TRIBUNNEWS, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara, Nanang Indrawan MH meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar melakukan investigasi terhadap gedung kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan DKI Jakarta yang terletak di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan lantaran diduga belum memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Nanang menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 27/PRT/M/2018 Tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung dijelaskan bahwa SLF adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung sebagai syarat agar dapat dimanfaatkan.
"Seandainya dugaan bahwa BPK abaikan SLF itu benar, maka sama dengan BPK sedang mencoreng wajahnya sendiri. Untuk itu kami meminta Pemda DKI segera lakukan investigasi, dan buka secara transparan hasil investigasinya sehingga publik bisa menilai sendiri, juga terlihat apakah BPK bekerja profesional yang tidak tajam keluar tapi tumpul ke dalam, atau bagaimana," ujar Nanang, Selasa (11/6/2024).
Baca juga: Sejumlah Upaya Pemprov DKI Jakarta untuk Mengatasi Banjir
Nanang menegaskan, jika BPK yang juga kerap menyoroti pelanggaran SLF gedung terbukti melakukan pelanggaran tersebut, maka marwah BPK pun runtuh. Nanang pun mengingatkan BPK agar segera melakukan evaluasi internal, terlebih saat ini lembaga pengawasan keuangan itu tengah mengalami ujian integritas pasca munculnya dugaan jual beli opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Jangan kemudian ini semakin membuktikan bahwa kinerja BPK carut marut. Integritasnya pun di ragukan kalau seandainya aturan pun ia langgar. Jika seandainya iya BPK melanggar SLF, runtuh sudah marwahnya, kita ingat tahun tahun ke belakang ada banyak gedung di Jakarta dinyatakan BPK telah melanggar SLF. Maka dugaan atas BPK pun wajib di clear kan," katanya.
Lebih lanjut Nanang menjelaskan, SLF harus memiliki kepastian atau kebenaran data selama masa berlakunya. Bisa jadi, lanjut Nanang, setelah SLF diterbitkan terjadi perubahan fungsi yang sudah tidak sesuai dengan saat audit sertifikasi SLF dilakukan.
Nanang pun mengingatkan BPK sebagai pemilik/pengguna gedung, terkait dengan undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dimana telah mengatur soal laik fungsi pada pasal 37, hak dan kewajiban pada pasal 40 dan 41 serta sanksi bagi pemilik atau pengguna bangunan gedung sebagaimana diatur dalam Pasal 46 dan 47.
Baca juga: BPK Temukan Penyimpangan Perjalanan Dinas Capai Rp 39,26 Miliar di 2023
Selain itu, lanjutnya, aturan mengenai gedung laik fungsi juga tercantum dalam Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung. Menurut Nanang, Pasal 238 ayat satu pada Perda tersebut menyebutkan bahwa gedung baru bisa dimanfaatkan ketika sudah dilengkapi SLF.
Nanang menegaskan, jika dikemudian hari keberadaan gedung tersebut menimbulkan kerugian harta benda, apalagi kecelakaan hingga cacat seumur hidup, maka BPK sebagai pemilik/pengguna gedung wajib dikenakan sanksi pidana tegas serta denda yang cukup besar.
"Salah satu ayat pada pasal 46 UU 28/2002 menyebutkan bahwa setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau denda paling banyak 10 persen dari nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain," jelasnya.
"Lalu salah satu ayat pada pasal 47 mengatakan bahwa setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini sehingga mengakibatkan bangunan tidak laik fungsi dapat dipidana kurungan dan/atau pidana denda. Kemudian pada Perda DKI nomor 7/2010 pun diatur pula sanksinya, jadi berlapis lah," pungkasnya. (*)
Baca juga: Anggota DPR Sebut Temuan BPK Soal IKN Perlihatkan Masih Sepinya Peminat dari Swasta