"Para sahabat profesor yang setuju, ayo kita lantangkan tradisi yang lebih kolegial ini. Dengan desakralisasi ini, semoga jabatan profesor tidak lagi dikejar oleh banyak orang, termasuk para pejabat dan politisi, dengan menghalalkan semua cara," tambah Fathul Wahid.
Sehari kemudian, Kamis (18/7/2024), keluar surat edaran terkait penandatanganan surat, dokumen dan produk hukum ditujukan untuk pejabat struktural di lingkungan UII
Dalam surat tersebut, disampaikan seluruh korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang setara itu dengan penandatangan rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap 'Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D.' agar ditulis tanpa gelar menjadi 'Fathul Wahid'.
Pada surat itu, disebutkan juga alasannya. Rektor UII ingin menguatkan atmosfer kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi.
Fathul Wahid membenarkan, surat edaran itu telah ditandatanganinya. Ia mengatakan, sudah lama, gelar akademik yang disandang itu tak perlu dituliskan.
"Upaya itu sudah saya lakukan sejak lama ya, sejak saya dikukuhkan menjadi profesor. Saya anggap itu berkaitan dengan jabatan akademik dengan tanggung jawab besar, alih-alih menjadi berkah," kata dia, dikutip dari TribunJogja.com.
Dia mengatakan, gelar itu memiliki tanggung jawab akademik dan moral yang dinilai kurang relevan untuk dicantumkan di dalam dokumen-dokumen termasuk di kartu nama.
Meski demikian, dikatakan Fathul, itu adalah pendapat personal dan ia tak bisa memaksa orang untuk mengikuti jejaknya.
"Saya hanya mencoba menjadikan ini sebagai gerakan kultural, kalau ini bersambut maka itu akan sangat baik, sehingga jabatan profesor ini lebih dianggap sebagai amanah," terangnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Rektor UII Emoh Dipanggil Profesor, Fathul Wahid: Itu Amanah, Tak Perlu Glorifikasi
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Gita Irawan) (TribunJogja.com/Ardhike Indah)