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah diduga dimata-matai oleh sejumlah anggota polisi dari satuan Detasemen Khusus Antiteror atau Densus 88 saat makan malam di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan.
Anggota Densus 88 yang terciduk membuntuti Jampidsus itu kemudian ditangkap dan disebut-sebut berinisial IM, berpangkat Bripda.
Berdasarkan informasi yang diterima, dia saat itu tengah menjalankan misi "Sikat Jampidsus."
IM ternyata saat itu tidak sendiri, ia diduga menjalankan misi bersama lima orang lainnya yang dipimpin seorang perwira menengah Kepolisian.
Namun hanya IM yang berhasil diamankan pengawal Jampidsus saat itu.
Kala itu, IM diduga menyamar sebagai karyawan perusahaan BUMN dengan inisial HRM.
Lalu, setelah kejadian itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) kini memperketat pengamanan dengan menambah personel keamanan dari TNI.
Bahkan, Anggota Polisi Militer (PM) maupun Angkatan Darat pun akhir-akhir ini terlihat bersiaga di sekitar Gedung Kartika, tempat Jampidsus Febrie Ardiansyah berkantor.
Selain itu, lebih dari tiga mobil dinas PM Angkatan Laut juga berjaga-jaga di gerbang sebelah barat kompleks Kejagung di Jalan Bulungan.
Peningkatan pengamanan itu dilakukan karena saat ini Kejagung memang tengah menangani kasus-kasus besar.
“Peningkatan keamanan biasa-biasa saja itu kan. Kita lagi menangani perkara gede, eskalasi pengamanan harus kita tingkatkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan.
Baca juga: Densus 88 Pakai Masker dan Diduga Bawa Alat Perekam saat Buntuti Jampidsus di Restoran Perancis
Ketut mengungkapkan, sejauh ini, Jampidsus Febri Adriansyah dalam keadaan baik.
Terkait peristiwa ini, pihak Kejaksaan Agung masih enggan banyak bersuara.
Bahkan, Kapuspenkum Kejaksaan Agung mengklaim belum memperoleh informasi peristiwa yang dialami Jampidsus Febrie Adriansyah ini.
"Saya aja enggak ngerti itu. Sampai saat ini saya belum dapat informasi yang jelas," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dikonfirmasi Jumat (24/5/2024).
Polri Didesak Beri Penjelasan
Mengenai peristiwa ini, Polri sampai didesak untuk memberikan penjelasan.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut, penggunaan kekuatan itu tidak pada tugas pokok dan fungsinya.
"Densus 88 tentu bergerak bukan atas inisiatif masing-masing personel. Ada yang memerintahkan," kata Bambang saat dihubungi, Sabtu (25/5/2024).
Untuk itu, Bambang meminta Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Irjen Sentot Prasetyo untuk memberikan penjelasan terkait motif penguntitan tersebut.
Sebab, penjelasan itu diperlukan untuk menghindari adanya spekulasi-spekulasi yang nantinya berdampak negatif terhadap Korsp Bhayangkara.
"Siapa dan apa motifnya tentu bisa dijelaskan oleh Kadensus 88. Apakah benar mereka adalah timnya, atau hanya digerakkan oleh oknum saja?" ucapnya.
"Oknumnya siapa tentu juga bisa dijelaskan agar tak memunculkan pretensi berbagai macam di masyarakat," tuturnya.
Apabila terbukti anggota Densus 88 digunakan untuk kegiatan spionase, maka hal itu jelas melanggar Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Hal itu disampaikan oleh Pengamat keamanan dari Centre for Strategic and International Studies, Nicky Fahrizal, saat dihubungi pada Jumat (24/5/2024).
Sebab, dalam tataran operasional, tugas Densus 88 berada di bawah rezim UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, bukan menguntit aparat hukum, seperti pejabat Kejaksaan Agung.
Sebagian artikel ini telah tayang di Wartakotalive.com dengan judul Kejagung Perketat Keamanan dari TNI Usai Jampidsus Diduga Dimatai-matai Densus 88
(Tribunnews.com/Rifqah/Abdi Ryanda) (Wartakotalive.com/Joanita Ary)