TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tak ada kepentingan politik apapun di balik pengusutan dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.
Saat ini KPK tengah mengusut tiga perkara, yaitu dugaan suap pengadaan barang dan jasa, pemerasan terhadap pegawai, dan dugaan penerimaan gratifikasi di Pemkot Semarang.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, peristiwa penyidikan yang saat ini dilakukan hanya kebetulan berdekatan momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024.
Diketahui, Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita memang tengah menyiapkan diri kembali di Pilkada 2024.
"Bila kegiatan (penyidikan) dimaksud berkaitan atau bersamaan dengan yang diinfokan berupa pemilihan kepala daerah, itu hanya kebetulan saja dan tidak melihat dari sisi politik," ujar Tessa, Jumat (19/7/2024).
Tessa menjelaskan bahwa saat ini alat bukti yang ditemukan sudah cukup.
Sehingga, pihaknya langsung memutuskan perkara naik ke penyidikan.
"Apabila ada pihak-pihak yang merasa bahwa ini ada kaitannya dengan kepentingan politik, kami dari KPK menyatakan bahwa sama sekali tidak ada," tutur Tessa.
Dua bulan sebelum penggeledahan di kantor Pemkot Semarang, Mbak Ita sudah mengembalikan formulir pendaftaran calon kepala daerah di kantor DPC PDI Perjuangan (PDIP) Kota Semarang, Sabtu (18/5/2024).
"Alhamdulillah saya mengembalikan berkas formulir calon wali kota di DPC PDI Perjuangan, bersama suami, dan seluruh dukungan yang luar biasa hari ini," kata Mbak Ita, Sabtu (18/5/2024), dikutip dari Kompas.com.
PDIP: Nuansa Politisasinya Kental Sekali
Baca juga: Kadis Perkim Semarang Bicara soal Penggeledahan KPK hingga Keberadaan Mbak Ita yang Masih Misterius
Ketua DPP PDIP bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Yevri Hanteru Sitorus menilai, nuansa politisasi sangat kental dalam pengusutan dugaan korupsi di Pemkot Semarang ini.
Deddy mengatakan dalam konteks penegakan hukum PDIP sangat menghormati langkah yang diambil KPK.
Namun, ia mempertanyakan urgensi KPK mengusut kasus tersebut.
Sebab, masih ada kasus-kasus yang lain jauh lebih besar.
"Kita kan tidak bisa bilang menghalangi proses hukum toh, sebagai warga negara kita harus mendukung proses hukum," kata Deddy, Kamis (18/7/2024).
"Ya tetap saja kita akan dukung proses hukum, tetapi kita mempertanyakan mislanya soal katakanlah soal kasus timah di Bangka itu yang ratusan triliun, apakah memang lebih penting urusan ini daripada itu yah," lanjutnya.
Deddy pun mempertanyakan urgensi lembaga antirasuah itu mengusut kasus yang melibatkan Mbak Ita.
Apalagi, kata Deddy, kasus ini diusut KPK menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024.
"Saya tidak bisa bilang PDIP menganggap ini politisasi, tetapi nuansa politisasinya itu ya kental sekali, jika dilihat dari sisi waktu, tempat, ya kan," imbuhnya.
Cegah 4 Orang ke Luar Negeri
Sejauh ini, KPK telah mencegah empat orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan.
Informasi dari internal KPK, empat orang yang dicegah diantaranya ada Mbak Ita dan suaminya bernama Alwi Basri.
Alwin saat ini tercatat sebagai Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng).
Tak hanya itu, Alwin Basri juga menjabat sebagai Ketua PKK Kota Semarang.
Selain itu ada nama Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang bernama Martono, dan pihak swasta bernama Rahmat U Djangkar.
KPK juga telah menggeledah Kantor Wali Kota Semarang, Jawa Tengah pada hari ini, Rabu (17/7/2024).
Pada hari yang sama, Tim penyidik KPK juga menggeledah rumah Mbak Ita.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Ilham Rian Pratama) (Kompas.com)