TRIBUNNEWS.com - Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), dua kali hampir menangis saat hadir sebagai saksi mahkota dalam sidang kasus dugaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan), Senin (24/6/2024).
Pertama, momen ini terjadi saat Hakim Anggota, Ida Ayu Mustikawati, bertanya apakah SYL tahu soal pembelian atau pemberian terhadap keluarga menggunakan uang Kementan.
SYL menuturkan, belakangan ini ia merasa tak menjadi sosok yang baik bagi istri, anak, dan cucunya.
Karena itu, ia ingin menebus perasaan bersalah itu dengan memberikan barang-barang kepada keluarganya, termasuk jaket sang putri, Indira Chunda Thita.
"Terkait dengan pembelian atau pemberitan terhadap keluarga, anak Saudara, yang juga kemarin Saudara ketahui. Itu bagaimana?" tanya Hakim Ida, Senin, dikutip dari YouTube KompasTV.
"Ada beberapa yang anak saya memang belikan, Yang Mulia. Termasuk jaket (untuk Thita)."
"Saya sudah 30 tahun lebih menjadi penjabat. Dan akhir-akhir ini saya merasa, saya bukan suami yang baik bagi istri saya, saya bukan kakek yang baik bagi cucu saya, saya tidak pernah jadi bapak yang baik bagi anak-anak saya."
"Oleh karena itu, akhir-akhir ini kadang-kadang saya yang ajak mereka, saya mau senangkan mereka. Karena harganya (membeli jaket dan barang-barang) juga harganya tidak seberapa, katakanlah seperti itu," urai SYL dengan suara bergetar menahan tangis.
Meski demikian, SYL tak tahu uang-uang yang digunakan untuk membelikan barang-barang keluarganya, ternyata di-reimburse ke Kementan.
Ia mengaku membelikan barang-barang keluarganya menggunakan uang pribadi.
"Itu uang pribadi saya. Dan Panji, ini credit card-nya, kau yang bayar. Ternyata di datanya yang ada ter-reimburse masuk ke dalam (Kementan)," aku SYL.
Baca juga: SYL Marah Tahu Thita Dapat Mobil Innova dari Kementan, Hakim: Tapi Ndak Ada Usaha Mengembalikan
Lalu, momen kedua SYL menahan tangis terjadi saat berbicara soal cucunya, Andi Tenri Bilang Radisyah Melati alias Bibie, yang magang di Kementan.
Hakim Ida awalnya menanyakan, apa SYL memiliki kewenangan untuk memasukkan Bibie sebagai karyawan magang di Kementan.
SYL pun mengakui ia memang meminta tolong pada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan non-aktif, Kasdi Subagyono, untuk menjadikan Bibie karyawan magang.
Hal itu dilakukannya karena ingin sang cucu memiliki referensi di dunia bekerja.
"Apa dasar Saudara untuk bisa memasukkan cucu Saudara sebagai honorer? Apakah itu kapasitas Saudara?" tanya Hakim Ida.
"Cucu saya, saya yang minta (ke) Pak Kasdi. Tolong Pak Kasdi, kasih magang dia. Dia baru lulus dari Unhas."
"Sebagai kakek mau berjasa sedikit sama anak yang besok mungkin dengan magang, dia punya referensi untuk mendaftar pegawai," terang SYL menahan tangis.
Lebih lanjut, SYL mengaku tak tahu Bibie dibayar selama magang.
Ia pun mengakui, permintaan menjadikan Bibie karyawan magang di Kementan, adalah kesalahannya, bukan Kasdi.
Baca juga: Dalih SYL Tak Kembalikan Mobil Thita dari Kementan Meski Marah: Seandainya Ingat, Saya Terlalu Sibuk
"Saya tidak pernah campuri bahwa dia dikasih honor atau tidak, dan saya minta Bibie kau masuk di situ."
"Pak Kasdi tunjukkan saya ruangannya Bibie. Dan tidak salah itu Pak Kasdinya, saya yang salah," pungkasnya.
Bibie Akui Dapat SK dari Kementan
Sebelumnya, saat hadir sebagai saksi sidang kasus yang menjerat SYL pada Senin (27/5/2024), Bibie mengakui dirinya memang magang di Kementan.
Meski demikian, Bibie mengklaim tak tahu apabila ternyata dirinya berstatus sebagai Staf Ahli di instansi yang dipimpin sang kakek.
Menurutnya, ia menjadi karyawan magang atas perintah SYL.
"Saya tidak pernah bermohon (menjadi Staf Tenaga Ahli di Kementan), Yang Mulia. Tapi, saya pernah diminta kakek saya (SYL) untuk magang," aku Bibie.
Karena itu, lanjut Bibie, ia kemudian menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada mantan ajudan SYL, Panji Hartanto.
Bibie memastikan ia hanya dimintai KTP, tanpa berkas lainnya, seperti curriculum vitae (CV), kala itu.
"Saya diminta KTP saja, Yang Mulia. Kalau enggak salah (diserahkan) ke Panji atau ke Rini (Protokol dan Sekretariat Mentan)," ungkap Bibie.
Setelahnya, Bibie mengaku mendapatkan Surat Keputusan (SK) meski ia hanya tahu dirinya diminta magang.
Ia juga mengaku mendapatkan gaji Rp4 juta per bulannya.
"Saudara dapat SK untuk sebagai Staf Ahli?" tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh.
"Pada saat itu ada, Yang Mulia," jawab Bibie.
"Menerima gaji per bulan? Rutin ya sejak terima SK?" tanya Hakim lagi.
Baca juga: Fasilitas Mewah Apartemen Nayunda yang Cicilannya Dibayar SYL: Aqua Gym, Clubhouse, Private Lounge
"Ada yang skip (tidak menerima) juga, Yang Mulia. Ada yang terlewat juga sepertinya," aku Bibie.
Lebih lanjut, Bibie merasa ia layak mendapat gaji lantaran memiliki SK resmi dari Kementan.
Tetapi, saat ditanya soal SK tersebut, Bibie mengaku tak membaca, hanya melihat namanya.
"Saksi membaca itu SK (jadi) apa? SK magang atau Tenaga Ahli?" tanya JPU.
"Saya tidak baca. Saya cuma lihat nama saya," kata Bibie.
"Sebagai apa nama Saksi di situ (SK)?" cecar JPU.
"Saya enggak perhatikan," aku Bibie.
"Waktu uang masuk (gaji) kok Saksi tidak tolak, kalau memang tidak tahu terkait apa-apa?" tanya JPU lagi.
"Karena saya merasa punya SK," ujar Bibie.
"Ya makanya saya tanya SK sebagai apa Saksi terima uang dari negara itu?" cecar JPU lagi.
"Sepemahaman saya, saya magang di situ (Kementan)," ucap Bibie.
Sebagai informasi, SYL saat ini didakwa menerima gratifikasi di lingkungan Kementan selama periode 2020-2023 dengan nilai mencapai Rp44,5 miliar.
Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari pejabat Eselon I di lingkungan Kementan.
Dalam menjalankan aksinya, SYL dibantu oleh ajudannya, Muhammad Hatta, dan mantan Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono.
Baca juga: Penyidik KPK Dalami Aliran Uang Rp 800 Juta dari SYL ke Firli Bahuri untuk Kondisikan Kasus Sapi
Atas perbuataannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ashri Fadilla)