TRIBUNNEWS.COM - Pagi belumlah terlalu sempurna. Namun Mulyadi sudah membuka mata, bersiap menjalani hari.
Ia mulai merapikan tempat tidurnya. Tak lama kemudian, ia mengambil sapu dan alat pel.
Selesai menyapu dan mengepel ruangan di lantai 2 Griya Peduli PMI Kota Surakarta, Pak Mul begitu ia karib disapa, melakukan aktivitas lain.
Ia turun ke halaman, menyirami sejumlah tanaman. Tak cukup sampai di situ, ia masih membantu memasak di dapur.
Siang harinya, ia membantu para pengurus membagikan makanan hasil donasi kepada warga yang tinggal di Griya PMI.
"Pak Mul itu orang paling sibuk di Griya PMI Peduli," kata Kepala Seksi Pelayanan Sosial Griya PMI, Eny Wulandari, Jumat (5/7/2024).
Pak Mul, lanjut Eni, merupakan satu di antara Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang sudah 8 tahun tinggal di Griya Peduli.
Selama menjadi warga Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yang berlokasi di Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta tersebut, Pak Mul jarang mengamuk.
Emosinya tergolong flat. Ia pun masih bisa berkomunikasi dengan para pengurus bahkan warga di sekitar Griya PMI.
Selain Mulyadi, ada sejumlah warga -sebutan untuk ODGJ penghuni Griya PMI- lainnya yang ikut membantu pekerjaan sederhana.
Misalnya memanen jamur kuping, ikut memperbaiki jika ada kerusakan bangunan, hingga menyuapi warga lanjut usia (lansia) yang juga tinggal di Griya PMI.
Baca juga: Program JKN Tandai Satu Dekade Reformasi Sistem Kesehatan Nasional, Jangkau Wilayah 3T
"Terkadang, kami juga memberi mereka upah walaupun sedikit. Saya kadang tanya, 'lho, buat apa?' Kata mereka, 'buat jajan, Bu,'" kata Eny.
Eny menjelaskan, ada 111 warga yang kini tinggal di Griya PMI. Mereka terdiri dari 84 ODGJ dan 26 lansia dengan rentang usia mulai dari 30 tahun hingga 70-an tahun.
Griya PMI yang beroperasi sejak Maret 2012 didirikan sebagai satu bentuk kepedulian PMI Surakarta terhadap permasalahan sosial dalam masyarakat, khususnya terkait keberadaan orang-orang telantar.
Secara umum, kata Eny, Griya PMI merupakan tempat tinggal untuk menampung orang-orang yang telantar, khususnya di wilayah Surakarta.
Griya PMI terbagi menjadi dua, yaitu Griya Peduli untuk ODGJ dan Griya Bahagia untuk lansia.
Bagi 111 warga ini, Griya PMI adalah rumah mereka. Di sini, mereka tak hanya mendapatkan tempat yang nyaman untuk tinggal dan makan tiga kali sehari.
Namun, kesehatan mereka baik fisik maupun mental juga dipantau secara rutin oleh tenaga kesehatan dan para pengurus.
Terlebih pada ODGJ yang setiap hari wajib meminum obat-obatan untuk mengurangi gejala serta mencegah kekambuhan.
"Pengobatan memang tidak akan menyembuhkan ODGJ 100 persen, tetapi dengan pengobatan, emosi mereka lebih stabil dan gejala psikosis tidak akan terlalu parah," jelasnya.
Karenanya, Eny menegaskan, Griya PMI bukanlah panti untuk menyembuhkan. Melainkan sebuah tempat di mana ODGJ bisa dimanusiakan sebagai manusia dan tidak mendapat stigma negatif.
"Setidaknya hak dasar mereka seperti makan, tempat tinggal, dan kesehatan terpenuhi," ujarnya.
Eny mengatakan, hampir sebagian besar penghuni warga Griya PMI telah menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan.
"Ada sekira 80-an warga yang menjadi peserta JKN kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI)," sebutnya.
Menurut Eny, program JKN sangat membantu warga Griya PMI untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan berupa pengobatan, konseling, hingga terapi.
Banyak di antara mereka yang tidak memiliki keluarga bahkan tanpa identitas. Dengan terdaftar sebagai peserta JKN, para ODGJ bisa memperoleh hak layanan kesehatan secara gratis.
Setiap sebulan sekali, mereka harus kontrol ke rumah sakit demi memeriksakan kondisi kesehatan dan mendapat obat-obatan yang wajib diminum setiap hari.
"Ada pengurus yang menemani karena biasanya sekali kontrol berbarengan," beber Eny.
Ada dua rumah sakit di Surakarta yang menjadi rujukan untuk kontrol kesehatan jiwa para ODGJ yakni di RS Hermina dan RSJD dr Arif Zainuddin.
"Untuk faskes pertama di Puskesmas Sibela," katanya.
Eny juga mengungkapkan tidak ada perbedaan layanan kesehatan yang didapat warga Griya PMI Peduli meski berstatus sebagai peserta JKN.
"Baik saat di puskesmas maupun di rumah sakit, pelayanan yang kami terima sama saja, tidak ada perbedaan dengan pasien-pasien lain. Semuanya setara," ujar dia.
Peran Serta Pemkot Surakarta
Keikutsertaan para ODGJ dalam program JKN tak lepas dari sinergi Griya PMI dengan Dinas Sosial Kota Surakarta.
Sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Kota Surakarta, Dinas Sosial memfasilitasi warga Griya PMI agar bisa menjadi peserta JKN.
"Kami lakukan pengajuan secara bertahap bagi ODGJ belum terdaftar program JKN," kata Pekerja Sosial Dinsos Kota Surakarta, Minuk Sri Rejeki.
Program ini, lanjut Minuk, telah berjalan sejak 2015 dan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Untuk mempermudah sekaligus mempercepat pendataan, Dinsos berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Surakarta.
Nantinya, Dukcapil melakukan pengecekan biometrik ODGJ untuk mengetahui identitas mereka.
"Jika terdeteksi sebagai warga Surakarta, kami melakukan koordinasi wilayah sampai ke tingkat kelurahan agar mereka diikutkan dalam program JKN," kata dia.
Namun jika terdeteksi sebagai warga luar Surakarta, maka Minuk akan berkoordinasi dengan dinsos asal ODGJ tersebut.
"Kami pernah menemukan ODGJ yang ketika dicek dari data biometrik ternyata warga Brebes. Langsung kami berkoordinasi dengan Dinsos Brebes dan direspons sangat baik dan dibantu untuk kepengurusan kepesertaan JKN," kata dia.
Sementara bagi ODGJ yang belum terekam dalam Identitas Kependudukan dan tidak diketahui keberadaan keluarganya, dinas akan membuatkan identitas baru dan mendaftarkan mereka sebagai peserta program JKN.
"Alamatnya diikutkan di Griya PMI yang menjadi rumah tinggal bagi mereka. Termasuk bagi ODGJ yang keluarganya diketahui, tapi karena satu dan hal lain mereka tidak mampu merawat sehingga memilih diserahkan ke Griya PMI," jelas dia
Menurut Minuk, keberadaan program JKN sangat membantu dalam menunjang kesehatan warga Griya PMI.
Terlebih mereka harus rutin meminum obat untuk menjaga kondisi emosi agar tetap stabil. Belum lagi, biaya pengobatan dan perawatan ODGJ tergolong mahal.
"Mayoritas mereka datang dari keluarga miskin bahkan tidak diketahui identitasnya. Di sinilah peran negara hadir untuk meng-cover pengobatan ODGJ melalui program JKN," kata Minuk.
Program BPJS kesehatan untuk ODGJ
Sinergi yang dilakukan antara Griya PMI dan Dinas Sosial untuk mengikutsertakan dalam program JKN menuai apreasiasi Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, Debbie Nianta Musigiasari.
"Tentu kami sangat mendukung usaha Griya PMI bersama dengan Dinsos Surakarta yang telah mengupayakan para ODGJ masuk sebagai peserta JKN. Sehingga mereka bisa mendapatkan layanan kesehatan dan ter-cover oleh program JKN," kata Debbie ketika dihubungi, Rabu (31/7/2024).
Menurut Debbie, para ODGJ mendapatkan akses pengobatan secara gratis sesuai prosedur. Termasuk jika ada indikasi untuk dirawat, mereka dapat memanfaatkan layanan rawat jalan hingga rawat inap.
Hal ini, lanjut Debbie, selaras dengan tujuan program JKN sebagai perlindungan jaminan kesehatan bagi semua orang, tanpa memandang latar belakangnya.
Termasuk segmentasi kepesertaan mulai dari PBI bersumber APBN dan ABPD, Pekerja Penerima Upah (PPU), Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja (BP).
"Sepanjang yang bersangkutan menjadi peserta JKN yang aktif, maka ia berhak mendapatkan akses kesehatan yang setara," tegasnya.
Dengan kemudahan akses tersebut, diharapkan partisipasi masyarakat Surakarta terhadap program JKN semakin meningkat.
Debbie menjelaskan, secara keseluruhan warga Surakarta yang telah terdaftar sebagai peserta JKN sudah memenuhi cakupan kesehatan semesta atau Universal health Coverage (UHC).
Berdasarkan data per 1 Juli 2024, jumlah peserta JKN di Surakarta mencapai 577.801 orang atau 98,32 persen dari jumlah penduduk sebanyak 587.646 jiwa.
"Kalau untuk Kota Surakarta target UHC 98 persen, jadi sudah tercapai dan sudah di atas angka nasional," tuturnya.
Distribusi peserta JKN berdasarkan segmentasi di Kota Surakarta dengan jumlah tertinggi berada pada segmen PBI yang bersumber APBN sebanyak 192.584 jiwa.
Dilanjutkan dengan PPU sebanyak 180.556 jiwa; PBI dari APBD sejumlah 102.722 jiwa; dan PBPU sebesar 80.966 jiwa. Terakhir ada segmen BP sebanyak 20.973 jiwa.
Dengan jumlah tersebut, Debbie pun optimis, angka kepesertaan JKN di Surakarta bisa mencapai 99 persen per 1 Agustus 2024. Bahkan tidak mungkin mampu menyentuh 100 persen.
"Bisa jadi (100 persen), memang masih 9.800-an yang belum ter-cover dan ini dapat diupayakan melalui segmen peserta mandiri, pekerja swasta," kata dia.
Dengan capaian tersebut, Debbie memuji partisipasi aktif Pemkot Surakarta dan masyarakat yang sudah peduli dengan program JKN.
Meski demikian, pihaknya tetap berupaya meningkatkan keaktifan peserta melalui berbagai program. Satu di antaranya melalui program Rehab atau rencana pembayaran iuran bertahap bagi peserta mandiri.
Pasalnya, keaktifan peserta JKN di Surakarta berada di angka 87,17 persen.
"Sisanya masih ada yang nunggak atau belum bayar, mayoritas dari segmen peserta mandiri. Sementara untuk segmen PBI ada penonaktifan karena pindah segmen dan lainnya," kata dia.
Debbie menambahkan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) tingkat pertama yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Surakarta sebanyak 79 unit.
Sementara fasyankes tingkat lanjutan ada 17 rumah sakit, fasyankes penunjang berjumlah 12 apotek, empat lab, dan 5 optik.
Debbie juga mengatakan, sebanyak 80-90 persen dari pasien yang datang ke fasilitas kesehatan adalah peserta program JKN. Hal ini membuktikan akses layanan kesehatan kian mudah dan merata.
Ditambah saat ini, program JKN tidak hanya hadir pada saat peserta jatuh sakit. Namun ada konsultasi hingga skrining riwayat kesehatan sebagai bentuk pelayanan promotif dan preventif dalam program JKN.
"Harapannya masyarakat bisa lebih aware lagi dengan program JKN. Jika sudah terjamin kesehatannya, maka masyarakat tidak perlu waswas lagi andaikan suatu hari dia sakit dan membutuhkan banyak dana untuk pengobatan. Terlebih saat ini sangat mudah menjadi peserta program JKN," tutup Debbie. (*)
(Tribunnews.com/Sri Juliati)