TRIBUNNEWS.COM - Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sepakat untuk menunda iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera).
Sebab, menurut perhitungan keduanya, masyarakat belum siap menerima kebijakan tersebut.
Hal ini terlihat dari masifnya penolakan masyarakat terhadap pemotongan gaji untuk Tapera.
Basuki menilai tidak perlu tergesa-gesa menerapkan program itu jika belum siap dijalankan.
Hal itu disampaikannya usai menghadiri rapat kerja bersama Komisi V DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
"Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap, kenapa kita harus tergesa-gesa," kata Basuki.
Basuki menjelaskan, sejatinya undang-undang Tapera sudah mulai disiapkan sejak 2016.
"Sebetulnya itu kan dari 2016 undang-undangnya, kemudian kami dengan Bu Menteri Keuangan dipupuk dulu kredibilitasnya, ini masalah trust, sehingga kita undur ini sudah, sampai 2027," ujar Basuki.
Ia juga menjelaskan, pemerintah melalui APBN memiliki program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk subsidi selisih bunga.
Dana yang dikucurkan untuk FLPP sebesar Rp 105 triliun.
"Sedangkan untuk Tapera, mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp50 triliun. Jadi effort dengan kemarahan ini (penolakan Tapera), saya nyesel betul."
Baca juga: Tuai Penolakan, Menteri PUPR dan Menteri Keuangan Sepakat Tapera Ditunda
"Saya tidak legowo lah, jadi apa sudah kami lakukan dengan 10 tahun FLPP, subsidi bunga itu sudah Rp105 triliun, jadi kalau ada misalnya usulan, apalagi DPR misalnya (minta ditunda), ketua MPR untuk diundur. Menurut saya, saya sudah contact bu Menteri Keuangan, kita akan ikut (sepakat menunda)," terang Basuki.
Terlebih, lanjut Basuki, pemerintah juga belum siap terkait dengan sosalisasi.
Sehingga, menurut Basuki, akan lebih baik jika Tapera diundur dan tidak perlu berbenturan antara pemerintah dengan msyarakat.
"Saya kira iya (menunggu kesiapan masayarakat). Kenapa kita harus saling berbenturan, enggak-enggak (perlu seperti itu), insyaAllah."
"Kalau yang punya rumah, sebagai penabung dan bunganya lebih besar dari deposito kalau dia mau ambil. Undang-undangnya menyampaikan wajib (ikut Tapera). Ini sosialisasinya kami juga lemah dan belum kuat," jelas Basuki.
Sebelumnya, anggota Komisi V DPR RI fraksi PDIP Irine Yusiana Roba Putri, melontarkan kritik pedas terkait pemotongan gaji karyawan untuk iuran Tapera.
Menurutnya, subsidi itu kewajiban warga negara, bukan sesama warga negara.
"Kadangkala ada beberapa dari pemerintah yang mengatakan, 'Ya itu kalau yang mampu nanti untuk subsidi yang tidak mampu'. Mohon maaf, Pak, subsidi itu kewajiban negara, bukan sesama warga negara memberi subsidi."
"Kalau sesama warga negara namanya gotong-royong dan alangkah malunya negara yang tidak mampu hadir untuk menjawab dari tantangan yang masyarakat hadapi. Jadi, Pak, mohon penjelasan tentang Tapera," kata Irine.
Salah satu anggota Komisi V DPR, Ridwan juga mengatakan sebaiknya Tapera dibahas dalam rapat khusus.
"Ketua, barangkali begini Pak Ketua kalau boleh interupsi, kalau boleh Pak Menteri, kita rapat khusus aja bahas soal ini agak panjang persoalannya ini karena banyak masalah yang kita hadapi tentang ini Pak," ujar Ridwan.
"Baik saya setuju, Pak. Untuk terkait Tapera, Pak Menteri, kami akan agendakan khusus nanti," tutur Ketua Komisi V DPR, Lasarus.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Chaerul Umam/Muhamad Deni Setiawan/Seno Tri Sulistiyono)