Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai revisi UU Polri terlalu tergesa-gesa dibuat.
Hal itu kata Abraham Samad membuat muncul banyak pasal kontroversial.
Di antaranya kepolisian memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan teknis kepada penyidik penyidik lain yang ditetapkan Undang-Undang.
"Undang-undang Polri itu kalau menurut saya tidak boleh tergesa-gesa dibuat. Karena masih banyak pasal-pasal yang kontroversial," kata Abraham Samad kepada awak media di Jakarta, Senin (10/6/2024).
Atas hal itu ia menilai RUU Polri jangan dipaksakan legislasinya sehingga menjadi kerugian untuk negara Indonesia.
"Maka perlu didiskusikan kembali agar kita menemukan jalan tengah. Karena kalau dipaksakan diburu-buru. Saya khawatir nanti hasilnya menjadi blunder bagi negara ini," terangnya.
Sebelumnya DPR telah menyetujui RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menjadi usul inisiatif DPR.
Baca juga: Bambang Pacul: Fraksi PDIP Akan Pelajari Poin Perubahan dalam Revisi UU Polri
Fraksi PDIP DPR RI bakal mempelajari poin perubahan pada revisi UU Polri.
"Begini, semua nanti dipelajari lagi, urusan pemerintahnya kayak apa," kata Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/6/2024).
Pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu mengungkapkan sikap Fraksi PDIP terhadap pembahasan revisi UU Polri.
Ditegaskannya, Fraksi PDIP bakal kritis selama pembahasan RUU tersebut.
"Jadi kami tentu sangat kritis untuk itu," ucapnya.
Baca juga: Penggalangan Intelijen dalam Revisi UU Polri Dinilai Bertabrakan dengan Tupoksi BIN dan BAIS TNI
Lebih lanjut, Ketua Komisi III DPR itu mengaku belum tahu, apakah revisi UU Polri akan dibahas di Komisi III.
Pasalnya, Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang akan menentukannya.
"Tunggu lah. Belum masuk barangnya ke kami. Apakah akan dibahas di Komisi III, kami juga belum tahu. Itu nanti keputusannya di Bamus," pungkasnya.
Untuk diketahui, saat ini DPR masih menunggu tanggapan pemerintah melalui surat presiden (surpres), untuk membahas RUU Polri.
"Surpres wajib dikirim ke DPR itu paling lama 60 hari bahwa apakah isinya setuju itu nanti di pembahasan. Siapa tahu presiden tolak semua. Kan kita nggak ngerti," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Supratman mengungkapkan ada beberapa usulan lain terkait substansi perubahan revisi UU TNI dan Polri. Namun yang menjadi fokus hanya persoalan usia pensiun.
"Di Undang-Undang Polri ada tapi hanya penyesuaian-penyesuaian saja. Tapi tidak terlalu menyangkut soal penyelidikan, penyidikan. Jadi tidak terlalu urgen, yang paling inti itu adalah masalah usia pensiun, yang lain engga," ujarnya.