News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

ICW Desak KPU Berhenti Obrak-abrik Regulasi Pemilu

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Seira Tamara.

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghentikan rencana penghapusan sanksi diskualifikasi calon kepala daerah yang tidak melaporkan dana kampanye.

Anggota ICW Seira Tamara menyoroti alasan KPU terkait rencana penghapusan aturan tersebut, dikarenakan ketentuan ini bertentangan dengan UU nomor 6/2020 (UU Pilkada) yang hanya mengatur sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang menerima sumbangan terlarang, bukan terhadap pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye.

Baca juga: Rancangan PKPU: Relawan Wajib Lapor Dana Kampanye, Debat Paslon Digelar 3 Kali

Ia menilai, argumentasi tersebut menunjukan bahwa KPU sebagai penyelenggara tidak menganggap pelaporan dana kampanye sebagai hal yang krusial dan bermanfaat bagi pemilih.

Menurutnya, laporan dana kampanye baik dalam bentuk Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) sangat penting bagi pemilih untuk memberikan informasi mengenai aktor yang menyumbang, untuk apa sumbangan tersebut digunakan, serta untuk menjaga integritas pemilu.

Baca juga: KPU Siap Gelar Pilkada Serentak 2024: PKPU Dana Kampanye hingga Logistik Sedang Disusun

"KPU berhenti mengobrak-abrik regulasi pemilu dan mencederai integritas pelaksanaan proses pemilihan," kata Tamara, dalam keterangannya, Selasa (6/8/2024).

Untuk diketahui, sebelumnya Peraturan KPU nomor 5/2017 Pasal 54 secara tegas memberikan sanksi diskualifikasi atau pembatalan sebagai pasangan calon bagi yang tidak menyampaikan LPPDK sampai batas waktu yang sudah ditentukan.

Sedangkan, rancangan PKPU dana kampanye terbaru untuk Pilkada Serentak 2024, pada Pasal 65 Ayat (4), hanya memberikan sanksi tidak ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah terpilih sampai pasangan calon menyampaikan LPPDK. 

Tamara mengatakan, laporan dana kampanye dapat meminimalisir masuknya hasil tindak pidana termasuk korupsi dalam pusaran pendanaan. 

"Upaya preventif terhadap konflik kepentingan yang berujung korupsi politik di kemudian hari juga dapat dilakukan dengan mendeteksi sejak awal sumber-sumber utama pendanaan pasangan calon dalam laporan dana kampanye di Pilkada," jelasnya.

Ia juga menuturkan, pelaporan dana kampanye menjadi instrumen penting. Terlebih jika melihat praktik dalam pilkada sebelumnya, pelaporan dana kampanye belum berjalan dengan maksimal atau hanya sekedar pemenuhan administrasi semata. 

Lebih lanjut, Tamara menjelaskan, hasil pemantauan dana kampanye yang dilakukan ICW pada Pilkada 2020 di 30 daerah menunjukan terdapat tiga pasangan calon dengan LADK kosong dan dua pasangan calon yang tidak melampirkan dokumen LADK. Kemudian, dalam pemantauan LPSDK, terdapat lima pasangan calon dengan LPSDK kosong.

Selain itu, katanya, bukti bahwa pelaporan dana kampanye masih sebatas formalitas juga dapat dilihat dari temuan dalam riset KPK terkait pendanaan pilkada tahun 2015.

Baca juga: Catat Rekor! Kamala Harris Berhasil Kumpulkan Dana Kampanye Rp 1,3 Triliun Hanya dalam 24 Jam

Berdasarkan riset itu, diketahui sebanyak 20 persen responden dari 286 pasangan calon yang gagal terpilih mengaku tidak membuat LPPDK. Terdapat juga LPPDK yang diserahkan dan melanggar batas besaran sumbangan.

"Fakta-fakta ini menunjukan bahwa pelaporan dana kampanye dari penyelenggaran pilkada periode-periode sebelumnya tidak mendapat perhatian serius dari para peserta pemilu," ucapnya.

Padahal, katanya, UU Pilkada melalui Pasal 187 ayat (7) dan ayat (8) telah mengatur penyampaian keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye, serta menerima sumbangan namun tidak melaporkannya, termasuk ke dalam tindakan yang diganjar dengan sanksi pidana. 

"Artinya KPU seharusnya mengakomodir semangat yang sama dalam PKPU dana kampanye," kata Tamara.

Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana menghapus sanksi diskualifikasi untuk pasangan calon kepala daerah yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye. 

KPU beralasan, UU Pilkada tak mengatur ketentuan itu. Sehingga KPU dianggap juga tak dapat menetapkan sanksi semacam itu, meski sempat menerapkannya pada pilkada sebelumnya.

"Dalam Pasal 76 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada), pembatalan hanya terjadi apabila paslon menerima sumbangan terlarang," kata anggota KPU RI Idham Holik dalam uji publik rancangan Peraturan KPU tentang dana kampanye, Jumat (2/8/2024). 

"Menimbang bahwa Peraturan KPU sebagai peraturan yang sifatnya mengatur lebih lanjut dan lebih teknis, sepatutnya pengaturannya tidak melebihi batas yang diberikan oleh Undang-Undang," tambah dia.

Menurut Idham, jika KPU membuat peraturan yang melebihi Undang-Undang, maka hal itu akan membuat lembaga penyelenggara pemilu tersebut menjadi "superbody".

"Apalagi bertentangan secara norma hukum, maka ketentuan sanksi pembatalan sebagai pasangan calon apabila tidak menyampaikan LPPDK (Laporan Penerimaan-Pengeluaran Dana Kampanye) perlu dihapus," tegas dia. 

Sebagai informasi, pendaftaran pasangan calon kepala daerah akan dibuka KPU pada 27-29 Agustus 2024 dan penetapan pasangan calon dilakukan per 22 September 2024. 

Masa kampanye Pilkada 2024 berlangsung selama 60 hari, terhitung sejak 25 September sampai 23 November 2024, sebelum dimulainya masa tenang pada 24-26 November 2024.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini