TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono meminta dibebaskan dari perkara dugaan korupsi Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated atau lebih dikenal Jalan Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ).
Permintaan itu disampaikan Djoko dalam duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum yang dibacakan dalam persidangan Selasa (23/7/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Duplik sendiri merupakan tahap persidangan sebelum dibacakannya putusan atau vonis Majelis Hakim.
"Saya dengan ini sangat berharap dan memohon kepada Majelis Hakim yang kami muliakan, berkenaan untuk menerima jawaban kami atas replik penuntut umum dan memberikan putusan adil dan terbaik untuk saya, yaitu tetap pada seperti pembelaan saya untuk membebaskan saya dari semua tuntutan sebagaimana tertuang dalam tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum," ujar Djoko Dwijono di hadapan Majelis Hakim.
Djoko menyampaikan permintaan bebas karena merasa bahwa proyek pembangunan Jalan Tol MBZ sudah memenuhi persyaratan.
Menurutnya, jalan tol senilai triliunan rupiah itu sudah layak, mulai dari desain hingga operasionalnya.
"Hasil pekerjaan telah sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated sudah memiliki sertifikat laik desain, laik fungsi, serta laik operasi yang dikeluarkan Kementerian PUPR dan juga dipastikan bisa digunakan untuk seluruh golongan kendaraan," kata Djoko.
Senada dengan Djoko, tim penasihat hukum juga meminta agar kliennya dibebaskan dalam perkara ini.
Dalam permintaannya, penasihat hukum berargumen adanya pihak lain yang tidak turut dijerat seperti Djoko Dwijono.
Pihak yang dimaksud ialah KSO Waskita Ascet, sebab dalam dakwaan jaksa, disebut turut menerima keuntungan.
"Seandainya terdakwa Djoko Dwijono dianggap memperkaya pihak KSO Waskita Acset, mengapa Dono Parwoto selaku KSO Waskita Acset tidak turut diadili dalam persidangan ini? Ini pertanyaannya tim penasihat hukum, padahal nama Dono Parwoto berulang kali disebutkan dalam surat dakwaan," ujar penasihat hukum Djoko, Supriadi.
Baca juga: Saksi Ahli Sebut Tol Japek MBZ yang Dikorupsi Sempat Diuji Beban Truk Pasir 120 Ton
Untuk informasi, Djoko Dwijono merupakan satu dari empat terdakwa dalam perkara ini.
Tiga terdakwa lainnya ialah: Ketua Panitia Lelang pada JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan pada PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; dan Sofiah Balfas selaku eks Direktur PT Bukaka Teknik Utama.
Dalam perkara ini, para terdakwa telah dituntut penjara empat hingga lima tahun lamanya.
Djoko Widjono sebagai mantan Direktur JJC, dituntut empat tahun penjara, sama dengan Yudhi Mahyudin.
Sedangkan Sofiah Balfas dan Tony Sihite dituntut lima tahun penjara.
Tak hanya pidana badan, keempat terdakwa juga dituntut hukuman denda Rp 1 miliar.
Jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti enam bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," tutur jaksa, membacakan tuntutan denda.
Tuntutan itu dilayangkan jaksa karena menilai para terdakwa terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaiamana dakwaan primair.
Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat atas perbuatan mereka yang berkongkalikong terkait pemenangan KSO Waskita Acset dalam Lelang Jasa Konstruksi Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000.
Kemudian terdakwa Djoko Dwijono yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Jasa Marga, mengarahkan pemenang lelang pekerjaan Steel Box Girder pada perusahaan tertentu yaitu PT Bukaka Teknik Utama.
"Dengan cara mencantumkan kriteria Struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka pada dokumen Spesifikasi Khusus yang kemudian dokumen tersebut ditetapkan Djoko Dwijono sebagai Dokumen Lelang Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000," kata jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Akibat perbuatan para terdakwa, jaksa mengungkapkan bahwa negara merugikan negara hingga Rp 510.085.261.485,41 (lima ratus sepuluh miliar lebih).
Selain itu, perbuatan para terdakwa juga dianggap menguntungkan KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel.
"Menguntungkan KSO Waskita Acset sejumlah Rp 367.335.518.789,41 dan KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp 142.749.742.696,00" kata jaksa.