TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) Tahun 2022 – 2041 menjadi terobosan untuk mencapai kesejahteraan Papua dalam dua dekade ke depan.
Ini sesuai dengan visi dari RIPPP yaitu terwujudnya Papua mandiri, adil dan sejahtera serta misinya yaitu Papua sehat, Papua cerdas dan Papua produktif.
Deputi Bidang Pengembangan Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti mengatakan, di tengah berbagai tantangan pembangunan yang ada, RIPPP dapat menjadi landasan untuk percepatan pembangunan ke depan.
“Dengan adanya rencana induk yang didukung sistem informasi ini akan menunjang pembangunan Papua menuju visi Indonesia Emas 2045,” kata Tri Dewi.
Lebih lanjut dia menambahkan, untuk bisa mencapai Papua sehat, maka harus ada pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata serta membudayakan hidup sehat dan bersih di masyarakat.
Dengan demikian, pada 2041, diharapkan angka prevalensi stunting dapat turun hingga di bawah 10 persen, umur harapan hidup meningkat, serta seluruh kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria.
Baca juga: Survei Median Pilkada Puncak Papua Tengah, Peniel Waker Masih Teratas
Yang tidak kalah penting adalah memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk membentuk pribadi unggul, kreatif, inovatif, berkarakter, dan mampu bekerja sama, menuju Papua Cerdas.
Sehingga, harapan lama sekolah di Wilayah Papua pada tahun 2041, diharapkan dapat mencapai 14,59–16,61 tahun.
Selain itu, peningkatkan kompetensi, kreativitas, dan inovasi dalam pengembangan potensi ekonomi lokal yang berdaya saing, menuju Papua Produktif.
Dalam misi ini, diharapkan pada tahun 2041, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka dapat turun masing-masing menjadi 5,81–2,82 persen, dan 4,11–1,73 persen.
Untuk mempercepat kesejahteraan dalam dua dekade ke depan, Papua harus diperkuat dengan peningkatan akses ke infrastruktur dasar dan konektivitas, peningkatan kualitas lingkungan, penerapan tata kelola pembangunan yang baik, dan memberikan perhatian khusus pada tanah adat/ulayat, kebudayaan, serta harmoni sosial sebagai prasyarat utama untuk mencapai tujuan pembangunan.
Semua hal tersebut ada di dalam Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua.
Baca juga: Wapres Maruf Amin Luncurkan RIPP dan SIPPP, Momentum Penting Pembangunan Papua
“RIPPP Tahun 2022-2041 adalah payung hukum dan pedoman dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pengendalian percepatan pembangunan di Papua. Arah kebijakan pembangunan wilayah Papua ini juga telah diselaraskan ke dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045,” ujar Tri Dewi.
Anggota Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Provinsi Papua Barat Daya Otto Ihalauw mengutarakan, RIPPP ini perlu ditindaklanjuti sekaligus dikawal implementasinya.
Hal ini bukan perkara mudah mengingat tak sedikit masyarakat yang bersikap skeptis.
“Tugas kami selaraskan RIPPP ke tingkat daerah melalui musrembang. Meskipun, bicara tentang musrembang, orang di kampung merasa sedih karena sering mendapati pelaksanaan dan penganggaran tidaklah tepat,” katanya.
Salah satu tantangan laten yang ada ialah soal ketimpangan antarwilayah.
Bappenas memastikan, isu ini telah menjadi perhatian utama di dalam pembuatan kebijakan dan strategi pembangunan yang selaras dengan komitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Baca juga: All Eyes on Papua - ‘Mengapa baru sekarang ramai-ramai bicarakan persoalan di Papua’?
Pengusaha kopi asal Papua, Yafeth Wetipo, mengutarakan bahwa dirinya kerap menemukan masalah terkait kesenjangan.
Ia mencontohkan soal ketidakseragaman standar operasional petani kopi antarlokasi mengingat belum ada standar yang sama.
“Jadi hasil produksi (kualitas kopi) masih berbeda-beda. Ada juga tantangan, beberapa kebun kopi sudah terbuka aksesnya. Tapi ada juga perkebunan potensial yang aksesnya masih susah. Ini terkait infrastruktur transportasi,” ucap Yafeth.
Upaya dan dukungan untuk mengatasi beragam tantangan di Papua disampaikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui penetapan undang-undang (UU) soal otonomi khusus alias otsus pada 2001.
Dilanjutkan kembali melalui UU No. 2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Sebagai momentum penting dalam mewujudkan percepatan pembangunan di Papua, kemarin Wakil Presiden Republik Indonesia dan Menteri Bappenas resmi meluncurkan RIPPP Tahun 2022-2041 di Sorong, Papua Barat Daya.
Perhelatan tersebut juga turut didukung oleh Program SKALA, Kemitraan Australia-Indonesia untuk akselerasi layanan dasar.