Laporan Wartawan Tribunnews.com Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapatkan sorotan penting dari berbagai organisasi buruh.
Peraturan yang memaksa buruh dan pengusaha untuk mengiur setiap bulan lebih banyak merugikan dari pada manfaatnya bagi buruh, karena uang buruh dan pengusaha akan mengendap hingga usia 58 tahun.
Menurut Jumhur Hidayat, Ketua Umum DPP KSPSI, Pemerintah ini senangnya ngumpulin duit rakyat, terus dari duit itu digoreng-goreng dalam berbagai instrumen investasi.
"Kita masih ingat kan kasus ASABRI dan JIWASRAYA yang dikorupsi belasan bahkan puluhan triliun itu? Belum lagi dana BPJS Ketenagakerjaan yang sempat rugi walau disebut Unrealized Loss," ujar Jumhur, Selasa (28/5/2024).
Baca juga: Daftar Pekerja yang Wajib Jadi Peserta Tapera, Kena Potongan 3 Persen dari Gaji per Bulan
Jumhur melanjutkan, bila saja dana iuran itu dikumpulkan yang dipotong dari buruh 2,5 persen dan pengusaha 0,5% dari nilai upah atau gaji, maka dengan rata-rata upah di Indonesia Rp2,5 juta sementara ada 58 juta pekerja formal.
Artinya akan terkumpul dana sekitar Rp50 triliun setiap tahunnya untuk dikelola oleh BP Tapera.
Kunjungi Karawang, Presiden KSPSI Tegaskan Konsisten Dorong Pemenuhan Hak-hak Buruh - Tribunnews.com
Pantas Pegi Setiawan Tolak Perjodohan, Ternyata Hati Wanita Ini yang Jadi Pikirannya - Bangkapos.com
“Ini dana yang luar biasa besar dan pastinya menjadi bancakan para penguasa dengan cara digoreng-goreng di berbagai instrumen investasi sementara kaum buruh wajib setor tiap bulannya yang sama sekali tidak tahu manfaat bagi dirinya. Buruh itu sudah banyak sekali dapat potongan dalam gajinya, masa mau dipotong lagi. Kejam amat sih Pemerintah ini”, tegas Jumhur
Menurut Jumhur kalau memang Pemerintah punya niat baik agar rakyat memiliki rumah maka banyak cara yang bisa dilakukan.
Misalnya pengadaan tanah yang murah, subsidi bunga dan skema tanpa uang muka, bahkan bisa juga mecarikan teknologi material yang bagus dan murah untuk perumahan.
"Kalau di otaknya ngebancak duit rakyat ya begitulah hasilnya, aturan-aturan yang diterbitkan ujung-ujungnya ngumpulin duit rakyat yang bertenor puluhan tahun agar duitnya yang puluhan bahkan ratusan triliun bisa digoreng-goreng," pungkas Jumhur.