TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) merespons laporan dugaan pelanggaran etik yang diajukan keluarga korban penganiayaan, Dini Sera Afriyanti.
Hal ini terkait terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31), anak dari seorang anggota DPR RI yang divonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait perkara penganiayaan hingga menewaskan perempuan sekaligus pacarnya, Dini Sera Afriyanti (29).
Ketua Bawas MA, Sugiyanto, mengatakan pihaknya telah menelaah laporan yang diajukan keluarga Dini.
Selanjutnya, tim pemeriksa dibentuk untuk mendalami laporan tersebut.
"Bawas telah selesai melakukan penelaahan dan langsung membentuk tim pemeriksa," kata Sugiyanto, saat dihubungi, Jumat (2/8/2024).
Sugiyanto menjelaskan, saat ini tim pemeriksa sudah mulai bekerja mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk keperluan pemeriksaan para terlapor.
Selanjutnya, ia menyampaikan, tim pemeriksa Bawas MA akan segera meluncur ke Surabaya untuk melakukan pendalaman dan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait dan para pelapor.
"Dalam waktu dekat tim akan segera meluncur ke Surabaya untuk melakukan pendalaman dan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait dan para terlapor, untuk memastikan apakah benar ada pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam penjatuhan putusan perkara tersebut atau tidak," jelasnya.
Baca juga: 3 Hakim PN Surabaya Dilaporkan ke Bawas MA Karena Vonis Bebas Ronald Tannur
Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum keluarga Dini Sera Afrianti melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung pada Rabu (31/7/2024).
Adapun laporan ini buntut keputusan ketiga hakim tersebut yang memvonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan terhadap Dini Sera beberapa waktu lalu.
"Agenda kami hari ini adalah melaporkan tiga Majelis Hakim yang ada di Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara kami, perkara almarhum Dini Sera Afriyanti," kata Kuasa Hukum Keluarga Dini, Dimas Yemahura kepada wartawan di Gedung Bawas MA, Jalan Ahmad Yani, Jakarta Pusat.
Dalam pelaporannya ini, Dimas mengatakan bahwa ketiga hakim itu dilaporkan lantaran tidak bersikap adil pada saat memimpin jalannya sidang.
Selain itu para hakim itu juga dinilai tidak bersikap jujur dan bijaksana pada saat memutus perkara yang merenggut nyawa kliennya tersebut.
"Karena disana kami melihat, saya juga mengalami bahwasanya dalam pemeriksaan saksi ada sikap-sikap hakim yang lebih ke tendensius menghentikan saksi ketika memberikan keterangan," ucapnya.
Dugaan pihaknya pun kata Dimas terbukti dengan putusan hakim yang justru kontradiktif antara pertimbangan dengan fakta hukum yang ada dalam perkara tersebut.
Pasalnya menurut dia, dalam pertimbanganya, hakim seolah meniadakan alat bukti yang sah tanpa membandingkan dengan alat bukti yang sah lainnya.
"Artinya apa? Ini ada alat bukti yang sah, ditiadakan dianggap alat bukti ini tidak ada tanpa ada pembandingnya dan hanya dengan asumsi dan pertimbangan hakim secara pribadi.
"Tentu ini sangat mencederai asas-asas kebenaran dalam menentukan pertimbangan hakim untuk memutuskan perkara," sambungnya.
Dalam perkara ini, diberitakan sebelumnya Majelis hakim di PN Surabaya dalam amar putusannya menyatakan, Gregorius Ronald Tannur dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini.
Ronald juga dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis dibuktikan dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Untuk itu, Ronald dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim kemudian membebaskan Ronald dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas dalam sidang pada Rabu (24/7/2024).
Vonis tersebut pun menuai kecaman baik dari masyarakat maupun anggota DPR.
Komisi III DPR pun baru-baru ini telah menggelar rapat bersama keluarga korban untuk mendengar kesaksian dari keluarga korban.
Namun pihak Kejari Surabaya menyatakan akan mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut.
Namun demikian, upaya itu masih menunggu salinan putusan dari PN Surabaya.